INFO PRAKIRAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN(PDPI) dari KKP [13-15 September 2013 ] : DPI Jawa Bali dan Nusa Tenggara : DPI (122’34’’21.9’’’BT, 9’12’’3.1’’’LS) Potensi (111’18’’54.2’’’BT, 8’46’’7.7’’’LS) (112’4’’59.4’’’BT, 8’27’’50.7’’’LS) (115’28’’3.7’’’, 9’7’’43.9’’’LS) (115’26’’37.2’’’BT, 9’26’’27.2’’’LS) (107’17’’23.2’’’BT, 8’0’’2.5’’’LS) DPI Kalimantan : -- DPI Maluku Papua : -- DPI Sumatera : Potensi (104’55’’48.3’’’BT, 6’27’’52.0’’’LS) DPI Sulawesi : Potensi (118’43’’55.8’’’BT, 1’45’’35.1’’’LS)

Tuesday, September 29, 2015

Motivasi Belajar

Belajar!

Belajar adalah kunci membuka cakrawala dunia pikiran kita
Lewat belajar anak manusia dapat berbekal pengetahuan bermanfaat 
       untuk dirinya
Mampu membedakan mana yang salah dan benar,
Mampu memahami apa yang terbaik buat dirinya, orang lain, bahkan 
      agama dan bangsanya
Belajar dapat dilakukan dimana saja, kapan saja, bahkan hingga akhir 
       hayat kita
Insyallah kita akan termasuk golongan yang akan diangkat Tuhan derajatnya
Karena kita terus belajar & menuntut ilmu
Belajar ilmu dunia untuk bekal kehidupan dunia dan akherat
Belajar ilmu agama untuk membekali diri kita jalan yang lurus, yang dapat 
      menuntun kita agar tak tersesat di dunia atau pun di akherat
Bekalilah anak-anak kita dengan ilmu agama & dunia
Harta yang paling mulia dari orang tua adalah ilmu yang diajarkan kepada 
      anaknya
Berlomba-lomba lah terus untuk belajar menggali ilmu yang Allah karuniakan 
       kepada kita
Setinggi apapun rasionalitas dan akal kita dalam menciptakan teori-teori 
      ilmu alam (Sains), 
Selamanya takkan mampu menjangkau ilmu agama
Ilmu pengetahuan dan teknologinya akan salah sasaran jika tidak dituntun
      dengan ilmu agama
Karena pada dasarnya ipteks adalah salah satu pembuktian kecil dari akal 
      manusia akan ilmu agama
Semaju apapun ipteks tetap tak akan mampu membuktikan dan menjelaskan 
      secara keseluruhan ilmu agama
Karena ilmu agama jauh lebih maju dan ada sebelum akal manusia mampu 
      mencapai kemajuan Ipteks itu sendiri…


Bogor, Wednesday, September 30, 2015

Friday, February 7, 2014

Perbedaan spektral dari kematian karang (Review of a International Journal)



Spectral discrimination of coral mortality states following a severe bleaching event

(Perbedaan spektral dari keadaan kematian karang mengikuti sebuah peristiwa bleaching yang sangat)


C. D. CLARK1, P. J. MUMBY2, J. R. M. CHISHOLM3, J. JAUBERT3 and S. ANDREFOUET4
1Sheffield Centre for Earth Observation Science, University of Sheffield, Sheffield, England, UK
2Centre for Tropical Coastal Management Studies, Ridley Building, The University, Newcastle upon
            Tyne, England, UK
3Observatoire Oce´anologique Europe´en, Centre Scienti. que de Monaco, Avenue Saint-Martin, MC
            98000, Principality of Monaco
4Department of Marine Science, University of South Florida, 140, 7th Avenue South, St Petersburg, FL
            33701, USA; e-mail: c.clark@sheffield.ac.uk
Online Publication Date: 10 July 2000



Abstrak

Meskipun relatif mudah untuk membedakan spectra dari karang yang memutih (bleached) dan karang hidup, hanya sekali karang-karang mati skeleton mereka menyisakan bleached  (putih) selama hanya sebuah periode singkat. Kolonisasi yang cepat oleh alga dapat memberikan peningkatan pigmentasi yang dapat menjadi sama dengan karang yang hidup. Maka, dengan waktu penginderaan jauh (remotely sensed) gambar telah diperoleh, membedakan dari karang mati dan hidup adalah bukan hal lancar yang lebih lama. Pengukuran-pengukuran lapang dari spektral reflektansi karang hidup dan alga yang berkoloni dengan karang mati (timbul dari kejadian-kejadian kematian yang berbeda) dilakukan di Perancis Polynesia. Analisis yang diperoleh mengungkapkan karakteristik panjang gelombang dan kemirigan (slope) yang dapat digunakan untuk membedakan diantara keadaan-keadaan mati dengan akurasi mendekati 85%. Hasil-hasil ini mendorong aplikasi dari remote sensing hiperspektral untuk menduga secara kuantitatif luas dari kejadian-kejadian pemutihan karang.

  1. Lokasi Lapang (field site)

Pengukuran reflektansi in situ dilakukan di danau pinggir laut (lagoon) dari Rangiroa Atoll, French Polynesia (1500’ 4.3”S, 1470 52’ 51.8”W), karena pengulangan pengamatan personal (Jean Jaubert; Francis Rougerie) dengan penyelaman SCUBA sejak 1970 mengungkapkan reef (bukit karang) di area ini secara umum dalam keadaan sehat hingga sebuah episode bleaching di tahun 1994, ketika ca. 10% kematian diamati. Ini diikuti kejadian pemutihan massal pada Mei 1998 yang dihubungkan dengan El Nino osilasi bagian selatan.  Pengamatan November 1998 mengungkapkan bahwa sebuah proporsi yang signifikan (ca. 80-90%) dari karang lagoonal yang mati dalam 6 bulan sejak Mei. Permukaan karang dikategorikan sebagai :
  • Karang hidup (koloni dengan ca. > 80% jaringan yang hidup)
  • Kematian koloni yang sebagian (sebuah kategori peralihan diantara mati dan hidup; ca. 20-80% jaringan hidup)
  • Mati masih baru (recently) (mati ca. 6 bulan lalu, kenampakan struktur corallite )
  • Mati lama (old dead) (kematian > 6 bulan lalu, struktur coralit dipindah oleh grazing ikan dan urchins)
Kebanyakan pengukuran diambil dari karang yang dominan secara lokal Porites dan Pocillopora.
  1. Metode
Pengukuran spectral reflektansi dilakukan November 1998, dengan bantuan perahu kecil, menggunakan sepasang spektroradiometer portabel (inter-calibrated portable spectroradiometers) dengan sampling pada interval 1.5 nanometer (nm). Satu, di atas perahu, merekam radiasi ke atas (upwelling) dari sebuah panel referensi putih, sedangkan yang lain secara simultan mengukur radiasi upwelling target karang di bawah air. Ini dicapai menggunakan 4 meter kabel fibre optic yang dilengkapi dengan lubang bidik (aperture) 230 bidang pandang. Kabel diposisikan dengan penyelam SCUBA untuk mengambil pengukuran nadir ca. 10 cm di atas permukaan karang, menghasilkan sebuah target dari ca. diameter 4 cm. pengukuran dilakukan di rentang kedalaman 0.3-3 m. kedalaman direkam dengan sonic device. Sebuah specimen karang kecil dipindahkan, dibawa ke atas permukaan dan diukur menggunakan prosedur yang sama.              
Kita menggunakan  anlisis turunan dari spectral untuk membedakan diantara kategori-kategori karang. Sebagai sebuah fungsi dari panjang gelombang, derivatives  urutan pertama menggambarkan gradien dari sebuah spectrum dan urutan ke-2 perubahan dari gradien.
Data tidak mengizinkan kategori peralihan kita (kematian koloni sebagian/partial colony mortality) untuk dibedakan. Pada 596 nanometer (nm), derivative pertama muncul untuk menjadi pembeda yang baik dari tiga kategori yang tersisa.

  1. Hasil
Spectra of emergent corals
Rata-rata spectra yang ditunjukkan di Gambar 1 untuk karang jumlah kecil diukur pada permukaan air. Foto dari specimen ini ditampilkan pada Gambar 2. Karang hidup mempunyai puncak reflektansi yang khusus pada 570 dan 605 nm dan sebuah tepi (shoulder) pada 650 nm. Karang yang baru mati memiliki spektum secara keseluruhan sama tetapi puncak reflektansi didefinisikan kurang baik. Spectrum dari karang mati lama adalah sama dalam bentuk karang yang baru mati tetapi reflektansi lebih tinggi pada semua panjang gelombang.
Spectra of submerged corals
Atenuasi oleh kolom air mempengaruhi spectra dari karang bawah air dengan pengurangan reflektansi secara keseluruhan, secara khusus lebih dari 600-650 nm (Gambar 3). 

  

Gambar 1. Rata-rata spectra untuk live, recently dead dan old dead coral diukur pada permukaan laut (n=8)
  
Gambar 2. Specimen karang (Porites) digunakan untuk pengukuran spectral yg dilaporkan di gambar 1. Masing-masing adalah ca. ukuran10 cm. (a) Live, (b) recently dead, (c) Old dead.




Gambar 3. Spectra dari kelas karang yg diukur in situ (contoh bawah air). (a) Live (Porites, 0.9-3 m kedalaman). Spectra menunjukkan reflektansi terendah dan atenuasi terkuat dalam wilayah cahaya merah adalah lokasi lebih dalam, (b) Recentky dead (Porites yg mati 6 bulan lalu, 0.3-1.7 m kedalaman), (c) Old dead (Porites yg mati > 6 bln lalu, 1.4-2.7 m kdlmn), (d) Dead Pocillopora (kedalaman 0.5-2.5 m).


     4.  Kesimpulan

Perubahan penutupan alga dari waktu ke waktu memungkinkan untuk membedakan diantara karang hidup, dan karang yang mati selama 6 bulan, dan > 6 bulan. Artinya bahwa bahkan jika ada beberapa penundaan (contoh 1 tahun) sebelum pencitraan penginderaan jauh diperoleh dapat masih memungkinkan untuk menghitung dampak dari kejadian bleaching. Berdasarkan pada hasil, kita merekomendasikan bahwa investigasi remote sensing kedepan dari kematian karang fokus pada panjang gelombang diantara 515-572 nm dan sekitar 596 nm.

Meskipun kita menunjukkan bahwa perbedaan spectral dari keadaan kematian karang kita adalah memungkinkan, itu tidak jelas jika ini dapat dibedakan secara akurat oleh remote sensing. Ini akan diuji menggunakan airborne hyperspectral images dari sebuah CASI (Compact Airborne Spectrographic Imager) sensor yang kita terbangkan secara simultan dengan bidang kerja kita (our fieldwork).





Referansi :

Clark, C. D., Mumby, P. J., Chisholm, J. R. M., Jaubert, J. and Andrefouet, S. (2000) 'Spectral discrimination of coral mortality states following a severe bleaching event', International Journal of Remote Sensing, 21:11, 2321 — 2327