INFO PRAKIRAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN(PDPI) dari KKP [13-15 September 2013 ] : DPI Jawa Bali dan Nusa Tenggara : DPI (122’34’’21.9’’’BT, 9’12’’3.1’’’LS) Potensi (111’18’’54.2’’’BT, 8’46’’7.7’’’LS) (112’4’’59.4’’’BT, 8’27’’50.7’’’LS) (115’28’’3.7’’’, 9’7’’43.9’’’LS) (115’26’’37.2’’’BT, 9’26’’27.2’’’LS) (107’17’’23.2’’’BT, 8’0’’2.5’’’LS) DPI Kalimantan : -- DPI Maluku Papua : -- DPI Sumatera : Potensi (104’55’’48.3’’’BT, 6’27’’52.0’’’LS) DPI Sulawesi : Potensi (118’43’’55.8’’’BT, 1’45’’35.1’’’LS)

Saturday, October 22, 2011

BUDIDAYA UDANG WINDU ( Palaemonidae / Penaeidae )

BUDIDAYA UDANG WINDU
( Palaemonidae / Penaeidae )

1. SEJARAH SINGKAT
Udang merupakan jenis ikan konsumsi air payau, badan beruas berjumlah 13 (5 ruas kepala dan 8 ruas dada) dan seluruh tubuh ditutupi oleh kerangka luar yang disebut eksosketelon. Umumnya udang yang terdapat di pasaran sebagian besar terdiri dari udang laut. Hanya sebagian kecil saja yang terdiri dari udang air tawar, terutama di daerah sekitar sungai besar dan rawa dekat pantai. Udang air tawar pada umumnya termasuk dalam keluarga Palaemonidae, sehingga para ahli sering menyebutnya sebagai kelompok udang palaemonid. Udang laut, terutama dari keluarga Penaeidae, yang bisa disebut udang penaeid oleh para ahli. Udang merupakan salah satu bahan makanan sumber protein hewani yang bermutu tinggi. Bagi Indonesia udang merupakan primadona ekspor non migas. Permintaan konsumen dunia terhadap udang rata-rata naik 11,5% per tahun. Walaupun masih banyak kendala, namun hingga saat ini negara produsen udang yang menjadi pesaing baru ekspor udang Indonesia terus bermunculan.
2. SENTRA PERIKANAN
Daerah penyebaran benih udang windu antara lain: Sulawesi Selatan (Jeneponto, Tamanroya, Nassara, Suppa), Jawa Tengah (Sluke, Lasem), dan Jawa Timur (Banyuwangi, Situbondo, Tuban, Bangkalan, dan Sumenep), Aceh, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, dan lain-lain.
3. JENIS
Klasifikasi udang adalah sebagai berikut:
Klas : Crustacea (binatang berkulit keras)
Sub-klas : Malacostraca (udang-udangan tingkat tinggi)
Superordo : Eucarida
Ordo : Decapoda (binatang berkaki sepuluh)
Sub-ordo : Natantia (kaki digunakan untuk berenang)
Famili : Palaemonidae, Penaeidae
4. MANFAAT
  1. Udang merupakan bahan makanan yang mengandung protein tinggi, yaitu 21%, dan rendah kolesterol, karena kandungan lemaknya hanya 0,2%. Kandungan vitaminnya dalam 100 gram bahan adalah vitamin A 60 SI/100; dan vitamin B1 0,01 mg. Sedangkan kandungan mineral yang penting adalah zat kapur dan fosfor, masing-masing 136 mg dan 170 mg per 100 gram bahan.
  2. Udang dapat diolah dengan beberapa cara, seperti beku, kering, kaleng, terasi, krupuk, dll.
  3. Limbah pengolahan udang yang berupa jengger (daging di pangkal kepala) dapat dimanfaatkan untuk membuat pasta udang dan hidrolisat protein.
  4. Limbah yang berupa kepala dan kaki udang dapat dibuat tepung udang, sebagai sumber kolesterol bagi pakan udang budidaya.
  5. Limbah yang berupa kulit udang mengandung chitin 25% dan di negara maju sudah dapat dimanfaatkan dalam industri farmasi, kosmetik, bioteknologi, tekstil, kertas, pangan, dll.
  6. Chitosan yang terdapat dalam kepala udang dapat dimanfaatkan dalam industri kain, karena tahan api dan dapat menambah kekuatan zat pewarna dengan sifatnya yang tidak mudah larut dalam air.
5. PERSYARATAN LOKASI
  1. Lokasi yang cocok untuk tambak udang adalah pada daerah sepanjang pantai (beberapa meter dari permukaan air laut) dengan suhu rata-rata 26-28 derajat C.
  2. Tanah yang ideal untuk tambak udang adalah yang bertekstur liat atau liat berpasir, karena dapat menahan air. Tanah dengan tekstur ini mudah dipadatkan dan tidak pecah-pecah.
  3. Tekstur tanah dasar terdiri dari lumpur liat berdebu atau lumpur berpasir, dengan kandungan pasir tidak lebih dari 20%. Tanah tidak boleh porous (ngrokos).
  4. Jenis perairan yang dikehendaki oleh udang adalah air payau atau air tawar tergantung jenis udang yang dipelihara. Daerah yang paling cocok untuk pertambakan adalah daerah pasang surut dengan fluktuasi pasang surut 2-3 meter.
  5. Parameter fisik: suhu/temperatur=26-30 derajat C; kadar garam/salinitas=0-35 permil dan optimal=10-30 permil; kecerahan air=25-30 cm (diukur dengan secchi disk)
  6. Parameter kimia: pH=7,5-8,5; DO=4-8 mg/liter; Amonia (NH3) < 0,1 mg/liter; H2S< 0,1 mg/liter; Nitrat (NO3-)=200 mg/liter; Nitrit (NO3-)=0,5 mg/liter; Mercuri (Hg)=0-0,002 mg/liter; Tembaga (Cu)=0-0,02 mg/liter; Seng (Zn)=0-0,02 mg/liter; Krom Heksavalen (Cr)=0-0,05 mg/liter; Kadmiun (Cd)=0-0,01 mg/liter; Timbal (Pb)=0-0,03 mg/liter; Arsen (Ar)=0-1 mg/liter; Selenium (Se)=0-0,05 mg/liter; Sianida (CN)=0-0,02 mg/liter; Sulfida (S)=0-0,002 mg/liter; Flourida (F)=0-1,5 mg/liter; dan Klorin bebas (Cl2)=0-0,003 mg/liter
6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan
Syarat konstruksi tambak:

  1. Tahan terhadap damparan ombak besar, angin kencang dan banjir. Jarak minimum pertambakan dari pantai adalah 50 meter atau minimum 50 meter dari bantara sungai.
  2. Lingkungan tambak beserta airnya harus cukup baik untuk kehidupan udang sehingga dapat tumbuh normal sejak ditebarkan sampai dipanen.
  3. Tanggul harus padat dan kuat tidak bocor atau merembes serta tahan terhadap erosi air.
  4. Desain tambak harus sesuai dan mudah untuk operasi sehari-hari, sehingga menghemat tenaga.
  5. Sesuai dengan daya dukung lahan yang tersedia.
  6. Menjaga kebersihan dan kesehatan hasil produksinya.
  7. Saluran pemasuk air terpisah dengan pembuangan air.
Teknik pembuatan tambak dibagi dalam tiga sistem yang disesuaikan dengan letak, biaya, dan operasi pelaksanaannya, yaitu tambak ekstensif, semi intensif, dan intensif.

  1. Tambak Ekstensif atau Tradisional
    1. Dibangun di lahan pasang surut, yang umumnya berupa rawa-rawa bakau, atau rawa-rawa pasang surut bersemak dan rerumputan.
    2. Bentuk dan ukuran petakan tambak tidak teratur.
    3. Luasnya antara 3-10 ha per petak.
    4. Setiap petak mempunyai saluran keliling (caren) yang lebarnya 5-10 m di sepanjang keliling petakan sebelah dalam. Di bagian tengah juga dibuat caren dari sudut ke sudut (diagonal). Kedalaman caren 30-50 cm lebih dalam dari bagian sekitarnya yang disebut pelataran. Bagian pelataran hanya dapat berisi sedalam 30-40 cm saja.
    5. Di tengah petakan dibuat petakan yang lebih kecil dan dangkal untuk mengipur nener yang baru datang selama 1 bulan.
    6. Selain itu ada beberapa tipe tambak tradisional, misalnya tipe corong dan tipe taman yang dikembangkan di Sidoarjo, Jawa Timur.
    7. Pada tambak ini tidak ada pemupukan.
  2. Tambak Semi Intensif
    1. Bentuk petakan umumnya empat persegi panjang dengan luas 1-3 ha/petakan.
    2. Tiap petakan mempunyai pintu pemasukan (inlet) dan pintu pengeluaran (outlet) yang terpisah untuk keperluan penggantian air, penyiapan kolam sebelum ditebari benih, dan pemanenan.
    3. Suatu caren diagonal dengan lebar 5-10 m menyerong dari pintu (pipa) inlet ke arah pintu (pipa) outlet. Dasar caren miring ke arah outlet untuk memudahkan pengeringan air dan pengumpulan udang pada waktu panen.
    4. Kedalaman caren selisih 30-50 cm dari pelataran.
    5. Kedalaman air di pelataran hanya 40-50 cm.
    6. Ada juga petani tambak yang membuat caren di sekeliling pelataran.
  3. Tambak Intensif
    1. Petakan berukuan 0,2-0,5 ha/petak, supaya pengelolaan air dan pengawasannya lebih mudah.
    2. Kolam/petak pemeliharaan dapat dibuat dari beton seluruhnya atau dari tanah seperti biasa. Atau dinding dari tembok, sedangkan dasar masih tanah.
    3. Biasanya berbentuk bujur sangkar dengan pintu pembuangan di tengah dan pintu panen model monik di pematang saluran buangan. Bentuk dan konstruksinya menyerupai tambak semi intensif bujur sangkar.
    4. Lantai dasar dipadatkan sampai keras, dilapisi oleh pasir/kerikil. Tanggul biasanya dari tembok, sedang air laut dan air tawar dicampur dalam bak pencampur sebelum masuk dalam tambak.
    5. Pipa pembuangan air hujan atau kotoran yang terbawa angin, dipasang mati di sudut petak.
    6. Diberi aerasi untuk menambah kadar O2 dalam air.
    7. Penggantian air yang sangat sering dimungkinkan oleh penggunaan pompa.
Adapun prasarana yang diperlukan dalam budidaya udang tambak meliputi:
  1. Petakan Tambak
    1. Sebaiknya dibuat dalam bentuk unit. Setiap satu unit tambak pengairannya berasal dari satu pintu besar, yaitu pintu air utama atau laban. Satu unit tambak terdiri dari tiga macam petakan: petak pendederan, petak glondongan (buyaran) dan petak pembesaran dengan perbandingan luas 1:9:90.
    2. Selain itu, juga ada petakan pembagi air, yang merupakan bagian yang terdalam. Dari petak pembagi, masing-masing petakan menerima bagian air untuk pengisiannya. Setiap petakan harus mempunyai pintu air sendiri, yang dinamakan pintu petakan, pintu sekunder, atau tokoan. Petakan yang berbentuk seperti saluran disebut juga saluran pembagi air.
    3. Setiap petakan terdiri dari caren dan pelataran.
  2. Pematang/Tanggul
    1. Ada dua macam pematang, yaitu pematang utama dan pematang antara.
    2. Pematang utama merupakan pematang keliling unit, yang melindungi unit yang bersangkutan dari pengaruh luar. Tingginya 0,5 m di atas permukaan air pasang tertinggi. Lebar bagian atasnya sekitar 2 m. Sisi luar dibuat miring dengan kemiringan 1:1,5. Sedangkan untuk sisi pematang bagian dalam kemiringannya 1:1.
    3. Pematang antara merupakan pematang yang membatasi petakan yang satu dengan yang lain dalam satu unit.
    4. Ukurannya tergantung keadaan setempat, misalnya: tinggi 1-2 m, lebar bagian atas 0,5-1,5. Sisi-sisinya dibuat miring dengan kemiringan 1:1. Pematang dibuat dengan menggali saluran keliling yang jaraknya dari pematang 1 m. Jarak tersebut biasa disebut berm.
  3. Saluran dan Pintu Air
    1. Saluran air harus cukup lebar dan dalam, tergantung keadaan setempat, lebarnya berkisar antara 3-10 m dan dalamnya kalau memungkinkan sejajar dengan permukaan air surut terrendah. Sepanjang tepiannya ditanami pohon bakau sebagai pelindung.
    2. Ada dua macam pintu air, yaitu pintu air utama (laban) dan pintu air sekunder (tokoan/pintu air petakan).
    3. Pintu air berfungsi sebagai saluran keluar masuknya air dari dan ke dalam tambak yang termasuk dalam satu unit.
    4. Lebar mulut pintu utama antara 0,8-1,2 m, tinggi dan panjang disesuaikan dengan tinggi dan lebar pematang. Dasarnya lebih rendah dari dasar saluran keliling,serta sejajar dengan dasar saluran pemasukan air.
    5. Bahan pembuatannya antara lain: pasangan semen, atau bahan kayu (kayu besi, kayu jati, kayu kelapa, kayu siwalan, dll)
    6. Setiap pintu dilengkapi dengan dua deretan papan penutup dan di antaranya diisi tanah yang disebut lemahan.
    7. Pintu air dilengkapi dengan saringan, yaitu saringan luar yang menghadap ke saluran air dan saringan dalam yang menghadap ke petakan tambak. Saringan terbuat dari kere bambu, dan untuk saringan dalam dilapisi plastik atau ijuk.
  4. Pelindung:
    1. Sebagai bahan pelindung pada pemeliharaan udang di tambak, dapat dipasang rumpon yang terbuat dari ranting kayu atau dari daun-daun kelapa kering. Pohon peneduh di sepanjang pematang juga dapat digunakan sebagai pelindung.
    2. Rumpon dipasang dengan jarak 6-15 m di tambak. Rumpon berfungsi juga untuk mencegah hanyutnya kelekap atau lumut, sehingga menumpuk pada salah satu sudut karena tiupan angin.
  5. Pemasangan kincir:
    1. Kincir biasanya dipasang setelah pemeliharaan 1,5-2 bulan, karena udang sudah cukup kuat terhadap pengadukan air.
    2. Kincir dipasang 3-4 unit/ha. Daya kelarutan O2 ke dalam air dengan pemutaran kincir itu mencapai 75-90%.
6.2. Pembibitan
  1. Menyiapkan Benih (Benur)
    Benur/benih udang bisa didapat dari tempat pembenihan (Hatchery) atau dari alam. Di alam terdapat dua macam golongan benih udang windu (benur) menurut ukurannya, yaitu :
    1. Benih yang masih halus, yang disebut post larva. Terdapat di tepi-tepi pantai. Hidupnya bersifat pelagis, yaitu berenang dekat permukaan air. Warnanya coklat kemerahan. Panjang 9-15 mm. Cucuk kepala lurus atau sedikit melengkung seperti huruf S dengan bentuk keseluruhan seperti jet. Ekornya membentang seperti kipas.
    2. Benih yang sudah besar atau benih kasar yang disebut juvenil. Biasanya telah memasuki muara sungai atau terusan. Hidupnya bersifat benthis, yaitu suka berdiam dekat dasar perairan atau kadang menempel pada benda yang terendam air. Sungutnya berbelang-belang selang-seling coklat dan putih atau putih dan hijau kebiruan. Badannya berwarna biru kehijauan atau kecoklatan sampai kehitaman. Pangkal kaki renang berbelang-belang kuning biru.
    • Cara Penangkapan Benur:
      1. Benih yang halus ditangkap dengan menggunakan alat belabar dan seser.
        • Belabar adalah rangkaian memanjang dari ikatan-ikatan daun pisang kering, rumput-rumputan, merang, atau pun bahan-bahan lainnya.
        • Kegiatan penangkapan dilakukan apabila air pasang.
        • Belabar dipasang tegak lurus pantai, dikaitkan pada dua buah patok, sehingga terayun-ayun di permukaan air pasang.
        • Atau hanya diikatkan pada patok di salah satu ujungnya, sedang ujung yang lain ditarik oleh si penyeser sambil dilingkarkan mendekati ujung yang terikat. Setelah lingkaran cukup kecil, penyeseran dilakukan di sekitar belabar.
      2. Benih kasar ditangkapi dengan alat seser pula dengan cara langsung diseser atau dengan alat bantu rumpon-rumpon yang dibuat dari ranting pohon yang ditancapkan ke dasar perairan. Penyeseran dilakukan di sekitar rumpon. Pembenihan secara alami dilakukan dengan cara mengalirkan air laut ke dalam tambak. Biasanya dilakukan oleh petambak tradisional. Benih udang/benur yang didapat dari pembibitan haruslah benur yang bermutu baik. Adapun sifat dan ciri benur yang bermutu baik yang didapat dari tempat pembibitan adalah:
        1. Umur dan ukuran benur harus seragam.
        2. Bila dikejutkan benur sehat akan melentik.
        3. Benur berwarna tidak pucat.
        4. Badan benur tidak bengkok dan tidak cacat.
  2. Perlakuan dan Perawatan Benih
    1. Cara pemeliharaan dengan sistem kolam terpisah Pemeliharaan larva yang baik adalah dengan sistem kolam terpisah, yaitu kolam diatomae, kolam induk, dan kolam larva dipisahkan.
      • Kolam Diatomae
        Diatomae untuk makanan larva udang yang merupakan hasil pemupukan adalah spesies Chaetoceros, Skeletonema danTetraselmis di dalam kolam volume 1000-2000 liter. Spesies diatomae yang agak besar diberikan kepada larva periode mysis, walaupun lebih menyukai zooplankton.
      • Kolam Induk
        Kolam yang berukuran 500 liter ini berisi induk udang yang mengandung telur yang diperoleh dari laut/nelayan. Telur biasanya keluar pada malam hari. Telur yang sudah dibuahi dan sudah menetas menjadi nauplius, dipindahkan.
      • Kolam Larva
        Kolam larva berukuran 2.000-80.000 liter. Artemia/zooplankton diambil dari kolam diatomae dan diberikan kepada larva udang mysis dan post larva (PL5-PL6). Artemia kering dan udang kering diberikan kepada larva periode zoa sampai (PL6). Larva periode PL5-PL6 dipindah ke petak buyaran dengan kepadatan 32-1000 ekor/m 2 , yang setiap kalidiberi makan artemia atau makanan buatan, kemudian PL20-PL30 benur dapat dijual atau ditebar ke dalam tambak.
    2. Cara Pengipukan/pendederan benur di petak pengipukan
      • Petak pendederan benur merupakan sebagian dari petak pembesaran udang (± 10% dari luas petak pembesaran) yang terletak di salah satu sudutnya dengan kedalaman 30-50 cm, suhu 26-31derajat C dan kadar garam 5-25 permil. - Petak terbuat dari daun kelapa atau daun nipah, agar benur yang masih lemah terlindung dari terik matahari atau hujan.
      • Benih yang baru datang, diaklitimasikan dulu. Benih dimasukkan dalam bak plastik atau bak kayu yang diisi air yang kadar garam dan suhunya hampir sama dengan keadaan selama pengangkutan. Kemudian secara berangsur-angsur air tersebut dikeluarkan dan diganti dengan air dari petak pendederan.
      • Kepadatan pada petak Ini 1000-3000 ekor. Pakan yang diberikan berupa campuran telur ayam rebus dan daging udang atau ikan yang dihaluskan.
      • Pakan tambahan berupa pellet udang yang dihaluskan. Pemberian pelet dilakukan sebanyak 10-20 % kali jumlah berat benih udang per hari dan diberikan pada sore hari. Berat benih halus ± 0,003 gram dan berat benih kasar ± 0,5-0,8 g.
      • Pellet dapat terbuat dari tepung rebon 40%, dedak halus 20 %, bungkil kelapa 20 %, dan tepung kanji 20%.
      • Pakan yang diperlukan: secangkir pakan untuk petak pengipukan /pendederan seluas 100 m 2 atau untuk 100.000 ekor benur dan diberikan 3-4 kali sehari.
    3. Cara Pengipukan di dalam Hapa
      • Hapa adalah kotak yang dibuat dari jaring nilon dengan mata jaring 3-5 mm agar benur tidak dapat lolos.
      • Hapa dipasang terendam dan tidak menyentuh dasar tambak di dalam petak-petak tambak yang pergantian airnya mudah dilakukan, dengan cara mengikatnya pada tiang-tiang yang ditancamkan di dasar petak tambak itu. Beberapa buah hapa dapat dipasang berderet-deret pada suatu petak tambak.
      • Ukuran hapa dapat disesuaikan dengan kehendak, misalnya panjang 4- 6 m, lebar 1-1,5 m, tinggi 0,5-1 m.
      • Kepadatan benur di dalam hapa 500-1000 ekor/m 2 .
      • Pakan benur dapat berupa kelekap atau lumut-lumut dari petakan tambak di sekitarnya. Dapat juga diberi pakan buatan berupa pelet udang yang dihancurkan dulu menjadi serbuk.
      • Lama pemeliharaan benur dalam ipukan 2-4 minggu, sampai panjangnya 3-5 cm dengan persentase hidup 70-90%.
      • Jaring sebagai dinding hapa harus dibersihkan seminggu sekali.
      • Hapa sangat berguna bagi petani tambak, yaitu untuk tempat aklitimasi benur, atau sewaktu-waktu dipergunakan menampung ikan atau udang yang dikehendaki agar tetap hidup.
    4. Cara pengangkutan:
      1. Pengangkutan menggunakan kantong plastik:
        • Kantong plastik yang berukuran panjang 40 cm, lebar 35 cm, dan tebal 0,008 mm, diisi air 1/3 bagian dan diisi benih 1000 ekor.
        • Kantong plastik diberi zat asam sampai menggelembung dan diikat dengan tali.
        • Kantong plastik tersebut dimasukkan dalam kotak kardus yang diberi styrofore foam sebagai penahan panas dan kantong plastik kecil yang berisi pecahan-pecahan es kecil yang jumlahnya 10% dari berat airnya.
        • Benih dapat diangkut pada suhu 27-30 derajat C selama 10 jam perjalanan dengan angka kematian 10-20%.
      2. Pengangkutan dengan menggunakan jerigen plastik:
        • Jerigen yang digunakan yang berukuran 20 liter.
        • Jerigen diisi air setengah bagiannya dan sebagian lagi diisi zat asam bertekanan lebih.
        • Jumlah benih yang dapat diangkut antara 500-700 ekor/liter. Selama 6- 8 jam perjalanan, angka kematiannya sekitar 6%.
        • Dalam perjalanan jerigen harus ditidurkan, agar permukaannya menjadi luas, sehingga benurnya tidak bertumpuk.
        • Untuk menurunkan suhunya bisa menggunakan es batu.
    5. Waktu Penebaran Benur
      Sebaiknya benur ditebar di tambak pada waktu yang teduh.
6.3. Pemeliharaan Pembesaran
  1. Pemupukan
    Pemupukan bertujuan untuk mendorong pertumbuhan makanan alami, yaitu: kelekap, lumut, plankton, dan bentos. Cara pemupukan:
    1. Untuk pertumbuhan kelekap
      • Tanah yang sudah rata dan dikeringkan ditaburi dengan dedak kasar sebanyak 500 kg/ha.
      • Kemudian ditaburi pupuk kandang (kotoran ayam, kerbau, kuda, dll), atau pupuk kompos sebanyak 1000 kg/ha.
      • Tambak diairi sampai 5-10 cm, dibiarkan tergenang dan menguap sampai kering.
      • Setelah itu tambak diairi lagi sampai 5-10 cm, dan ditaburi pupuk kandang atau pupuk kompos sebanyak 1000 kg/ha.
      • Pada saat itu ditambahkan pula pupuk anorganik, yaitu urea 75 kg/ha dan TSP (Triple Super Phosphate) 75 kg/ha.
      • Sesudah 5 hari kemudian, kelekap mulai tumbuh. Air dapat ditinggikan lagi secara berangsur-angsur, hingga dalamnya 40 cm di atas pelataran. Dan benih udang dapat dilepaskan.
      • Selama pemeliharaan, diadakan pemupukan susulan sebanyak 1-2 kali sebulan dengan menggunakan urea 10-25 kg/ha dan TSP 5-15 kg/ha.
    2. Untuk pertumbuhan lumut
      • Tanah yang telah dikeringkan, diisi air untuk melembabkannya, kemudian ditanami bibit lumut yang ditancapkan ke dalam lumpur.
      • Air dimasukkan hingga setinggi 20 cm, kemudian dipupuk dengan urea 14 kg/ha dan TSP 8 kg/ha.
      • Air ditinggikan sampai 40 cm setelah satu minggu.
      • Mulai minggu kedua, setiap seminggu dipupuk lagi dengan urea dan TSP, masing-masing 10 takaran sebelumnya.
      • Lumut yang kurang pupuk akan berwarna kekuningan, sedangkan yang dipupuk akan berwarna hijau rumput yang segar. Lumut yang terlalu lebat akan berbahaya bagi udang, oleh karena itu lumut hanya digunakan untuk pemeliharaan udang yang dicampur dengan ikan yang lain.
    3. Untuk pertumbuhan Diatomae
      • Jumlah pupuk nitrogen (N) dan pupuk fosfor (P) menghendaki perbandingan sekitar 30:1. Apabila perbandingannya mendekati 1:1, yang tumbuh adalah Dinoflagellata.
      • Sebagai sumber N, pupuk yang mengandung nitrat lebih baik daripada pupuk yang mengandung amonium, karena dapat terlarut lebih lama dalam air.
      • Contoh pupuk:
        • Urea-CO(NH2)2: prosentase N=46,6.
        • Amonium sulfat-ZA-(NH4)2SO4: prosentase N=21.
        • Amonium chlorida-NH4Cl: prosentase N=25
        • Amonium nitrat-NH4NO3: prosentase N=37
        • Kalsium nitrat-Ca(NO3)2: prosentase N=17
        • Double superphosphate-Ca(H2PO4): prosentase P=26
        • Triple superphosphate-P2O5: prosentase P=39
      • Pemupukan diulangi sebanyak beberapa kali, sedikit demi sedikit setiap 7-10 hari sekali.
      • Pemupukan pertama, digunakan 0,95 ppm N dan 0,11 ppm P. Apabila luas tambak 1 ha dan tinggi air rata-rata 60 cm, membutuhkan 75-150 kg pupuk urea dan 25-50 kg TSP.
      • Pertumbuhan plankton diamati dengan secci disc. Pertumbuhan cukup bila pada kedalaman 30 cm, secci disc sudah kelihatan.
      • Takaran pupuk dikurangi bila secci disc tidak terlihat pada kedalaman 25 cm. Sedangkan apabila secci disc tidak kelihatan pada kedalaman 35 cm, maka takaran pupuk perlu ditambah.
  2. Pemberian Pakan
    Makanan untuk tiap periode kehidupan udang berbeda-beda. Makanan udang yang dapat digunakan dalam budidaya terdiri dari:
    1. Makanan alami:
      • Burayak tingkat nauplius, makanan dari cadangan isi kantong telurnya.
      • Burayak tingkat zoea, makanannya plankton nabati, yaitu Diatomaeae (Skeletonema, Navicula, Amphora, dll) dan Dinoflagellata (Tetraselmis, dll).
      • Burayak tingkat mysis, makanannya plankton hewani, Protozoa, Rotifera, (Branchionus), anak tritip (Balanus), anak kutu air (Copepoda), dll.
      • Burayak tingkat post larva (PL), dan udang muda (juvenil), selain makanan di atas juga makan Diatomaee dan Cyanophyceae yang tumbuh di dasar perairan (bentos), anak tiram, anak tritip, anak udanng-udangan (Crustacea) lainnya, cacing annelida dan juga detritus (sisa hewan dan tumbuhan yang membususk).
      • Udang dewasa, makanannya daging binatang lunak atau Mollusca (kerang, tiram, siput), cacing Annelida, yaitut cacing Pollychaeta, udang-udangan, anak serangga (Chironomus), dll.
      • Dalam usaha budidaya, udang dapat makan makanan alami yang tumbuh di tambak, yaitu kelekap, lumut, plankton, dan bentos.
    2. Makanan Tambahan
      Makanan tambahan biasanya dibutuhkan setelah masa pemeliharaan 3 bulan. Makanan tambahan tersebut dapat berupa:
      • Dedak halus dicampur cincangan ikan rucah.
      • Dedak halus dicampur cincangan ikan rucah, ketam, siput, dan udang-udangan.
      • Kulit kerbau atau sisa pemotongan ternak yang lain. Kulit kerbau dipotong-potong 2,5 cm 2 , kemudian ditusuk sate.
      • Sisa-sisa pemotongan katak.
      • Bekicot yang telah dipecahkan kulitnya.
      • Makanan anak ayam.
      • Daging kerang dan remis.
      • Trisipan dari tambak yang dikumpulkan dan dipech kulitnya.
    3. Makanan Buatan (Pelet):
      • Tepung kepala udang atau tepung ikan 20 %.
      • Dedak halus 40 %.
      • Tepung bungkil kelapa 20 %.
      • Tepung kanji 19 %.
      • Pfizer premix A atau Azuamix 1 %.
    • Cara pembuatan:
      • Tepung kanji diencerkan dengan air secukupnya, lalu dipanaskansampai mengental.
      • Bahan-bahan yang dicampurkan dengan kanji diaduk-aduk dan diremas-remas sampai merata.
      • Setelah merata, dibentuk bulat-bulat dan digiling dengan alat penggiling daging. Hasil gilingan dijemur sampai kering, kemudian diremas-remas sampai patah-patah sepanjang rata-rata 1-2 cm.
    • Takaran Ransum Udang dan Cara Pemberian Pakan:
      • Udang diberi pakan 4-6 x sehari sedikit demi sedikit.
      • Jumlah pakan yang diberikan kepada benur 15-20% dari berat tubuhnya per hari.
      • Jumlah pakan udang dewasa sekitar 5-10% berat tubuhnya/ hari.
      • Pemberian pakan dilakukan pada sore hari lebih baik.
  3. Pemeliharaan Kolam/Tambak
    1. Penggantian Air. Pembuangan air sebaiknya melalui bagian bawah, karena bagian ini yang kondisinya paling buruk. Tapi apabila air tambak tertutup air hujan yang tawar, pembuangannya melalui lapisan atas, sedangkan pemasukannya melalui bagian bawah.
    2. Pengadukan secara mekanis (belum biasa dilakukan). Dengan pengadukan, air dapat memperoleh tambahan zat asam, atau tercampurnya air asin dan air tawar. Pengadukan dapat menggunakan mesin pengaduk, mesin perahu tempel, atau kincir angin.
    3. Penambahan bahan kimia (belum biasa dilakukan). Kekurangan zat asam, dapat ditambah dengan Kalium Permanganat (PK/KMnO4). Takaran 5-10 ppm (5-10 gram/1 ton air), masih belum mampu membunuh udang. Kapur bakar sebanyak 200 kg/ha dapat juga untuk mengatasi O2.
    4. Penambahan volume air. Bila suhu air tinggi, penambahan jumlah volume air dapat dikurangi. Perlu diberi pelindung.
    5. Menghentikan pemupukan dan pemberian pakan. Pemupukan dan pemberian pakan dihentikan apabila udang nampak menderita dan tambak dalam kondisi buruk.
    6. Singkirkan ikan dan ganggang yang mati dengan menggunakan alat penyerok.
    7. Penambahan pemberian pakan. Udang diberi tambahan pakan apabila menunjukkan gejala kekurangan makan, sampai pertumbuhan makanan alami normal kembali.
Perbaikan teknis yang diperlukan:

  1. Perbaikan saluran irigasi tambak untuk memungkinkan petakan-petakan tambak memperoleh air yang cukup kualitas dan dan kuantitasnya, selama masa pemeliharaan.
  2. Pompanisasi, bagi tambak-tambak di daerah yang perbedaan pasang surutnya rendah (kurang dari 1 m), yang setiap waktu diperlukan pergantian air ke dalam atau keluar tambak.
  3. Perbaikan konstruksi tambak, yang meliputi konstruksi tanggul, pintu air saringan masuk ke dalam tambak agar tambak tidak mudah bocor, dan tanggul tidak longsor.
  4. Perbaikan manajemen budidaya yang meliputi: cara pemupukan, padat penebaran yang optimal, pemberian pakan, cara pengelolaan air dan cara pemantauan terhadap pertumbuhan dan kesehatan udang.
7. HAMA DAN PENYAKIT
  1. Hama
    1. Lumut
      Lumut yang pertumbuhannya berlebihan. Pengendalian: dapat dengan memelihara bandeng yang berukuran 8-12 cm sebanyak 200 ekor/ha.
    2. Bangsa ketam
      Membuat lubang di pematang, sehingga dapat mengakibatkan bocoran-bocoran.
    3. Udang tanah (Thalassina anomala),
      Membuat lubang di pematang.
    4. Hewan-hewan penggerek kayu pintu air
      Merusak pematang, merusak tanah dasar, dan merusak pintu air seperti remis penggerek (Teredo navalis), dan lain-lain.
    5. Tritip (Balanus sp.) dan tiram (Crassostrea sp.)
      Menempel pada bangunan-bangunan pintu air. Pengendalian hama bangsa ketam, udang tanah, hewan-hewan penggerek kayu pintu air sama dengan pengendalian lumut.
  2. Golongan pemangsa (predator), dapat memangsa udang secara langsung, termasuk golongan buas, antara lain:
    1. Ikan-ikan buas, seperti payus (Elops hawaiensis), kerong-kerong (Tehrapon tehraps), kakap (Lates calcarifer), keting (Macrones micracanthus), kuro (Polynemus sp.), dan lain-lain.
    2. Ketam-ketaman, antara lain adalah kepiting (Scylla serrata).
    3. Bangsa burung, seperti blekok (Ardeola ralloides speciosa), cangak (Ardea cinera rectirostris), pecuk cagakan (Phalacrocorax carbo sinensis), pecuk ulo (Anhinga rufa melanogaster), dan lain-lain.
    4. Bangsa ular, seperti ular air atau ular kadut (Cerberus rhynchops, Fordonia leucobalia, dan Chersidrus granulatus).
    5. Wingsang, wregul, sero, atau otter (Amblonyx cinerea dan Lutrogale perspicillata).
  3. Golongan penyaing (kompetitor) adalah hewan yang menyaingi udang dalam hidupnya, baik mengenai pangan maupun papan.
    1. Bangsa siput, seperti trisipan (Cerithidea cingulata), congcong (Telescopium telescopium).
    2. Ikan liar, seperti mujair (Tilapia mosambica), belanak (Mugil spp), rekrek (Ambassis gymnocephalus), pernet (Aplocheilus javanicus), dan lain-lain.
    3. Ketam-ketaman, seperti Saesarma sp. dan Uca sp.
    4. Udang, yaitu udang kecil-kecil terutama jenis Cardina denticulata, dan lain-lain.
    • Pengendalian:
      1. Ikan-ikan buas dapat diberantas dengan bungkil biji teh yang mengandung racun saponin.
        1. Bungkil biji teh adalah ampas yang dihasilkan dari biji teh yang diperas minyaknya dan banyak diproduksi di Cina.
        2. Kadar saponin dalam tiap bungkil biji teh tidak sama, tetapi biasanya dengan 150-200 kg bungkil biji teh per Ha tambak sudah cukup efektif mematikan ikan liar/buas tanpa mematikan udang yang dipelihara.
        3. Daya racun saponin terhadap ikan 50 kali lebih besar daripada terhadap udang.
        4. Daya racun saponin akan hilang sendiri dalam waktu 2-3 hari di dalam air. Setelah diracun dengan bungkil biji teh, air tambak tidak perlu dibuang, sebab residu bungkil itu dapat menambah kesuburan tambaknya.
        5. Daya racun saponin berkurang apabila digunakan pada air dengan kadar garam rendah. Tambak dengan kedalaman 1 meter dan kadar garam air tambak > 15 permil, bungkil biji teh yang digunakan cukup 120 kg/Ha saja, sedangkan kalau lebih rendah harus 200 kg/Ha. Untuk penghematan air tambak dapat diturunkan sampai 1/3-nya, sehingga bungkil yang diberikan hanya 1/3 yang seharusnya. Setelah 6 jam air tambak dinaikkan lagi, sehingga kadar saponin menjadi lebih encer.
        6. Penggunaan bungkil ini akan lebih efektif pada siang hari, pukul 12.00 atau 13.00.
        7. Sebelum digunakan bungkil ditumbuk dulu menjadi tepung, kemudian direndam dalam air selama beberapa jam atau semalam. Setelah itu air tersebut dipercik-percikan ke seluruh tambak. Sementara menabur bungkil, kincir dalam tambak diputar agar saponin teraduk merata.
      2. Rotenon dari akar deris (tuba).
        1. Akar deris dari alam mengandung 5-8 %o rotenon. Akar yang masih kecil lebih banyak mengandung rotenon.Zat ini dapat membunuh ikan pada kadar 1-4 ppm, tetapi batas yang mematikan udang tidak jauh berbeda.
        2. Dalam air berkadar garam rendah, daya racunnya lebih baik/lebih kuat daripada yang berkadar garam tinggi.
        3. Sebelum digunakan, akar tuba dipotong kecil-kecil, kemudian direndam dalam dalam air selama 24 jam. Setelah itu akar ditumbuk sampai lumat, dimasukkan ke dalam air sambil diremas-remas sampai air berwarna putih susu.
        4. Dosis yang diperlukan adalah 4-6 kg/Ha tambak, apabila kedalaman air 8 cm. Daya racun rotenon sudah hilang setelah 4 hari.
      3. Ikan liar, ikan buas, dan siput dapat juga diberantas dengan nikotin pada takaran 12-15 kg/Ha atau sisa-sisa tembakau dengan takaran antara 200- 400 kg/Ha.
        1. Sisa-sisa tembakau ditebarkan di tambak sesudah tanah dasar dikeringkan dan kemudian diairi lagi setinggi ± 10 cm.
        2. Setelah ditebarkan, dibiarkan selama 2-3 hari, agar racun nikotinnya dapat membunuh hama. Sementara itu airnya dibiarkan sampai habis menguap selama 7 hari.
        3. Setelah itu tambak diairi lagi tanpa dicuci dulu, sebab sisa tembakau sudah tidak beracun lagi dan dapat berfungsi sebagai pupuk.
      4. Brestan-60 dapat digunakan untuk memberantas hama, terutama trisipan.
        1. Brestan-60 adalah semacam bahan kimia yang berupa bubuk berwarna krem dan hampir tidak berbau. Bahan aktifnya adalah trifenil asetat stanan sebanyak 60%.
        2. Takaran yang dibutuhkan adalah 1 kg/Ha, apabila kedalaman air 16-20 cm dan kadar garamnya 28-40%. Makin dalam airnya dan makin rendah kadar garamnya, takaran yang dibutuhkan makin banyak.
        3. Daya racunnya lebih baik pada waktu terik matahari.
        4. Cara penggunaan:
          • Air dalam petakan disurutkan sampai ± 10 cm. Pintu air dan tempat yang bocor ditutup.
          • Bubuk Brestan-60 yang telah ditakar dilarutkan dalam air secukupnya, kemudian dipercik-percikkan ke permukaan air.
          • Air dibiarkan menggenang selama 4-10 hari, agar siputnya mati semua.
          • Setelah itu tambak dicuci 2-3 kali, dengan memasukkan dan mengeluarkan air pada waktu pasang dan surut.
      5. Sevin dicampur dengan cincangan daging ikan, kemudian dibentuk bulatan, dapat digunakan sebagai umpan untuk meracuni kepiting. Karbid (Kalsium karbida) dimasukkan ke dalam lubang kepiting, disiram air dan kemudian. Gas asetilen yang timbul akan membunuh kepiting. Abu sekam yang dimasukkan ke dalam lubang kepiting, akan melekat pada insang dan dapat mematikan.
      6. Usaha untuk mengusir burung adalah dengan memasang pancang-pancang bambu atau kayu di petakan tambakan.
      7. Cara memberantas udang renik (wereng tambak): menggunakan Sumithion dengan dosis 0,002 mg/liter pada hari pertama dan ditambah 0,003 mg/liter pada hari kedua. Kadar yang dapat mematikan udang adalah 0,008 mg/liter. Selalu memeriksa lokasi baik siang maupun malam.
  4. Penyakit asal virus.
    1. Monodon Baculo Virus (MBV)
      Keberadanya tidak perlu dikhawatirkan, karena tidak berpengaruh terhadap kehidupan udang. Penyebab: kondisi stres saat pemindahan post larva ke kolam pembesaran.
    2. Infectious Hypodermal Haematopoietic Necrosis Virus (IHHNV)
      Gejala:
      1. udang berenang tidak normal, yaitu sangat perlahan-lahan, muncul ke permukaan dan mengambang dengan perut di ata;
      2. bila alat geraknya (pleopod dan Periopod) berhenti bergerak, udang akan tenggelam di bawah kolam;
      3. udang akan mati dalam waktu 4-12 jam sejak mulai timbulnya gejala tersebut. Udang penderita banyak yang mati pada saat moulting;
      4. pada kondisi yang akut, kulitnya akan terlihat keputih-putihan dan tubuhnya berwarna putih keruh;
      5. permukaan tubuhnya akan ditumbuhi oleh diatomae, bakteri atau parasit jamur;
      6. pada kulit luar terlihat nekrosis pada kutikula, syaraf, antena, dan pada mukosa usus depan dan tengah. Pengendalian: perbaikan kualitas air.
    3. Hepatopancreatic Parvo-like Virus
      Gejala: terutama menyerang hepatopankreas, sehingga dalam pemeriksaan hepatopankreasnya secara mikroskopik terlihat degenerasi dan adanya inklusion bodies dalam se-sel organ tersebut. Pengendalian: perbaikan kualitas air.
    4. Cytoplamic Reo-like Virus
      Gejala:
      1. udang berkumpul di tepi kolam dan berenang di permukaan air;
      2. kematian udang di mulai pada hari 7-9 setelah penebaran benih (stocking) di kolam post larva umur 18 hari. Pengendalian: belum diketahui secara pasti, yang penting adalah perbaikan kualitas air.
    5. Ricketsiae
      Gejala:
      1. udang berenang di pinggir kolam dalam keadaan lemah;
      2. udang berwarna lebih gelap, tak ada nafsu makan, pada beberapa udang terlihat benjolan-benjolan kecil keputih-putihan pada dinding usus bagian tengah (mid gut);
      3. adanya koloni riketsia, peradangan dan pembengkakan jaringan ikat;
      4. kematian udang mulai terjadi pada minggu ke-7 atau 9 setelah penebaran benih (post larva hari ke-15-25). Angka kematian naik pada hari ke-5 sampai 7, sejak mulai terjadi kematian, kemudian menurun sampai tak ada kematian. Tiga hari kemudian kematian timbul lagi, begitu seterusnya sampai udang dipanen. Pengendalian: menggunakan antibiotik (oksitetrasiklin, sulfasoxasol, dan nitrofurazon) dicampur makanan dapat mengurangi angka kematian, tetapi bila konsentrasi antibiotik menurun, kematian akan timbul lagi.
  5. Penyakit asal Bakteri
    1. Bakteri nekrosis
      • Penyebab:
        1. bakteri dari genus Vibrio;
        2. merupakan infeksi sekunder dari infeksi pertama yang disebabkan oleh luka, erosi bahan kimia atau lainnya.
      • Gejala:
        1. muncul beberapa nekrosis (berwarna kecoklatan) di beberapa tempat (multilokal), yaitu pada antena, uropod, pleopod, dan beberapa alat tambahan lainnya;
        2. usus penderita kosong, karena tidak ada nafsu makan.
      • Pengendalian:
        1. Pemberian antibiotik dalam kolam pembenihan, miaslnya furanace 1 mg/l, oksitetrasiklin 60-250 mg/l dan erytromycin 1 mg/l;
        2. Pengeringan, pembersihan dan disinfeksi dalam kolam pembenihan, serta menjaga kebersihan alat-alat yang digunakan;
        3. pemeliharaan kualias air dan sanitasi yang baik.
    2. Bakteri Septikemia
      • Penyebab:
        1. Vibrio alginolictus, V. parahaemolyticus, Aeromonas sp., dan Pseudomonas sp.;
        2. merupakan infeksi sekunder dari infeksi pertama yan disebabkan defisiensi vitamin C, toxin, luka dan karena stres yang berat.
      • Gejala:
        1. menyerang larva dan post larva;
        2. terdapat sel-sel bakteri yang aktif dalam haemolymph (sistem darah udang).
      • Pengendalian:
        1. pemberian antibiotik dalam kolam pembenihan, misalnya furanace 1 mg/l, oksitetrasiklin 60-250 mg/l dan erytromycin 1 mg/l;
        2. pemeliharaan kualias air dan sanitasi yang baik.
  6. Penyakit asal Parasit
    Dapat menyebabkan penurunan berat badan, penurunan kualitas, kepekaan terhadap infeksi virus/bakteri dan beberapa parasit dapat menyebabkan
    kemandulan (Bopyrid).
    1. Parasit cacing
      1. Cacing Cestoda, yaitu
        • Polypochepalus sp., bentuk cyste dari cacing ini terdapat dalam jaringan ikat di sepanjang syaraf bagian ventral.
        • Parachristianella monomegacantha, berparasit dalam jaringan inter-tubuler hepatopankreas.
      2. Cacing Trematoda: Opecoeloides sp., yang ditemukan pada dinding proventriculus dan usus.
      3. Cacing Nematoda: Contracaecum sp., menyerang hepatopankreas udang yang hidup secara alamiah.
    2. Parasit Isopoda
      Dapat menghambat perkembangan alat reproduksi udang. Parasit ini menempel di daerah branchial insang (persambung antara insang dengan tubuh udang), sehingga menghambat perkembangan gonad (sel telur) pada udang.
  7. Penyakit asal Jamur
    • Menyerang udang periode larva dan post larva yang dapat mati dalam waktu 24 jam.
    • Penyebab:
      1. Jamur Phycomycetes yang termasuk genus Lagenedium dan Sirolpidium;
      2. penyebarannya terjadi pada waktu pemberian pakan.
    • Pengendalian:
      1. pemberian malachite green (0,006-0,1 mg/l) atau trifuralin (0,01 pp,) 3-6 kali sehari akan mencegah penyebaran jamur ke larva yang sehat;
      2. jalan filtrasi air laut untuk pembenihan;
      3. pencucian telur udang berkali-kali dengan air laut yang bersih atau air laut yang diberi malachite green atau trifuralin, karena dapat menghilangkan zoospora dari jamur.
8. PANEN
Udang yang siap panen adalah udang yang telah berumur 5-6 bulan masa pemeliharaan. Dengan syarat mutu yang baik, yaitu:
    1. ukurannya besar
    2. kulitnya keras, bersih, licin, bersinar dan badan tidak cacat
    3. masih dalam keadaan hidup dan segar.
  1. Penangkapan
    1. Penangkapan sebagian
      1. Dengan menggunakan Prayang, yang terbuat dari bambu, yang terdiri dari dua bagian, yaitu kere sebagai pengarah dan perangkap berbentuk jantung sebagai tempat jebakan. Prayang dipasang di tepi tambak, dengan kerenya melintang tegak lurus pematang dan perangkapnya berada di ujung kere. Pemasangan prayang dilakukan malam hari pada waktu ada pasang besar dan di atasnya diberi lampu untuk menarik perhatian udang. Lubang prayang dibuat 4 cm, sehingga yang terperangkap hanya udang besar saja. Pada lubang mulut dipasang tali nilon atau kawat yang melintang dengan jarak masing-masing sekitar 4 cm.
      2. Dengan menggunakan jala lempar. Penangkapan dilakukan malam hari. Air tambak dikurangi sebagian untuk memudahkan penangkapan. Penangkapan dilakukan dengan masuk ke dalam tambak. Penangkapan dengan jala dapat dilakukan apabila ukuran udang dalam tambak tersebut seragam.
      3. Dengan menggunakan tangan kosong. Dilakukan pada siang hari, karena udang biasanya berdiam diri di dalam lumpur.
    2. Penangkapan total
      1. Penangkapan total dapat dilakukan dengan mengeringkan tambak. Pengeringan tambak dapat dilakukan dengan pompa air atau apabila tidak ada harus memperhatikan pasang surut air laut. Malam/dini hari menjelang penangkapan, air dikeluarkan dari petak tambak perlahan-lahan waktu air surut. Pada tambak semi intensif, air disurutkan sampai caren, sehingga kedalaman air 10-20 cm.
      2. Dengan menggunakan seser besar yang mulutnya direndam di lumpur dasar tambak/caren, lalu didorong sambil mengangkatnya jika diperkirakan sudah banyak udang yang masuk dalam seser. Dan cara tersebut dilakukan berulang-ulang.
      3. Dengan menggunakan jala, biasanya dilakukan banyak orang.
      4. Dengan menggunakan kerei atau jaring yang lebarnya sesuai dengan lebar caren. Lumpur dasar tempat udang bersembunyi didorong beramai-ramai oleh beberapa orang yang memegangi kerei atau jaring itu, menuju ke depan pintu air. Di depan pintu air udang dicegat dengan kerei lainnya. Udang terkumpul di kubangan dekat pintu ai, sehingga dengan mudah ditangkap.
      5. Dengan memasang jaring penadah yang cukup luas atau panjang di saluran pembuangan air. Pintu air dibuka dan diatur agar air mengalir perlaha-lahan, sehingga udang tidak banyak tertinggal bersembunyi dalam lumpur. Udang akan keluar bersama air dan tertadah dalam jaring yang terpasang dan dengan mudah ditangkapi dengan seser.
      6. Dengan menggunakan jaring (trawl) listrik. Jaring ini berbentuk dua buah kerucut. Badan kantung mempunyai bukaan persegi panjang. Mulut kantung yang di bawah di pasang pemberat agar dapat tenggelam di lumpur. Bagian atas mulut jaring diberi pelampung agar mengambang di permukaan air. Bagian bibir bawah mulut jaring dipasang kawat yang dapat dialiri listrik berkekuatan 3-12 volt. Listrik yang mengaliri kawat di dasar mulut jaring akan mengejutkan udang yang terkena, lalu udang akan meloncat dan masuk ke dalam jaring.
  2. Pembersihan
    Udang yang telah ditangkap dikumpulkan dan dibersihkan sampai bersih. Kemudian udang ditimbang dan dipilih menurut kualitas ukuran yang sama dan tidak cacat.
9. PASCAPANEN
Beberapa hal yang penting yang perlu diperhatikan dalam penanganan pasca panen:
  1. Alat-alat yang digunakan harus bersih.
  2. Penanganan harus cepat, cermat, dan hati-hati.
  3. Hindarkan terkena sinar matahari langsung.
  4. Cucilah udang dari kotoran dan lumpur dengan air bersih.
  5. Masukkan ke dalam keranjang, ember, atau tong, dan siram dengan air bersih.
  6. Selalu menggunakan es batu untuk mendinginkan dan mengawetkan udang.
  7. Selain didinginkan, dapat juga direndam dalam larutan NaCl 100 ppm untuk mengawetkan udang pada temperatur kamar dan untuk membunuh bakteri pembusuk (Salmonella, Vibrio, Staphylococcus).
  8. Kelompokan menurut jenis dan ukurannya.
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA
  1. Analisis Usaha Budidaya
    Perkiraan analisis usaha pembesaran Udang Galah di Desa Tangkil Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Selama 2 musim (1 tahun) pada tahun 1999 adalah sebagai berikut:
    1. Biaya Produksi
      1. Lahan
        • Sewa lahan 2 tahun Rp. 3.200.000,-
        • Pengolahan lahan Rp. 125.000,-
      2. Bibit
        • Benur 60.000 ekor Rp. 16,- Rp. 960.000,-
      3. Pakan
        • UG 801 86,40 kg @ Rp 2.600,- Rp. 224.460,-
        • UG 802 590,40 Kg Rp. 2.400,- Rp. 1.416.960,-
        • UG 803 1.882,57 kg Rp. 2.300,- Rp. 4.329.900,-
      4. Obat-obatan dan pupuk
        • BCK 4 liter @ Rp. 12.500,- Rp 50.000,-
        • Sanponin 40 kg @ Rp 1500,- Rp. 60.000,-
        • Urea 10 kg @ Rp 2000,- Rp. 20.000,-
        • KCL 10 kg @ Rp 2.500,- RP. 25.000,-
        • Pupuk kandang 20 kg @ Rp 500,- Rp. 10.000,-
        • Kapur 100 kg @ Rp. 1000,- Rp. 100.000,-
      5. Alat
        • Timbangan 1 Unit @ Rp. 100.000,- Rp. 100.000,-
        • pH Pen 1 Unit @ Rp. 50.000,- Rp. 50.000,-
        • Jala/Jaring 2 Unit @ Rp. 25000,- Rp. 50.000,-
        • Cangkul 3 Unit @ Rp. 6.000,- Rp. 18.000,-
        • Skoop 1 Unit @ Rp. 6.000,- Rp. 6.000,-
        • Serok 3 Unit @ Rp. 4.500,- Rp. 13.500,-
        • Plastik 20 meter @ Rp. 2.000,- Rp. 40.000,-
        • Saringan 10 meter @ Rp. 2.500,- Rp. 25.000,-
        • Ember Plastik 3 unit @ Rp. 5.000,- Rp. 15.000,-
        • Keranjang 5 unit @ Rp. 5.500,- Rp. 16.500,-
      6. Tenaga kerja
        • Tenaga Tetap 12 MM @ Rp 250.000,- Rp. 1.500.000,-
        • Tenaga Tak Tetap 10 OH @ Rp 8.000,00 Rp. 80.000,-
      7. Lain-lain
        • Rekening Listrik 6 bulan @ Rp 15.000,- Rp. 90.000,-
        • Transportasi Rp. 20.000,-
      8. Biaya tak terduga 10% Rp. 1.254.532,-
        Jumlah biaya produksi Rp 12.545.320,-
    2. Pendapatan 2 musim/th:1912,3 kg @ Rp 19.000,- Rp.34.463.700,-
    3. Keuntungan per tahun/2 musim Rp.21.918.380,-
      Keuntungan per musim (6 bulan) Rp. 4.686.530,-
    4. Parameter kelayakan
      1. B/C ratio per musim 1,37
      2. Atas dasar Unit :BEP = FC/P-V 206,4 kg
      3. Atas dasar Sales : BEP = FC/1-(VC/R) Rp 3.688.540,-10.2.
Gambaran Peluang Agribisnis
Sampai saat ini udang merupakan komoditi budidaya yang mempunyai prospek cukup baik, baik untuk komsumsi dalam negeri maupun komsumsi luar negeri. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya permintaan ekspor untuk udang.
11. DAFTAR PUSTAKA
  1. Brahmono. 1994. Limbah Udang Untuk Pembuatan Tepung. Dalam Kumpulan Kliping Udang II. Trubus.
  2. Darmono. 1991. Budidaya Udang Penaeus . Kanisius. Yogyakarta.
  3. Hanadi, S. 1992. Pengolahan Udang Beku. Karya Anda. Surabaya.
  4. Heruwati, E.S. dan Rahayu, S. 1994. Penanganan dan Pengelolaan Pasca Panen Udang unutuk Meningkatkan Mutu dan Mendapatkan Nilai Tambah. Dalam Kumpulan Kliping Udang II. Trubus.
  5. Mudjiman, A. 1987. Budidaya Udang Galah. Penebar Swadaya. Jakarta.
  6. __________ . 1988. Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya. Jakarta.
  7. __________ . 1994. Udang yang Bikin Sehat. Dalam Kumpulan Kliping Udang II. Trubus.
  8. Murtidjo, B.A. 1992. Budidaya Udang Windu Sistem Monokultur. Kanisius. Yogyakarta.
  9. Purnomo. 1994. Limbah Udang Potensial untuk Industri. Dalam Kumpulan Kliping Udang II. Trubus.
  10. Suyanto, S.R. dan Mudjiman, A. 1999. Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya. Jakarta.
12. KONTAK HUBUNGAN
Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS;
Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829
Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas

BUDIDAYA TIRAM MUTIARA

BUDIDAYA TIRAM MUTIARA
1. PENDAHULUAN
Mutira semula hanya diperoleh dari tiram mutiara yang hidup alami di laut. Berkat kemajuan teknologi saat ini, mutiara sudah dapat dibudidayakan, walaupun sebagian besar teknologinya masih didominasi atau dikuasai oleh bangsa lain. Balai Budidaya Laut, Lampung selalu berupaya untuk mengejar ketinggalan teknologi budidaya mutiara tersebut, karena menyadari betapa besar potensi mutiara di negara kita. Keberhasilan Balai Budidaya Laut membudidayakan mutiara merupakan langkah baru yang menunjukan bahwa teknologi itu dapat dilakukan oleh bangsa Indonesia. Di negara kita tiram mutiara yang banyak dibudidayakan adalah jenis Pinctada maxima (Goldlip Pearl Oyster). Jenis ini banyak ditemukan di perairan Indonesia Bagian Timur (Maluku, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat).
2. PEMILIHAN LOKASI
  1. Lokasi terlindung dari angin dan gelombang yang besar.
  2. Perairan subur, kaya akan makanan alami.
  3. Kecerahan cukup tinggi.
  4. Cukup tersedia induk/benih tiram mutiara.
  5. Dasar perairan pasir karang dan kedalaman air 15 ~ 25 m.
  6. Kadar garam 30 ~ 34 ppt dan suhu 25 ~ 28 0 C.
  7. Bebas pencemaran.
3. PEMASANGAN INTI
  1. Pemasangan inti mutiara bulat
    • Tiram mutiara yang telah terbuka cangkangnya ditempatkan dalam penjepit dengan posisi bagian anterior menghadap ke pemasang inti.
    • Inti mutiara bulat dibuat dari cangkang kerang air tawar dengan diameter bervariasi antara 6 ~ 12 mm.
    • Setelah posisi organ bagian dalam terlihat jelas, dibuat sayatan mulai dari pangkal kaki menuju gonad dengan hati-hati.
    • Dengan graft carrier masukkan graft tissue (potongan mantel) ke dalam torehan yang dibuat.
    • Masukkan inti dengan nucleus carrier secara hati-hati sejalur dengan masuknya mantel. Penempatannya harus bersinggungan dengan mantel.
    • Pemasangan inti selesai, tiram mutiara dipelihara dalam keranjang pemeliharaan.
  2. Pemasangan inti mutiara setengah bulat (blister)
    • Tiram mutiara yang telah terbuka cangkangnya diletakkan dalam penjepit dengan posisi bagian ventral menghadap arah pemasang inti.
    • Inti mutiara blister bentuknya setengah bundar, jantung atau tetes air; terbuat dari bahan plastik. Diameter inti mutiara blister berkisar 1 ~ 2 cm.
    • Sibakkan mantel yang menutupi cangkang dengan spatula, sehingga cangkang bagian dalam (nacre) terlihat jelas.
      Gambar 1. Pemasangan Inti Mutiara Bulat
      1. Gonad
      2. Hati
      3. Perut
      4. Kaki
      5. Inti
      6. Mantel
      7. Otot adductor
      8. Otot retractor
    • Tempatkan inti mutiara blister yang telah diberi lem/perekat dengan alat blister carrier pada posisi yang dikehendaki; minimal 3 mm di atas otot adducator.
    • Setelah cangkang bagian atas telah diisi inti mutiara blister, kemudian tiram mutiara dibalik untuk pemasangan inti cangkang yang satunya. Diusahakan pemasangan inti ini tidak saling bersinggungan bila cangkang menutup. Satu ekor tiram mutiara dapat dipasangi inti mutiara blister sebanyak 8 ~ 12 buah, dimana setiap belahan cangkang dipasangi 4 ~ 6 buah.
    • Pemasangan inti mutiara blister selesai, tiram mutiara dipelihara dalam keranjang pemeliharaan di laut.
4. PEMELIHARAAN
  1. Tiram mutiara yang dipasangi inti mutiara bulat perlu dilakukan pengaturan posisi pada waktu awal pemeliharaan, agar inti tidak dimuntahkan keluar. Disamping itu tempat dimasukkan inti pada saat operasi harus tetap berada dibagian atas.
  2. Pemeriksaan inti dengan sinar-X dilakukan setelah tiram mutiara dipelihara selama 2 ~ 3 bulan, dengan maksud untuk mengetahui apabila inti yang dipasang dimuntahkan atau tetap pada tempatnya.
  3. Pembersihan cangkang tiram mutiara dan keranjang pemeliharaannya harus dilakukan secara berkala; tergantung dari kecepatan/kelimpahan organisme penempel.                                     

















                   Gambar 2. Pemasangan Inti Mutiara Blister

5. PANEN
Mutiara bulat dapat dipanen setelah dipelihara 1,5 ~ 2,5 tahun sejak pemasangan inti, sedangkan mutiara blister dapat dipanen setelah 9 ~ 12 bulan.
6. SUMBER
Brosur Budidaya Tiram Mutiara, Balai Budidaya Laut, Direktorat Jendral Perikanan, Departemen Pertanian, Lampung.
7. KONTAK HUBUNGAN
Balai Budidaya Laut, Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Lampung

Sumber: WARINTEK - Menteri Negara Riset dan Teknologi

Karakteristik “nanowires” kemampuan penghantar arus listrik pada sel mikro organisme


Karakteristik “nanowires” kemampuan penghantar arus listrik pada sel mikro organisme.


Fenomena “nanowires” yang tergambarkan dengan jelas untuk pertama kalinya berhasil diamati dari pengamatan atas mikro-organisme Shewanella oneidensis strain MR-1 yakni suatu jenis bakteri berujud serupa untaian rambut yang berkemampuan menyalurkan listrik sepanjang juluran batang untaian rambut tersebut, hal yang mungkin tampaknya memainkan peranan kunci dalam proses respirasi pada kejadian terlontarkannya elektron keluar jauh dari sel.
Respirasi terjadi dalam proses metabolisme dimana sejumlah organisme dalam tubuh memperoleh energi dari molekul organik yang prosesnya terjadi dalam sel dan jarinqan dalam tubuh ketika energi dan qas CO2 (carbon dioxide) dilepaskan dan diserap oleh darah guna disalurkan ke organ paru-paru.
Fenomena yang sering disebut sebagai karakteristik “conductive pili” atau “nanowires” yakni kemampuan dari ujud mikro-organisme dalam sel untuk menghantarkan muatan listrik dalam tatanan proses metabolisme. Keberhasilan riset pengamatan atas Shewanella oneidensis strain MR-1 yang dilakukan oleh ahli biofisika Moh El-Naggar dari University of Southern California dipublikasikan dalam journal ilmiah Proceedings of the National Academy of Sciences terbitan mid Oktober yl.

Berbeda halnya dalam proses respirasi dengan aktivasi zat oksigen yang berlangsungnya proses difusi dengan melalui proses pertukaran elektron melewati membran sel; maka untuk golongan bakteri sosok mikro-organisme Shewanella oneidensis MR-1 dalam jalannya proses respirasi diketahui berkemampuan menghantarkan energi dengan melewati sebentuk zat padat / solid non-organik ---metal oxide--- sebagai penerima elektron (electron acceptors). Sehingga oleh karenanya kalangan ahli meyakini bahwa diperlukan suatu jalan mekanisme lain dalam menyalurkan pelepasan elektron keluar hingga mencapai zat solid yang jauh diluar dari membran sel. Dan bagi kalangan ahli riset terkini mikrobiologi salah satu karakteristik yang ditengarai berkerakteristik cocok demikian adalah “nanowires” yang melekat pada sejumlah sel mikro-organisme.

Dalam riset yang dilakukan Moh El-Naggar dkk. menumbuhkan bakteri Shewanella oneidensis sedemikian rupa dalam kondisi untuk menjadikan teramatinya produksi nanowires yang melimpah serta dengan membatasi sedemikian rupa keberadaan zat metal berkarakter electron acceptors. Eksperimen pun kemudian mengaplikasikan perangkat pemindai voltase listrik. Pengamatan menunjukkan adanya arus listrik yang tersalurkan dalam konfigurasi ini. Demikian halnya ketika juluran sel nanowires disisihkan maka aliran arus listrik pun menghilang. Penelitian ini bahkan berhasil pula untuk pertama kalinya melakukan pengukuran atas besaran nominal arus listrik yang mengalir.
Akan halnya keberhasilan riset yang untuk pertama kalinya berhasil dengan amat jelas proses kejadian fenomena nanowires berikut pemindaian atas besaran arus listrik yang terjadi menjadikannya sebagai sebuah penemuan penting bagi kajian riset terapan terkini bidang mikrobilogi. Apresiasi tertinggi akan pentingnya penemuan riset ini diungkapkan oleh kolega ilmuwan peneliti ahli mikrobiologi yakni; Gemma Reguera dari Michigan State University dan Derek Lovley dari University of Massachusetts seraya mengimbuhkan temuan riset yang membuktikan adanya arus listrik dari fenomena nanowires dalam tatanan mikroorganisme ini sebagai hasil yang menakjubkan : “fascinating...” ! 
 Sumber: http://www.iptek.net.id

PERANAN IMTAQ DAN IPTEK DALAM MEMBANGUN PERADABAN INDONESIA MADANI

PERANAN IMTAQ DAN IPTEK DALAM MEMBANGUN PERADABAN INDONESIA MADANI
    
Pekanbaru, 15 Januari 2011

Disampaikan pada acara Kajian membaca Ayat-ayat Kauniyah,
Mejelis Pengurus Wilayah ICMI Orwil Riau

Bismillaahirrrahmaanirrahiim

Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh

"Innallaha la yughayyiru maa biqawmin, hattaa yughayyiruu maa bi anfusihim”, ”Sesungguhnya Allah tidak merubah nasib suatu kaum,sampai kaum itu merubahnya sendiri” (Qs.Ar-Ra’du:11)
Segala puja dan puji bagi Allah SWT Yang Maha Mengetahui segala rahasia kehidupan, Yang Maha Mengatur lakon kehidupan yang dipentaskan oleh hamba-hamba-Nya di Bumi yang dihamparkan-Nya,  Yang Maha Mencerahkan kalbu manusia, sehingga mereka menjadi khalifah dan hamba-Nya yang saleh,  Yang Memutar roda perputaran bumi dan zaman, kebangkitan dan kehancuran bangsa, serta mengantarkan kecemerlangan peradaban manusia atau menghancurkannya.  Salawat dan salam semoga selalu tercurah untuk Baginda Rasulullah SAW, yang melalui ajarannya muncul manusia-manusia langka pilihan yang menjadi aktor pembangunan umat manusia. 

1. PENDAHULUAN: KETERPADUAN AYAT KAULIYAH DAN KAUNIYAH
Para ilmuwan Muslim memimpikan pupusnya dikotomi antara ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu empiris.  Sebab, tradisi Eropa yang telah memisahkan sains dari agama—yang sebelumnya padu di tangan saintis Muslim di Abad Pertengahan—adalah alasan utama untuk itu. 
Setelah empirisme yang dimulai oleh Roger Bacon dan Robert Grosseteste dari Oxford menjadi ikon kuat di Eropa pada awal abad ke-12 kemudian menjadi lebih populer di tangan Francis Bacon melalui karyanya yang terkenal Novum Organum dan New Atlantis—yang tidak lain diilhami tradisi ilmiah Islam—, maka genderang revolusi ilmiah dan spesialisasi ilmu menjadi trend ilmiah.  Setelah itu yang terjadi adalah pemisahan antara ilmu-ilmu alam—yang berbasis metode eksperimental—dengan filsafat alam, yang berbasis metode rasional-spekulatif.  Dinding-dinding antar disiplin ilmu pun makin tinggi dibangun, yang baru kemudian runtuh di abad moderen ini, dengan berfusinya beberapa disiplin ilmu untuk membentuk disiplin baru.  Bersama pengalaman pahit inkuisisi agamawan Eropa atas ilmuwan di abad tengah, maka ketegangan dan keterpisahan ilmu dan agama semakin jauh.

Dua medan pertentangan ilmu-agama yang layak dicatat adalah masalah penciptaan dalam evolusi Darwin dan dalam kosmologi—khususnya teori Steady State Universe (Keith Wilks, 1982).  Dengan evolusi biologisnya Darwin secara tidak langsung menolak penciptaan manusia sempurna melalui Adam dan Hawa.  Sementara teori “jagad raya ajeg”—yang dipelopori Bondi, Gold dan Hoyle—berhipotesis bahwa ruang sebesar Stadion Utama Senayan di alam semesta mampu menciptakan satu inti atom hidrogen setiap 100 tahun.  Alam kekal, karena ruang berkemampuan menciptakan materi dan galaksi, bukan sebab-sebab metafisis lainnya (Baca: Tuhan Yang Mahakuasa, Allah SWT).  Bahkan fisika secara umum, bergerak hanya pada penjelasan-penjelasan material dan menolak penjelasan metafisis, yang dikokohkan dengan hukum “kekekalan materi”.   
Artinya, secara substansial antara ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu empiris memang berbeda, dan sulit disatukan.  Secara ontologis obyek kajian ilmu-ilmu agama adalah risalah kenabian (ayat kauliyah), sedang ilmu-ilmu empiris adalah manusia dan alam (ayat kauniyah).  Secara epistemologis, basis ilmu-ilmu agama adalah metode tekstual, sementara untuk ilmu eksakta adalah metode rasional-eksperimental.  Hanya keyakinan bahwa sumber ilmu itu satu—baik ayat kauliyah maupun ayat kauniyah—yang datangnya dari Allah SWT dan mesti berujung pada pencerahan dan pengamalan sebagai bukti prilaku hamba yang saleh (baca: ibadah), maka ilmu agama dan ilmu empiris mesti dipandang sebagai suatu yang padu, tanpa pertentangan dan dikotomi.
Persoalan ini sebenarnya cukup klasik.  Teori “kebenaran ganda”, yang digaungkan Siger Brabant—tokoh Averoisme latin—yang dianggap berasal dari Ibnu Rusyd, menyatakan bahwa kesimpulan-kesimpulan akal budi murni dapat berbenturan dengan kebenaran wahyu (W. Montgomery Watt,1995).  Namun menurutnya, kedua kebenaran itu harus diterima.  Al Ghazali dalam Tahafut al Falasifah atau Al Qardhawi dalam Al Qur’an dan As-sunnah Referensi Tertinggi Ummat Islam secara tegas menolak teori kebenaran ganda semacam itu.  Kebenaran wahyu yang datangnya dari Allah SWT adalah kebenaran mutlak dan tertinggi, yang mengatasi kebenaran kognitif yang relatif.   
Dengan latar belakang ini, dapat difahami harapan agar ilmuwan Muslim dapat menguasai dan menjelaskan ilmu yang mereka kuasai dalam perspektif Islam, sehingga tidak terjadi split personality. 
Kajian membaca ayat-ayat Kauniyah, Mejelis Pengurus Wilayah ICMI Orwil Riau, memiliki spirit yang serupa.  Saya menangkap kesan, bahwa forum ini akan berusaha membaca ulang ilmu-ilmu empiris (ayat-ayat kauniyah) dalam sinar keimanan, sehingga tidak terjadi pertentangan dalam pemahaman kaum Muslimin atas hakekat ilmu, bahkan yang terjadi adalah sinergi dan daya dorong positif agama atas ilmu di satu sisi (bayan), dan penjelasan empiris ilmu atas pernyataan wahyu di sisi lain (burhan).


2. PERADABAN INDONESIA MADANI

2.1 Konteks Indonesia
Masyarakat Madani secara teoritis didefinisikan sebagai masyarakat berperadaban tinggi dan maju yang berbasiskan pada: nilai-nilai, norma, hukum, moral yang ditopang oleh keimanan; menghormati pluralitas; bersikap terbuka dan demokratis; dan bergotong royong menjaga kedaulatan negara. 

Secara operasional dalam konteks Indonesia, pengertian genuin di atas perlu dipadukan dengan fakta kondisional masyarakat Indonesia di masa kini yang terikat dalam ukhuwah Islamiyyah (ikatan keislaman), ukhuwah wathaniyyah (ikatan kebangsaan), dan ukhuwah basyariyyah (ikatan kemanusiaan) dalam bingkai NKRI.  Pluralitas etnik dan ideologis masyarakat Indonesia yang mengisi wilayah beribu pulau dan beratus suku yang membentang dari Sabang hingga Merauke—yang melebihi panjang dari pantai barat sampai pantai timur Benua Amerika—adalah sebuah realita kebhinekaan yang nyata dan obyektif.  Indonesia sebagai zamrud khatulistiwa, sebagai benua maritim, paru-paru dunia, dengan biodiversitas yang berlimpah, sumber daya alam di darat maupun di laut, secara geografis dan demografis memperlihatkan fakta empiris kekayaan alam di samping pluralitas kekayaan budaya.
Karenanya masyarakat madani yang kita citakan secara visional adalah sebangun dengan “Indonesia Baru” yang kita inginkan sebagai sebuah kondisi ideal normatif yang menjadi harapan masyarakat, bangsa dan negara. Arah pembangunan Indonesia yang kita citakan adalah terbentuknya masyarakat yang menjadikan nilai-nilai tauhid sebagai landasan tata kehidupan mereka. Di dalamnya terisi dengan individu-individu yang bebas dari sikap menzalimi diri sendiri. Berkumpul dalam keluarga yang egaliter yang menjadi basis internalisasi dan ideologisasi nilai-nilai kebaikan dan keimanan.  Di antara kaum laki-laki dan perempuan terikat dalam relasi yang proporsional saling melengkapi dalam rangka merealisasikan “amanah” penciptaan manusia. Hak-hak masyarakat terdistribusi secara proporsional hingga terbangun kesederajatan sosial dan kehidupan yang tenteram dan dinamis menuju terbentuknya masyarakat madani. Manusia Indonesia hidup dalam tatanan kekuasaan yang demokratis, berjalan dalam koridor hukum dan agama, dan rakyat memperoleh hak-hak politiknya secara penuh. Di sana tegak persamaan hak di hadapan hukum bagi setiap orang dengan prosedur dan mekanisme yudisial yang berkeadilan. Mereka berusaha dalam sistem ekonomi egaliter, sebagai cermin dari ekonomi yang berkeadilan, yang memungkinkan perilaku ekonomi yang adil dan memberikan akses yang sama pada seluruh rakyat sehingga kekayaan tidak menumpuk hanya pada segelintir orang yang memicu jurang kesenjangan.  Dimana pemanfaatan dan pengendalian ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) secara etis sebagai modal dasar pembangunan peradaban untuk kesejahteraan manusia Indonesia dan kemandirian bangsa. Warna-warni kehidupan mencerminkan pluralitas kebudayaan sebagai entitas yang berinteraksi secara harmonis menuju kemajuan peradaban.  Individu dan masyarakat mendapat pendidikan yang integratif untuk membangun manusia yang mampu merealisasikan “amanah” penciptaannya menuju kehidupan sejahtera dan kemajuan bangsa. 
Itulah masyarakat yang relijius, yang seluruh komponennya bekerja sama dalam kebaikan, tolong-menolong dalam mensejahterakan masyarakat dan meningkatkan keimanan.  Masyarakat yang adil dan makmur, yang melindungi warganya, mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan turut menjaga ketertiban dunia. Suatu masyarakat dan bangsa yang hidup berdampingan sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia, masyarakat dengan budaya takwa. Indonesia yang kita citakan adalah kondisi masyarakat yang hidup penuh dengan kasih-sayang, yang muda menghormati yang tua, yang tua menghargai yang muda, laki-laki bahu membahu dengan perempuan, dalam pluralitas kebudayaan.  Sebuah taman sari kehidupan kolektif kita, yang bermuara pada terjaminnya manusia dalam memenuhi 5 (lima) kebutuhan primer hidupnya (maqosid syariah), yakni perlindungan atas: agama, jiwa, akal, harta dan keturunan.  Masyarakat adil, makmur, sejahtera dan bermartabat.

2.2 Strategi Transformasi   
Strategi transformasi bangsa bagi terwujudnya peradaban madani yang dicitakan di atas perlu dilakukan dalam kombinasi dua aras antara perubahan yang bersifat bottom-up dengan top-down: yakni melalui pendekatan kultural dan pendekatan struktural. Pendekatan kultural dilakukan oleh individu maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan, yayasan/ormas dan berbagai lembaga/organisasi lainnya, melaksanakan pelayanan, penyuluhan dan perbaikan masyarakat secara bottom-up melalui pembangunan di berbagai aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi, budaya, lingkungan hidup, kependudukan, kewanitaan, pengentasan kemiskinan, dan lain sebagainya.  Pendekatan struktural dilakukan oleh negara secara komprehensif dalam lembaga legislatif, eksekutif, yudikatif dan sektor-sektor lain melalui mekanisme konstitusional dengan cara  membangun sistem, merumuskan kebijakan publik, regulasi dan perundangan yang secara struktural dan top-down digunakan sebagai pedoman dalam rangka transformasi masyarakat menuju peradaban madani.  Gerakan struktural ini sekaligus berpartisipasi dalam implementasi dan pengawasan pembangunan bangsa.  Kalau pendekatan kultural adalah “politik garam” (perlahan, bertahap dan tak terlihat namun terasa asin), maka pendekatan struktural adalah “politik cabai” (eksplisit, legal, imperatif dan tegas). 
Dalam era partisipatif dan demokratis sekarang ini tidak relevan lagi mendikotomikan kedua pendekatan di atas.  Pendekatan kultural dan pendekatan struktural sama-sama penting dan wajib dilakukan.  Kombinasi dan sinergi kedua pendekatan ini akan mempercepat laju transformasi bangsa menuju peradaban masyarakat madani yang kita citakan.
Mencermati strategi transformasi bangsa di atas, maka ada urgensi, kestrategisan dan pentingnya peran Imtaq dan Iptek dalam membangun peradaban Indonesia Madani.

3. PERANAN IMTAQ DAN IPTEK

3.1 Peran Imtaq
Dimana peran Imtaq dalam pembangunan peradaban Indonesia Madani?  Maka jawabnya sangat jelas pada “jantung” peradaban itu sendiri.  Alasannya sederhana, karena  Indonesia Madani adalah masyarakat berperadaban tinggi dan maju yang berbasiskan pada nilai-nilai, norma, hukum, moral yang ditopang oleh keimanan; menghormati pluralitas; bersikap terbuka dan demokratis; dan bergotong royong menjaga kedaulatan negara.  Kalau kita karakterisasi lebih lanjut, maka pertama, unsur manusia menjadi obyek dan subyek.  Kedua, ruh dari peradaban madani adalah relijiusitas-keimanan.  Ketiga, tujuannya adalah kesejahteraan, keadilan, martabat dll. adalah nilai-nilai luhur yang merupakan diferensiasi dari nilai keimanan.  Dengan demikian domain peradaban madani ekuivalen dengan domain Imtaq sendiri, karenanya peran Imtaq menjadi urgen, strategis dan dominan dalam pembangunan peradaban Indonesia Madani.
Pertama, karena membangun peradaban madani ini bertumpu pada manusia sebagai obyek sekaligus subyek (aktor), maka pembangunan manusia ini perlu dijalankan secara terpadu antara sisi brain (aqliyah), mind (qolbiyah), dan body (jasadiyah).  Pada titik inilah pentingan Imtaq-spiritualitas-relijiusitas.  Membangun kecerdasan manusia Indonesia, kesalehan sosial, dan kemajuan budaya menuju peradaban madani atau dalam bahasa yang lebih operasional, menghapus kebodohan, kekerasan sosial, dan keterbelakangan budaya”, sebab kita memandang kebodohan (rendahnya kualitas pendidikan), kekerasan (hilangnya kesantunan dan kedamaian dalam menyelesaikan segala bentuk konflik), serta keterbelakangan (kemandegan dan kejumudan) sebagai musuh sosial bangsa memerlukan kecerdasan bukan hanya dari sisi intelektual/rasional (IQ), namun juga mencakup sisi emosional (EQ) dan spiritual (SQ), agar sempurnalah sosok manusia Indonesia yang kita citakan (insan kamil).  Sisi emosional dan spiritual perlu mendapat perhatian yang memadai dalam proses pembangunan manusia Indonesia ke depan. Manusia yang cerdas paripurna itu akan lebih mampu menanggung beban dan menghadapi segenap cobaan hidup (adeversity quotient/AQ) dalam menggerakkan roda dan sebagai subyek pembangunan bangsa.
Manusia yang seimbang antara sisi intelektual, emosional dan spiritual itu sangat menyadari posisi dirinya dan tujuan yang akan dicapainya. Mereka tidak akan mudah mengalami krisis identitas sebagaimana terlihat pada sebagian warga di sekelilingnya, sehingga mereka dapat berperan sebagai unsur pengubah lingkungan dan pengarah masyarakat untuk menuju masyarakat madani. Mereka juga menyadari betul agenda reformasi yang harus diperjuangkan, dan sejalan dengan cita-cita kemerdekaan yang telah diproklamsikan sejak lama. Mereka tak mudah goyah dan larut dalam perubahan zaman, bahkan menjadi pilar penjaga nilai-nilai perjuangan dan membuat arus baru yang akan menyelamatkan masyarakat dari kebobrokan dan kehancuran sosial.
Kedua, ruh dari peradaban madani adalah keimanan.  Manusia yang cerdas tidak hanya memikirkan kepentingan dan keselamatan dirinya sendiri, tetapi memikirkan kepentingan dan keselamatan masyarakat umum. Mereka melawan egoisme dan individualisme, lalu bersungguh-sungguh menumbuhkan semangat kolektif dan solidaritas sosial tanpa pamrih. Bagi insan kamil sebagai subyek masyarakat madani, kesalehan bukan hanya semata bermakna ketaatan menjalankan ritual agama dan ketentuan hukum, melainkan juga mengobarkan spirit agama yang membebaskan dan substansi hukum yang menjunjung keadilan dan kebenaran. Kesalehan (ascetism) berpangkal dari iman (faith) dan taqwa (pious), yang akhirnya melahirkan tindakan nyata yang bermanfaat bagi orang banyak.  Karenanya menjadi jelas bila Imtaq-spiritualitas-relijiusitas menjadi strategis dalam pembangunan peradaban Indonesia madani.
Aktor pembangunan masyarakat madani ialah mereka yang paling besar kontribusinya kepada masyarakat dan mengimplementasikan ketaatannya kepada Sang Khalik dengan berbuat kebajikan serta melayani semua makhluk. Kesalehan pribadi yang berakumulasi menjadi kesalehan publik akan membentuk lingkungan yang positif untuk berkembangnya seluruh potensi kemanusiaan (humanity) dan kewargaan (citizenry), melalui cermin peningkatan etos kerja, sikap terbuka akan kreasi dan inovasi baru, serta menguatnya solidaritas sosial.
Ketiga, tujuan akhir dari peradaban Indonesia madani adalah kesejahteraan, keadilan, martabat dll. yang merupakan nilai-nilai luhur diferensiasi dari nilai keimanan. Manusia madani berperan untuk menanggulangi krisis identitas dan modalitas bangsa; mengubah kondisi keterbelakangan menjadi kemajuan budaya. Kemajuan personal tidak hanya bersifat fisik, namun mengembangkan nilai-nilai universal kemanusiaan, sehingga tiap warga menyadari fungsi dan peran hidupnya sebagai seorang hamba, pemimpin, dan pembangun peradaban baru berbasis nilai-nilai keimanan. Kemajuan kolektif juga tak hanya bersifat fisik dan material, melainkan tumbuh suburnya nilai dan pranata keimanan, serta semakin menipisnya nilai dan pranata keburukan dan kemungkaran. Kemajuan budaya bagi suatu bangsa berarti bangsa ini menyadari kembali jati dirinya yang telah lama tererosi.
Jati diri itu antara lain sebagai bangsa pejuang yang membenci segala bentuk penindasan, bangsa yang mandiri dan menolak segala format ketergantungan, serta bangsa yang terbuka terhadap perubahan dan menolak eksklusifisme atau fanatisme sempit. Bangsa yang maju tak selalu berarti meninggalkan nilai-nilai relijius, tradisional dan lokal, sepanjang itu masih mencerminkan substansi kebaikan dan kebenaran universal.  Namun, bangsa yang mau adalah bangsa, yang mampu memadukan nilai-nilai modern yang lebih baik dengan warisan tradisional yang sesuai tuntutan zaman, yang berbasis keimanan.
Dengan demikian peran Imtaq menjadi urgen, strategis dan dominan dalam seluruh bangunan peradaban Indonesia Madani.  Imtaq menjadi ruh dan spirit peradaban Indonesia madani, yang menyiadakan basis epos, etos dan elan vital dinamika transformasi bangsa menuju keunggulan.

3.2 Peran Iptek
Sekarang, dimana peran Iptek dalam pembangunan peradaban Indonesia Madani?  Perlukah sebuah rekonstruksi Iptek seperti di masa keemasan Islam? 
Mungkin sulit kita mengulang prestasi itu.  George Sarton dalam Introduction: History of Science mewakili setiap setengah abad dengan satu tokoh ilmuwan.  Setelah abad Yunani dan China, maka berturut-turut sejak tahun 750-1100 M disebut oleh Sarton sebagai abad Jabir al Hayyan, Al Khawarizmi, Al Razi, Masudi, Ibnu Wafa, Ibnu Sina, Al Biruni, Ibnu al Haytsam, dan Umar Khayam.  Baru sejak tahun 1100 M muncul nama-nama Eropa seperti Roger Bacon dan Gerard de Cremona.  Sampai 250 tahun setelah itu, pemikiran sains masih didominasi oleh tokoh-tokoh Muslim seperti Ibnu Rusyd, Nasiruddin Al Tusi, dan Ibnu Navis. 
Menurut Abdus Salam untuk maju di bidang Iptek, maka diperlukan komitmen, kemandirian, orgaware yang kuat, dan manajemen yang tangguh.  Ketika Al Ma’mun (785-833M) berkuasa, komitmen itu terlihat, karenanya harus diakui gerakan keilmuan Islam menampakkan fajarnya.  Al Kindi adalah tokoh rasional masa itu yang mengembangkan filsafat (falasifah) dan salah satu tokoh gerakan penerjemahan sistematik.  Al Ma’mun mensponsori gerakan intelektual ini dan menghimpun para ilmuwan di istananya serta membangun perpustakaan besar Bayt Al Hikmah.  Dan merupakan tokoh yang paling berpengaruh bagi kemajuan ilmu pengetahuan umat di Abad Pertengahan.  Minat Al Ma’mun terhadap Astronomi, matematika dan kedokteran dapat dengan mudah difahami, karena disiplin-disiplin ilmu ini menyatu dalam kehidupan harian umat.  Ia pun menerjemahkan banyak karya filsafat Plotinus dan mazhab Alexandria lainnya.  Pengembangan Iptek Islam terus berlanjut.  Bahkan pada masa kesultanan Buwaih—tiga abad setelah Al Ma’mun—ilmu pengetahuan umat mencapai puncaknya.  Filosof dan ilmuwan Islam besar eksis pada masa ini seperti Ibnu Sina, Al Farabi, Al Biruni dlsb. 
Namun, kondisi umat kini sudah berubah.  Abdus Salam, peraih Nobel Bidang Fisika tahun 1979 bersama-sama Sheldon L. Glashow dan Steven Weinberg mengembangkan risetnya di Cambridge University, London University dan ICTP (International Center for Theorytical Physics) di Itali bukan di Pakistan.  Al Azhar yang berumur ratusan tahun masih harus kita tunggu prestasi keilmuan kauniyahnya. 
Karenanya secara normatif dan bahkan terbukti oleh sejarah, bahwa pembangunan peradaban material sangat bertumpu pada pembangunan Iptek.  Iptek adalah engine for tommorow.  Agar pembangunan Iptek memiliki dampak nyata bagi pembangunan peradaban, maka ia harus bersinergi dan terintegrasi serta membentuk Sistem Inovasi Nasional. Paling tidak ada 3 alasan yang menghajatkan orientasi pembangunan Iptek menuju Sistem Inovasi Nasional. 
Pertama Iptek adalah hasil olah akal-budi yang mengelola ide menjadi penemuan (invention).  Penemuan ini akan menemui maknanya yang utuh dalam praksis (praxis) ketika menghasilkan nilai tambah (value added) secara ekonomi-sosial-hankam.  Proses value creation inilah yang kita sebut sebagai inovasi (innovation).  Dengan demikian, Iptek akan bermanfaat dalam praksis kehidupan ketika ia telah tumbuh menjadi inovasi. 
Kedua, Iptek adalah hasil olah akal-budi yang mengelola ide melalui suatu proses pembelajaran (learning) yang terus-menerus melintasi ruang-waktu generasi.  Ide dapat merambat (menginspirasi), berkembang, dan saling menguatkan.  Karenanya iklim yang kondusif bagi penumbuhsuburan ide adalah ruang yang memungkinkan bagi interaksi, sinergi, share dari ide-ide.  Jaringan (network) yang membentuk sistem untuk mengelola ide menjadi inovasi adalah sebuah keniscayaan.  Dengan demikian, pembangunan inovasi menuntut pendekatan sistem.
Selain itu, Iptek bukanlah  sebuah sektor, seperti pertanian atau industri, tetapi serupa dengan Lingkungan Hidup, Iptek adalah bidang pembangunan yang melekat pada setiap sektor, merupakan factor sukses dari sektor-sektor tersebut. Pembangunan Iptek secara sendirian dan mandiri akan menjadi "menara gading" dan sebuah enclave.  Namun tanpa Iptek, sektor-sektor lain tidak akan mampu meningkatkan produktivitas dan daya saing mereka. Secara lugas kita dapat menempatkan Iptek sebagai engine of growth dan power for competitiveness.  Karenanya pembangunan Iptek dan penguatan Sistem Inovasi Nasional menuntut koordinasi dan sinergi.
Ketiga, Reformasi adalah proses yang mengokohkan demokratisasi yang berujung pada peningkatan kesadaran publik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.  Kesadaran ini menghasilkan peningkatan aspirasi dan kontribusi (peran) masyarakat dalam pembangunan nasional.  Karenanya pendekatan para pihak (multi stake holders) dalam mengelola pembangunan menjadi prasyarat yang makin menonjol.  Dengan demikian pembangunan Iptek akan lebih diorientasikan untuk memperhatikan kebutuhan masyarakat (demand driven oriented), ketimbang mengembangkan pendekatan yang berat ke arah supply push technology (market pull).
Keempat, perkembangan global yang makin cepat, kesadaran publik yang makin tinggi, serta diferensiasi tugas komponen negara yang semakin tajam menuntut redefinisi peran Negara.  Semakin maju suatu bangsa, maka peran Negara harus semakin efisien pada wilayah-wilayah strategis saja. Dengan demikian, negara akan lebih diposisikan menjadi stabilisator, fasilitator dan dinamisator. 
Pelaku utama perubahan (transformasi) adalah masyarakat.  Karenanya diffusion oriented yang menyebarkan hasil-hasil riset dan teknologi ke dalam masyarakat, sehingga dapat langsung dimanfaatkan untuk kepentingan daya saing industri, layanan masyarakat atau national security menjadi lebih mendapat prioritas.
Dengan demikian, kunci sukses untuk mengintegrasikan Iptek dengan peradaban masyarakat madani adalah inovasi. Kita memerlukan inovasi untuk memerangi kebodohan, kemiskinan, dan untuk memacu pertumbuhan menjadi bangsa yang terhormat, maju dan kompetitif.  Sistem inovasi nasional mesti dibangun dan menjadi bagian integral dari peradaban kita.  Artinya kita akan membangun bangsa inovasi (innovation nation) sebagai pilar kokoh bagi peradaban Indonesia madani.
Terkait dengan kinerja Sistem Inovasi Nasional kita, saya ingin mengungkap data dari Global Competitiveness Index (WCI), World Economic Forum (WEF). Pada tahun 2010, peringkat daya saing Indonesia meningkat dari urutan ke-54 menjadi peringkat ke-44.  Dari 12 pilar yang ada dalam Global Competitiveness Index, untuk pilar Kesiapan Teknologi (technological readiness) kita menempati peringkat ke-91, berada di bawah negara-negara ASEAN, kecuali terhadap Filipina.  Technological readiness adalah indikator yang mencerminkan sejauh mana industri maupun masyarkat kita, secara umum, mempunyai kesiapan untuk menyerap teknologi dalam rangka meningkatkan produktifitas industri dan kemampuan ekonomi mereka. Rendahnya aspek ini menunjukkan bahwa industri dan masyarakat kita secara umum belum banyak memanfaat teknologi, baik teknologi yang dikembangkan di dalam negeri, maupun teknologi yang didatangkan dari luar negeri. Sedang untuk pilar Inovasi, Indonesia menempati peringkat ke-36, berada di atas negara-negara ASEAN, kecuali Singapura dan Malaysia. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan anak-anak bangsa dalam pengembangan inovasi sesungguhnya tidak perlu diragukan.

3.2 Kualitas Aktor Madani
Selain faktor-faktor nomatif di atas, untuk mewujudkan pembangunan peradaban Indonesia madani, para aktornya harus memiliki kredebilitas yang cukup (credibility agent of change).  Tanpa syarat kualitas ini, maka peradaban yang dicitakan tidak akan pernah terwujud apalagi membawa berkah bagi kehidupan kolektif.  Tiga syarat kredibilitas itu adalah: integritas, akseptabilitas dan profesionalitas. 
Pengemban perubahan peradaban Indonesia madani mesti mempunyai integritas yang tinggi, baik dalam aspek moralitas (ilahiyah), humanitas (insaniyah) maupun nasionalitas (wathoniyah), sehingga kita memiliki vision, value dan commitment yang kokoh.  Kredibilitas personal ini adalah modal dasar terkait sikap dan karakter, sekaligus sebagai komitmen nilai.  Integritas moral menjamin para aktor perubahan ini untuk tidak menyimpang dari garis akhlak yang diturunkan dari langit, bahwa kita tidak diciptakan selain untuk beribadah kepada-Nya.  Integritas kemanusiaan membekali kita dengan budi pekerti kemanusiaan, bahwa kita adalah makhluk Tuhan yang satu, yang wajib at-taawun alal birri wa taqwa (tolong-menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan), dengan visi kemanusiaan untuk memuliakan manusia.  Integritas kebangsaan membekali para aktor perubahan akan wawasan kesatuan nasionalitas-Nusantara, bahwa Indonesia terdiri dari bangsa yang satu, tanah air yang satu, dan bahasa yang satu, sehingga kita visi nasional yang kokoh untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
Aktor perubahan peradaban Indonesia madani haruslah memiliki akseptabilitas yang tinggi, sehingga mereka dapat diterima dengan tulus oleh masyarakatnya.  Kredibilitas sosial ini harus diraih melalui interaksi dan berdasar pada ruh kepeduliaan terhadap sesama.  Kesetiakawanan sosial adalah semangat yang hidup dan tumbuh dari habituasi dalam kolektifitas, bukan sesuatu yang bisa dibuat-buat.  Kualitas empati dan emotional quotion menjadi dasar bagi aktor perubahan Indonesia madani meraih simpati sosial ini.
Dan terakhir, aktor perubahan peradaban Indonesia madani haruslah memiliki profesionalitas yang tinggi, sehingga mereka dapat diterima publik berbasis merit system, berbasis kualitas kepakaran bukan koneksitas.  Kredibilitas profesional ini harus dibangun aktor perubahan Indonesia madani melalui bahan dasar kompetensi-ekspertis, kemampuan manajemen, strategic thinking, dan sikap open mind.
Dalam konteks Indonesia hari ini, satu hal lagi yang harus ditambahkan, bahwa pembangunan peradaban Indonesia madani menuntut sinergitas sosial yang tinggi.  Bangsa yang besar ini, dengan potensi kekayaan alam yang berlimpah, potensi kebudayaan yang mengagumkan, dengan luas teritorial yang membentang, jumlah penduduk yang besar, dengan ukuran ekonomi (economic scale) raksasa membutuhkan kolaborasi unsur-unsurnya secara optimal, agar kita tidak terjebak pada zero sum game—lost-lost solution—atau saling menyandera.  The giant sleep ini harus dibangunkan lalu berdiri kokoh seperti kal bunyanun marshuus (bangunan yang kokoh), bekerja produktif ibarat kal syajarrot thoyyibah (pohon yang baik), dan solid seperti kal jasadu wahid (badan yang satu).

4. PENUTUP
Membangun peradaban Indonesia Madani memerlukan dukungan Imtaq dan Iptek.  Karena sudah sangat jelas pilar utama masyarakat madani adalah SDM-manusia.  Manusia yang terdiri dari darah dan daging, dapat tegak berdiri hanya dan hanya jika “ruh” ada di dalamnya.  Kekuatan ruh menjelma dalam akal (rasio)  dan hati (mind).  Itulah mengapa Imtaq dan Iptek menjadi kepakan dua sayap, yang harus mengembang secara harmonis, sebab yang kita ingin bangun adalah peradaban yang digusung oleh manusia yang memiliki Integritas (Ilahiyah-Insaniyah-Wathoniyah),  Akseptabilitas – dan Profesionalitas ”--manusia yang punya kredibilitas (intelek sekaligus relijius). Pembangunan peradaban madani bukan hanya memerlukan kecerdasan akali tetapi juga qolbi—bukan hanya rasional-intelektual, tetapi juga sarat aturan moral-spiritual.  Inilah pembangunan yang bukan hanya menuai keberkahan “bumi”, tetapi jugas restu dari “langit”, amin ya rabbal ‘alamin. #
Wassalamualaikum Warrohmatullahi Wabarokatuh.

Menteri Negara Riset dan Teknologi

Suharna Surapranata