INFO PRAKIRAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN(PDPI) dari KKP [13-15 September 2013 ] : DPI Jawa Bali dan Nusa Tenggara : DPI (122’34’’21.9’’’BT, 9’12’’3.1’’’LS) Potensi (111’18’’54.2’’’BT, 8’46’’7.7’’’LS) (112’4’’59.4’’’BT, 8’27’’50.7’’’LS) (115’28’’3.7’’’, 9’7’’43.9’’’LS) (115’26’’37.2’’’BT, 9’26’’27.2’’’LS) (107’17’’23.2’’’BT, 8’0’’2.5’’’LS) DPI Kalimantan : -- DPI Maluku Papua : -- DPI Sumatera : Potensi (104’55’’48.3’’’BT, 6’27’’52.0’’’LS) DPI Sulawesi : Potensi (118’43’’55.8’’’BT, 1’45’’35.1’’’LS)

Sunday, October 16, 2011

Komponen Fisik Air Laut

Modul 5. Karakter Fisik Air Laut
(Oleh : Mukti Dono Wilopo, S. Pi dan M. Tri Hartanto, S. Pi)

TUJUAN PRAKTIKUM
Setelah Setelah mengikuti praktikum ini, mhs dapat menghitung, salinitas berdasarkan konduktivitas,  densitas air laut dan cepat rambat suara di dalam laut, menghitung kedalaman laut berdasarkan tekanan, dan menentukan suhu potensialnya dengan mengunakan MATLAB.

I. Salinitas
         Air laut sebagian besar terdiri dari air (± 96.5%) dan sisanya terdiri dari komponen anorganik terlarut (3.5%).  Telah umum kita ketahui bahwa garam yang dominan adalah NaCl, sehingga tingkat keasinan (salinitas) di suatu perairan laut dapat diketahui dengan cara pengukuran.  Salinitas sendiri dapat didefinisikan sebagai jumlah total (gr) dari material padat termasukgaram NaCl yang terkandung dalam air laut sebanyak 1 kg (dimana bromin dan iodin diganti dengan klorin dan bahan organik seluruhnya telah dibakar (oksidasi) habis (Forch et al., 1902).
Pengukuran salinitas semula dilakukan dengan cara tidak langsung, yakni melalui pengukuran klorinitas. Adapun sistematikanya adalah sbb:
Titrasi: Argentometri
Larutan titran:AgNO3 0.0141 N
Indikator:K-bikhromat (K2CrO7) 3 tetes
Reaksi kimia:
NaCl+AgNO3-------NaNO3+AgCl
K2CrO7+2 AgCl------Ag2CrO7+2 KCl
KCL+AgNO3-------KNO3+AgCl
NaNO3+KCl-----KNO3+NaCl
2 AgNO3+K2CrO7-------2 KNO3+AgCrO7
Akhir dari titrasi adalah terbentuknya endapan Ag2CrO7 berwarna merah.
Klorinitas(‰) = ml nilai titran terpakai x 0,0141 x 1000 x pengenceran/vol(ml) sampel.
Untuk perhitungan nilai salinitas dari klorinitas pada awalnya memakai rumus Knudsen dan Sorensen (1902) sebagai berikut:
Salinitas (‰) = Klorinitas (‰) x 1,8050 + 0,03
Setelah dikoreksi tahun 1967:
Salinitas (‰) = Klorinitas (‰) x 1,8066
         Dengan metode ini masih ditemui kesalahan menyangkut human error sehingga perlu dikoreksi dengan angka sebesar 0,005 (‰).  Metode pengukuran salinitas dengan mempergunakan dasar nilai konduktivitas air laut pertama kali diperkenalkan pada tahun 1930-an (Sverdrup et al., 1942).  Untuk melakukan perhitungan salinitas sangat tergantung pada faktor suhu sehingga pengukurannya harus bersamaan dengan pengukuran suhu yang berakurasi yang cukup tinggi.  Metode ini dibakukan pada tahun 1978 dengan sebutan Practical salinity Scale (PSS78), dengan satuan Psu (Practical Salinity Unit) atau bisa ditulis tanpa satuan.
UNESCO Practical Salinity Scale of 1978-PSS78
Pengukuran Nilai Salinitas dengan metode PSS 1978 adalah sebagai berikut:
Dimana
Conductivity ratio (RT) = (konduktivitas sampel)/(Konduktivitas standar) x RT Standar
Dan

a0 = 0.0080,   a1 = 0.1692,   a2 = 25.3851,   a3 = 14.0941,   a4 = -7.0261,   a5 = 2.7081

b0 = 0.0005,   b1 = -0.0056,  b2= -0.0066,    b3 = -0.0375,    b4=     0.0636,     b5 =-0.0144

Standar konduktivitas air laut adalah 57,015 µS/cm dan Conductivity ratio standar air laut adalah 0.9973.  Sebagai contoh, sampel air laut pada suhu 28°C dengan conductivity ratio (R28) 0.9398 mempunyai nilai salinitas 32.688 Psu.

II. Kecepatan Suara
Di atmosfer kecepatan suara teratenuasi lebih besar daripada cahaya (sebagai bagian dari spektrum yang visibel), namun di perairan terjadi hal sebaliknya.  Pada perairan yang jernih, cahaya dapat masuk hingga kedalaman 100m, ketika seseorang menyelam ia dapat melihat objek hingga 50m.  Dengan menggunakan media penglihatan, manusia tidak terlalu banyak memperoleh informasi terutama untuk perairan yang dalam.  Dengan menggunakan echosounder, dasar perairan dapat diperhitungkan.  Dengan SONAR juga, arah dan tujuan dari kapal selam dapat ditentukan, selain dapat mendeteksi objek-objek yang ada di sekitarnya.  Untuk keperluan itu faktor kecepatan suara di perairan perlu untuk diketahui, guna memperhitungkan jarak deteksi yang dilakukan suatu instrumen tergantung dari frekuensi yang dipergunakan (C=n.λ).
Perhitungan kecepatan suara adalah sebagai berikut :
C = 1449 + 4,6 T – 0,55T2 + 1,4 (S-35) + 0,017 D  
Dimana :
C   = Kecepatan suara (m/s)
T   = Suhu (°C)
S   = Salinitas (‰)
D   = Kedalaman
Ket : 1 bar = 1019.7466 cm H2O
III. Konversi dari Tekanan (Pressure, desibar) ke Kedalaman (Depth, meter)
1.    Perairan Tawar
Dikarenakan perairan air tawar biasanya dangkal, maka presisi yang tinggi tidak terlalu diperlukan, sehingga biasanya sebagian besar peralatan mengacu pada rumus sebagai berikut:
Kedalaman (meters) = Tekanan (decibars) * 1.019716
2.    Perairan Laut
Pada perairan laut, kedalaman dihitung dengan mengansumsikan perairan pada suhu 0 °C (T = 0) dan 35 PSU (S = 35).  Formula berdasarkan UNESCO Technical Papers in Marine Science No. 44 (1983).
Variasi gaya gravitasi pada lintang dan tekanan yang berbeda dihitung dengan:
g (m/sec2) = 9.780318 * [ 1.0 + ( 5.2788x10-3 + 2.36x10 -5 *x)* x + 1.092x10-6 *p]
kemudian, kedalaman dihitung dari tekanan:
Kedalaman = [(((-1.82x10-15*P + 2.279x10-12 )*P - 2.2512x10 -5 )*P + 9.72659)*P]/g
dimana
x = [sin (latitude / 57.29578)] 2
P = tekanan (decibars)
g = gravitasi (m/sec2)

IV. Suhu Potensial (θ)
Suhu potensial didefinisikan sebagai suhu suatu perairan laut pada tekanan tertentu yang dipindahkan secara adiabatik tanpa perubahan salinitas ke tekanan atmosferik.  Secara lebih umum suhu potensial dapat didefinisikan sebagai suhu hasil pemindahan adiabatik ke tekanan referensi (Pr) dari tekanan mula-mula P, suhu potensial dapat dihitung dari laju perubahan adiabatik ().
dengan mengintegrasikan sepanjang adiabatik pada tekanan P hingga Pr, dimana = .
Suhu potensial dapat ditentukan dengan menggunakan sebuah rumus empiris atau dengan integrasi numerik.  Untuk menghitung persamaan tersebut digunakan metode Runge Kutta dan iterasi Newton Raphson berdasarkan Bryden (1973) .
Gradien suhu adiabatik dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
 (S , T ,P)     = a0 + (a1 + (a2 + a3*T)*T)*T + (b0 + b1*T)*(S-35) +
((c0 + (c1 + (c2 + c3.*T)*T)*T) + (d0 + d1*T)*(S-35))*P
+ (e0 + (e1 + e2*T)*T)*P*P



Dimana :
a0 = 3.5803E-5:                         c0 = +1.8741E-8;                       e0 = -4.6206E-13;
a1 = +8.5258E-6;                       c1 = -6.7795E-10;                       e1 = +1.8676E-14;
a2 = -6.836E-8;                          c2 = +8.733E-12;                       e2 = -2.1687E-16;
a3 = 6.6228E-10;                        c3 = -5.4481E-14;

b0 = +1.8932E-6;                       d0 = -1 1351E-10;
b1 = -4.2393E-8;                        d1 = 2.7759E-12;

Untuk menghitung suhu potensial θ (S,T,P,Pr) pada tekanan referensi Pr dengan ketelitian yang cukup digunakan metode Runge Kutta ordo ke-4 (Fofonoff, 1977).  Jika So,To,Po adalah nilai insitu, maka suhu potensial θ pada Pr dihitung dengan :
Δθ1 = ΔP . F (So,To,Po)                                       θ1 = To+ 1/2 . Δθ1
Δθ2 = ΔP . F (So,θ1,Po + 1/2 ΔP )             θ2 = θ1 + (1 - 1/√2)( Δθ2 - q1)
Δθ3 = ΔP . F (So,θ2,Po + 1/2 ΔP)              θ3 = θ2 + (1 + 1/N2)( Δθ3 – q2)
Δθ4 = ΔP . F (So,θ3,Po + ΔP)                                θ4 = θ3 + 1/6 (Δθ4 – 2q3)

q1  = Δθ1
q2  = (2 - √2) Δθ2 + (-2 – 3/√2) q1
q3  = (2 + √2) Δθ3 + (-2 – 3/√2) q2
ΔP = Pr Po

θ (S,T,P,Pr) = θ4
Error dari perhitungan di atas adalah kurang dari 0,1 x 10-3 °C untuk ΔP=10000 decibar. Standar untuk menguji rumus tersebut suhu potensial untuk perairan pada salinitas S=40‰, suhu T = 40°C, dan tekanan P=10000 decibar adalah θ=36,89073 °C.

V. Densitas Air Laut
Densitas, ρ didefinisikan sebagai massa per satuan volume (g cm-3).  Densitas air laut tergantung pada suhu t dan salinitas s sampel dan juga tekanan air laut p sebagai hasil dari kompresibilitas air.  Densitas air laut lebih besar dari pada densitas air murni karena adanya kandungan garam (Neuman dan Pierson, 1966).  Di permukaan laut, rata-rata densitas sekitar 1.025 g cm-3.  Di dalam oseanografi fisik dibutuhkan akurasi penulisan densitas air laut sekitar lima tempat desimal.  Sebagai contoh, suhu air laut adalah t=20 oC dan salinitas S=35‰, densitas air laut pada tekanan atmosfer ρ=0 adalah 1.02478 g cm-3.  Karena penulisan angka dari densitas air laut selalu dimulai dari 1.0... (dengan pengecualian pada suhu tinggi dan salinitas < 5 ‰) maka untuk menyederhanakan angka tersebut dikenalkan besaran :
            σ s,t,p = (ρs,t,p – 1 ) X 103
dimana ρs,t,p adalah fungsi dari salinitas, suhu dan tekanan air laut. Jika densitas air contoh ditentukan pada tekanan atmosfer (pada tekanan air laut p=0), maka cara penulisan densitas air laut adalah :
            σ s,t,0 = (ρs,t,0 – 1 ) X 103
dan nilai tersebut disebut nilai sigma-t (s-t). Nilai s-t hanya tergantung pada densitas dengan suhu dan salinitas yang berbeda. Nilai s-t dari contoh air dengan suhu 20oC dan salinitas 35 ‰  (ρ= 1.02478) didapatkan s-t = 24.78. Sigma-t selalu mengacu densitas pada tekanan atmosfer dimana nilai ss,t,p mendapat tambahan karena pengaruh tekanan laut.  Densitas, ρs,t,p atau dikenal dengan ss,t,p disebut densitas insitu.
Penentuan densitas secara langsung dengan metode fisika seperti hydrostatic weighing, yang menggunakan prinsip Archimedes, atau dengan menggunakan piknometer adalah tidak praktis dalam oseanografi.  Metode fisika tersebut tidak cocok dilakukan di kapal karena metode tersebut berat untuk dilakukan. Cara lain yaitu dengan perubahan dari indeks refraktif terhadap densitas dengan menggunakan interferometer dan kemudian ditentukan densitas contoh.  Hubungan antara densitas pada suhu 0°C dan salinitas (s), pertama kali ditentukan oleh Knudsen (1902).  Jika σ0 dinyatakan dengan nilai (ρs, t, p -1)x 103, yaitu pendekatan penulisan dari ρs, 0, 0 yang merupakan fungsi s saja:
            σ0 = -0.093+0.8149S-0.000482S2+0.0000068S3
Perhitungan pengaruh suhu terhadap densitas membutuhkan pengetahuan tentang ekspansi termal air laut.  Hubungan ini pertama kali diteliti oleh Forch (1902) in Neumann and Pierson (1966) di bawah tekanan atmosfer dalam laboratorium, yang menghasilkan suatu fungsi empiris untuk menghitung nilai σt dan dari nilai σ0 yang diketahui
            σt = A + B σ0 + C σ02
koefisien A, B dan C masing-masing merupakan fungsi suhu yang berdasarkan persamaan :
            A = (4.53168t – 0.545939t2 – 1.98248x10-3t3 – 1.438x10-7)/(t+67.26)
            B = 1 – A t               C = B t
Dimana t menyatakan suhu (oC) dan A t, B t diperoleh dari persamaan berikut :
            A t= t (4.7867 – 0.098185t + 0.0010843t2)x10-3
                        B t= t (18.030 – 0.8164t + 0.01667t2)x10-6
Nilai αs, t, p dapat ditulis αs, t, p = α35 + Δs, 0 + Δt, 0 p dimana Δs, Δt, Δp adalah deviasi salinitas, suhu dan tekanan di laut yang sesungguhnya dari nilai S= 35 0/00, t=0 0C, dan p=0 (tekanan nol laut).

Daftar Pustaka
Bryden, H. L., 1973. New polynomials for thermal expansion, adiabatic temperature gradient
and potential temperature of seawater. Deep Sea Res., 20, 401-408.

Fofonoff_, N. P., 1977. Computation of potential temperature of seawater for an arbitrary
reference pressure. Deep Sea Res., 24, 489-491.

Knudsen, M., C. Forsch and S. P. L. Sorensen, 1902. Berichte uber die Konstantenbestimmungen
zur Aufstellung der Hydrographischen Tabellen. D. Kgl. Danske Vidensk.Selsk. Skrifter, Naturvidensk. og mathem., Afd. XII, 1, 1-151.

Neumann, G dan Pierson, J. r. 1996. Principle of oceanography. Prentice Hall, Inc. Engglewood Cliff.

Sverdrup, H. U., M. W. Johnson, and R. H. Fleming, 1942. The Oceans, Prentice-Hall, New Jersey,   1087 pp.

~ Selamat Belajar~

No comments:

Post a Comment