Ada tiga cara membangkitkan listrik dengan tenaga ombak :
·
Energi gelombang
Energi
kinetik yang ada pada gelombang laut digunakan untuk menggerakkan turbin. Ombak
naik ke dalam ruang generator, lalu air yang naik menekan udara keluar dari
ruang generator dan menyebabkan turbin berputar.ketika air turun, udara bertiup
dari luar ke dalam ruang generator dan memutar turbin kembali.(lihat gambar di
sampin
·
Pasang surut air laut
Bentuk lain dari pemanfaatan
energi laut dinamakan energi pasang surut. Ketika pasang datang ke pantai, air
pasang ditampung di dalam reservoir. Kemudian ketika air surut, air di belakang
reservoir dapat dialirkan seperti pada PLTA biasa. Agar bekerja optimal,
kita membutuhkan gelombang pasang yang besar. dibutuhkan perbedaan kira-kira 16
kaki antara gelombang pasang dan gelombang surut. Hanya ada beberapa tempat yang memiliki kriteria ini. Beberapa pembangkit
listrik telah beroperasi menggunakan sistem ini. Sebuah pembangkit listrik di
Prancis sudah beroperasi dan mencukupi kebutuhan listrik untuk 240.000 rumah.
·
Memanfaatkan perbedaan temperatur air laut (Ocean Thermal Energy)
Cara lain untuk membangkitkan listrik dengan ombak adalah dengan
memanfaatkan perbedaan suhu di laut. Jika kita berenang dan menyelam di laut
kita akan merasakan bahwa semakin kita menyelam suhu laut akan semakin rendah
(dingin).
Suhu yang lebih tinggi pada permukaan laut disebabkan sinar matahari memanasi
permukaan laut. Tetapi, di bawah permukaan laut, suhu sangat dingin. Itulah
sebabnya penyelam menggunakan baju khusus ketika mereka menyelam. Baju tersebut
akan menjaga agar suhu tubuh mereka tetap hangat.
Pembangkit
listrik bisa dibangun dengan memanfaatkan perbedaan suhu untuk menghasilkan
energi. Perbedaan suhu yang diperlukan sekurang-kurangnya 380 fahrenheit
antara suhu permukaan dan suhu bawah laut untuk keperluan ini.Cara ini
dinamakan Ocean Thermal Energy Conversion
atau OTEC. Cara ini telah digunakan di
Jepang dan Hawaii dalam beberapa proyek percobaan.
Untuk mengkonversi
energi gelombang terdapat 3 (tiga) sistem dasar yaitu sistem kanal yang
menyalurkan gelombang ke dalam reservoar atau kolam, sistem pelampung yang
menggerakan pompa hidrolik, dan sistem osilasi kolom air yang memanfaatkan
gelombang untuk menekan udara di dalam sebuah wadah. Tenaga mekanik yang
dihasilkan dari sistem-sistem tersebut ada yang akan mengaktifkan generator
secara langsung atau mentransfernya ke dalam fluida kerja, air atau udara, yang
selanjutnya akan menggerakan turbin atau generator.
Daya
total dari gelombang pecah di garis pantai dunia diperkirakan mencapai 2 hingga
3 juta megawatt. Pada tempat-tempat tertentu yang kondisinya sangat bagus,
kerapatan energi gelombang dapat mencapai harga rata-rata 65 megawatt per mil
garis pantai. Ada
3 cara untuk menangkap energi gelombang, yaitu:
Dengan pelampung. Dimana
alat ini akan membangkitkan listrik dari hasil gerkana vertikal dan rotasional
pelampung. Alat ini dapat ditambatkan pada sebuah rakit yang mengambang atau
alat yang tertambat di dasar laut.
Kolom air yang berosilasi (Oscillating
Water Column). Alat ini membangkitkan listrik dari naik turunnya air akibat
gelombang dalam sebuah pipa silindris yang berlubang. Naik turunnya kolom air
ini akan mengakibatkan keluar masuknya udara di lubang bagian atas pipa dan
menggerakkan turbin.
Wave Surge atau Focusing Devices).
Peralatan ini biasa juga disebut sebagai tapered channel atau kanal meruncing
atau sistem tapchan, dipasang pada sebuah struktur kanal yang dibangun di
pantai untuk mengkonsentrasikan gelombang, membawanya ke dalam kolam penampung
yang ditinggikan. Air yang mengalir keluar dari kolam penampung ini yang
digunakan untuk membangkitkan listrik dengan menggunakan teknologi standar
hydropower.
Seperti di negara
Australia , Pusat stasiun
pembangkit listrik gelombang laut komersial yang pertama di Australia mengapung persis di lepas pantai Australia .
Stasiun pembangkit tersebut siap untuk menyalurkan tenaga listrik dan air minum
ke sekitar 500 rumah di selatan Sydney ,
Australia .
Listrik dihasilkan ketika muncul gelombang yang menerpa corong yang menghadap
ke lautan; gerakan ini mengalirkan udara melalui pipa dan masuk ke putaran roda
air (turbin) yang mampu memompa 500 kw daya listrik setiap harinya ke jaringan kota . Stasiun ini
merupakan proyek pencontohan untuk pemasangan dalam skala yang lebih besar yang
akan dibangun di pantai selatan Australia .
Minat untuk membangun tempat yang sama telah berdatangan dari Hawai, Spanyol,
Afrika Selatan, Meksiko, Cili, dan Amerika Serikat. John Bell, Direktur
Keuangan Energetech yang mengembangkan stasiun tersebut, mengatakan bahwa
”Energi gelombang merupakan sumber energi yang tiada habisnya dibandingkan sumber energi
alam lainnya. Gelombang selalu ada dan tidak hilang seperti matahari dan
angin.”
Peneliti Universitas Oregon
memuplikasikan temuan teknologi terbarunya yang diberi nama Permanent Magnet
Linear Buoy. Diberi nama buoy karena memang pada prinsip dasarnya, teknologi terbaru
tersebut dipasang untuk memanfaatkan gelombang laut di permukaan. Berbeda
dengan buoy yang digunakan untuk mendeteksi gelombang laut yang menyimpan
potensi tsunami. Peneliti Oregon
menjelaskan prinsip dasar buoy penghasil listrik tersebut yaitu dengan mengapungkannya
di permukaan. Gelombang laut yang terus mengalun dan berirama bolak-balik dalam
buoy ini akan diubah menjadi gerakan harmonis listrik. Sekilas bila dilihat
dari bentuknya, buoy ini mirip dengan dlinamo sepeda.
Bentuknya silindris dengan
perangkat penghasil listrik pada bagian dalamnya. Buoy diapungkan di permukaan
laut dengan posisi sebagian tenggelam dan sebagian lagi mengapung. Kuncinya,
terdapat pada perangkat elektrik yang berupa koil (kumparan yang mengelilingi
batang magnet di dalam buoy). Saat ombak mencapai pelampung, maka pelampung
akan bergerak naik dan turun secara relatif terhadap batang magnet sehingga
bisa menimbukan beda potensial dan listrik dibangkitkan.Tentu saja agar dapat
bergerak koil tersebut ditempelkan pada pelampung yang dikaitkan ke dasar
laut, kata Annette von Jouanne, teknisi dari Oregon State University (OSU). Jouanne
menuturkan dalam percobaan sistem ini diletakkan kurang lebih satu atau dua mil
laut dari pantai. Kondisi ombak yang cukup kuat dan mengayun dengan gelombang
yang lebih besar akan menghasilkan listrik dengan tegangan yang lebih tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian Universitas Oregon ,
setiap pelampung mampu menghasilkan daya sebesar 250 kilowatt.
Ada beberapa
pilihan untuk menghasilkan daya tersebut, ujar Jouanne. Penjelasan di atas
menggunakan teknik koil yang bergerak naik turun, tetapi bisa juga dengan
teknik batang magnet yang bergerak naik turun. Pilihan kedua dengan menggunakan
pelampung, penempatan koil dan batang magnet bisa juga ditempatkan di dasar
atau di permukaan laut. Jouanne menuturkan, teknologi yang ditawarkannya
tersebut memiliki banyak keuntungan dibandingkan dengan teknologi laut.
Ketersediaan teknologi ini mencapai 90 persen
dan kerapatan energi yang dihasilkannya lebih tinggi,katanya. Mesin sendiri
juga dapat dirakit dan digunakan dalam skala kecil maupun besar tergantung
pada energi yang dibutuhkan. Potensi penggunaan energi pun bisa diterapkan di
banyak negara terutama yang memiliki kawasan pantai. Dibandingkan dengan energi
angin atau matahari, energi gelombang laut kerapatannya jauh lebih tinggi.
Peneliti yang sama dari OSU, Alan Wallace menyebutkan penyediaan energi gelombang
ini dengan hanya 200 buoy yang diapungkan, satu buah pelabuhan atau kota besar seperti Portland
sudah dapat memanfaatkan energinya dengan sangat melimpah tanpa harus menarik
bayaran. Peneliti percaya jika hasil penelitian tersebut benar-benar
dioptimalkan di sepanjang pantai, seluruh energi listrik di dunia sudah bisa
terpenuhi. Jumlah ini ditaksir hanya mengambil 0,2 persen energi pantai, kata
Alan. Keyakinanya semakin lebih diperkuat dengan efisiensi penghasilan energi
yang tinggi dan besar, energi gelombang laut ini bisa menjadi energi utama
pengganti energi sekarang.
Di samping nilai ekonomis yang cukup
menjanjikan ada hal-hal lain yang dapat memberikan keuntungan di bidang lingkungan
hidup. Energi ini lebih ramah Iingkungan, tidak menimbulkan polusi suara,
emisi C02, maupun polusi visual dan sekaligus mampu memberikan ruang kepada
kehidupan laut untuk membentuk koloni terumbu karang di sepanjang jangkar yang
ditanam di dasar laut. Pada kasus-kasus seperti ini biasanya lebih
menguntungkan karena ikan dan binatang laut selalu lebih banyak berkumpul. Penempatan
buoy dengan ukuran yang tidak terlalu besar juga tidak mengganggu pelayaran.
Rata-rata dengan besar buoy kurang dari dua meter, kapal besar atau kecil bisa
melihat obyek tersebut dan dapat menghindarinya. Energi listrik namun
yang secara efisien bisa dialihkan menjadi energi listrik adalah gelombang
laut.
2. Kelebihan
dan Kekurangan Teknik Konversi Energi Gelombang Menjadi Listrik
1.Energi ombak adalah
energi yang bisa didapat setiap hari, tidak akan pernah habis.
2.Tidak menimbulkan polusi
karena tidak ada limbahnya
3.Mudah untuk mengkonversi energi listrik dari energi mekanik pada ombak
4.Keuntungan penggunaan energi arus laut adalah selain ramah lingkungan, energi ini juga mempunyai intensitas
energi kinetik yang besar dibandingkan dengan energi terbarukan
yang lain. Hal ini disebabkan densitas air laut 830 kali lipat densitas udara
sehingga dengan kapasitas yang sama, turbin arus laut akan jauh lebih kecil
dibandingkan dengan turbin angin.
5.Keuntungan lainnya adalah tidak perlu perancangan struktur yang kekuatannya
berlebihan seperti turbin angin yang dirancang dengan memperhitungkan adanya
angin topan karena kondisi fisik pada kedalaman tertentu cenderung tenang dan
dapat diperkirakan.
1.Diperlukan alat khusus
yang memerlukan teknologi tinggi, sehingga tenaga ahli sangat diperlukan.
2.Output dari pembangkit
listrik tenaga pasang surut mengikuti grafik sinusoidal sesuai dengan respons
pasang surut akibat gerakan interaksi Bumi-Bulan-Matahari.
3.Biaya instalasi dan pemeliharaannya yang cukup
besar.
4.Tantangan teknis
tersendiri untuk para insinyur dalam desain sistem turbin, sistem roda gigi,
dan sistem generator yang dapat bekerja secara terus-menerus selama lebih
kurang lima tahun.
5. Menggunakan pasang surut gelombang sebagai pembangkit energi listrik, bisa
mengakibatkan rotasi bumi melambat 24 jam tiap 2000 tahun.
3. Konversi Energi Gelombang di
Indonesia
Sebagai
negara kepulauan yang besar, laut Indonesia menyediakan sumber energi
alternatif yang melimpah. Sumber energi itu meliputi sumber energi yang
terbarukan dan tak terbarukan. Selain minyak bumi di lepas pantai dan laut
dalam, sumber energi yang tak terbarukan yang berasal dari laut dalam di
wilayah Indonesia
adalah methane hydrate. Methane hydrate adalah senyawa padat campuran antara
gas methan dan air yang terbentuk di laut dalam akibat adanya tekanan
hidrostatik yang besar dan suhu yang relatif rendah dan konstan di kedalaman
lebih dari 1.000 meter.
Sumber
energi yang terbarukan dari laut adalah energi gelombang, energi yang timbul
akibat perbedaan suhu antara permukaan air dan dasar laut (ocean thermal energy
conversion/OTEC), energi yang disebabkan oleh perbedaan tinggi permukaan air
akibat pasang surut dan energi arus laut. Dari keempat energi ini hanya energi
gelombang yang tidak dapat diprediksi kapasitasnya dengan tepat karena
keberadaan energi gelombang sangat bergantung pada cuaca. Sedangkan OTEC,
energi perbedaan tinggi pasang surut serta energi arus laut dapat diprediksi
kapasitasnya dengan tepat di atas kertas. Untuk mendukung kebijaksanaan
pemerintah, perlu dilakukan langkah-langkah pencarian sumber-sumber energi
alternatif yang ramah lingkungan serta terbarukan. Berdasarkan tempatnya, ada
dua sumber energi alternatif, yakni sumber energi alternatif yang berasal dari
daratan dan sumber energi yang berasal dari laut. Untuk Jawa yang padat
penduduknya, pembangunan fasilitas pembangkit listrik dengan energi alternatif
yang berasal dari daratan kemungkinan Dari penelitian PL Fraenkel (J Power and
Energy Vol 216 A, 2002) lokasi yang ideal untuk instalasi pembangkit listrik
tenaga arus mempunyai kecepatan arus dua arah (bidirectional) minimum 2 meter
per detik. Yang ideal adalah 2.5 m/s atau lebih. Kalau satu arah (sungai/arus
geostropik) minimum 1.2-1.5 m/s. Kedalaman tidak kurang dari 15 meter dan tidak
lebih dari 40 atau 50 meter. Relatif dekat dengan pantai agar energi dapat
disalurkan dengan biaya rendah. Cukup luas sehingga dapat dipasang lebih dari
satu turbin dan bukan daerah pelayaran atau penangkapan ikan. Gelombang laut
sangat potensial dikonversikan menjadi energi listrik, khususnya karena Indonesia
memiliki pantai yang sangat panjang yang bisa diberdayakan sebagai sumber
energi alternatif pengganti bahan bakar fosil. Balai Pengkajian Dinamika Pantai
BPPT saat ini sedang melakukan kajian Hybrid Power Energy dengan mendisain dan
membangun sistem energi gelombang laut dengan peralatan Oscilating Water Column
(OWC), kata Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Said
Djauharsyah Jenie seperti dilansir Antara, di Jakarta, Rabu (11/4).
OWC
merupakan salah satu sistem dan peralatan yang dapat mengubah energi gelombang
laut menjadi energi listrik dengan menggunakan kolom osilasi. Alat OWC ini akan
menangkap energi gelombang yang mengenai lubang pintu OWC, sehingga terjadi
fluktuasi atau osilasi gerakan air dalam ruang OWC, kemudian tekanan udara ini
akan menggerakkan baling-baling turbin yang dihubungkan dengan generator
listrik sehingga menghasilkan listrik. Sistem ini diakuinya belum pernah
dibangun di Indonesia
sehingga pelaksanaan disain dan pembangunan prototipe sistem OWC ini adalah
yang pertama kali dilaksanakan. Rencananya pada 2007 akan dilaksanakan
pengembangan rancang bangun Pembangkit Listrik Energi Gelombang untuk
menghasilkan listrik 2,5 KVA hingga 500 kVA yang disesuaikan dengan pendanaan
yang tersedia, pemerintah ataupun swasta. Prototipe yang telah diujicobakan
adalah dengan struktur baja yang untuk output 1KVA dicapai efisiensi 30 persen
dan dengan struktur beton yang untuk output 1KVA dicapai efisiensi 45 persen. Jika
didayagunakan secara optimal maka energi konversi gelombang laut akan menjamin
ketersediaan energi listrik sepanjang tahun sehingga suplai listrik tidak akan
tergantung pada pergantian dan perubahan musim, ujarnya. Fenomena fisik laut
seperti pergerakan pasang surut, gelombang, panas laut, angin laut dan
perubahan salinitas seluruhnya bisa dikonversikan menjadi
4. Potensi Energi Arus Laut Wilayah Indonesia
Untuk wilayah Indonesia, energi yang punya prospek bagus adalah energi
arus laut. Hal ini dikarenakan Indonesia mempunyai banyak pulau dan
selat sehingga arus laut akibat interaksi Bumi-Bulan-Matahari mengalami
percepatan saat melewati selat-selat tersebut. Selain itu, Indonesia
adalah tempat pertemuan arus laut yang diakibatkan oleh konstanta
pasang surut M2 yang dominan di Samudra Hindia dengan periode sekitar
12 jam dan konstanta pasang surut K1 yang dominan di Samudra Pasifik
dengan periode lebih kurang 24 jam. M2 adalah konstanta pasang surut
akibat gerak Bulan mengelilingi Bumi, sedangkan K1 adalah konstanta
pasang surut yang diakibatkan oleh kecondongan orbit Bulan saat
mengelilingi Bumi.
Interaksi Bumi-Bulan diperkirakan menghasilkan daya energi arus pasang
surut setiap harinya sebesar 3.17 TW, lebih besar sedikit dari
kapasitas pembangkit listrik yang terpasang di seluruh dunia pada tahun
1995 sebesar 2.92 TW (Kantha & Clayson, 2000). Namun, untuk wilayah
Indonesia potensi daya energi arus laut tersebut belum dapat diprediksi
kapasitasnya.
Keuntungan penggunaan energi arus laut adalah selain ramah lingkungan,
energi ini juga mempunyai intensitas energi kinetik yang besar
dibandingkan dengan energi terbarukan yang lain. Hal ini disebabkan
densitas air laut 830 kali lipat densitas udara sehingga dengan
kapasitas yang sama, turbin arus laut akan jauh lebih kecil
dibandingkan dengan turbin angin. Keuntungan lainnya adalah tidak perlu
perancangan struktur yang kekuatannya berlebihan seperti turbin angin
yang dirancang dengan memperhitungkan adanya angin topan karena kondisi
fisik pada kedalaman tertentu cenderung tenang dan dapat diperkirakan.
Kekurangan dari energi arus laut adalah output-nya mengikuti grafik
sinusoidal sesuai dengan respons pasang surut akibat gerakan interaksi
Bumi-Bulan-Matahari. Pada saat pasang purnama, kecepatan arus akan
deras sekali, saat pasang perbani, kecepatan arus akan berkurang
kira-kira setengah dari pasang purnama. Kekurangan lainnya adalah biaya
instalasi dan pemeliharaannya yang cukup besar. Kendati begitu bila
turbin arus laut dirancang dengan kondisi pasang perbani, yakni saat di
mana kecepatan arus paling kecil, dan dirancang untuk bekerja secara
terus-menerus tanpa reparasi selama lima tahun, maka kekurangan ini
dapat diminimalkan dan keuntungan ekonomisnya sangat besar. Hal yang
terakhir ini merupakan tantangan teknis tersendiri untuk para insinyur
dalam desain sistem turbin, sistem roda gigi, dan sistem generator yang
dapat bekerja secara terus-menerus selama lebih kurang lima tahun.
Dari penelitian PL Fraenkel (J Power and Energy Vol 216 A, 2002) lokasi
yang ideal untuk instalasi pembangkit listrik tenaga arus mempunyai
kecepatan arus dua arah (bidirectional) minimum 2 meter per detik. Yang
ideal adalah 2.5 m/s atau lebih. Kalau satu arah (sungai/arus
geostropik) minimum 1.2-1.5 m/s. Kedalaman tidak kurang dari 15 meter
dan tidak lebih dari 40 atau 50 meter. Relatif dekat dengan pantai agar
energi dapat disalurkan dengan biaya rendah. Cukup luas sehingga dapat
dipasang lebih dari satu turbin dan bukan daerah pelayaran atau
penangkapan ikan.
Simulasi numerik
Simulasi numerik potensi daya listrik di beberapa daerah di Indonesia
telah dilakukan oleh Laboratorium Hidrodinamika Indonesia BPP
Teknologi. Gambar di bawah ini merupakan contoh hasil simulasi potensi
daya listrik di selat Bali dan Lombok dengan menggunakan program
MEC-Model buatan Research Committee of Marine Environment, The Society
of Naval Architects of Japan. Dengan asumsi efisiensi turbin sebesar
0,593 dan menggunakan kecepatan arus rata-rata selama satu periode
pasang surut (residual current) untuk tidal constant M2, potensi daya
listrik di beberapa tempat di selat Bali pada kedalaman 12 meter,
kondisi pasang perbani, dapat mencapai 300 kW bila menggunakan daun
turbin dengan diameter 10 meter. Untuk selat Badung dan selat Lombok
bagian selatan potensi energinya berkisar 80-90 kW.
Hasil numerik tersebut dapat digunakan sebagai dasar pemilihan lokasi
untuk instalasi turbin arus. Hasil ini masih bersifat global dan kasar.
Untuk mengetahui karakteristik kecepatan arus secara lebih detail di
tempat-tempat terpilih, perlu diadakan survei lapangan atau simulasi
numerik detail dengan menggunakan program khusus Full-3D yang juga
disediakan oleh MEC-Model program.
Ada dua jenis rotor (daun turbin) untuk konversi energi kinetik, yang
pertama adalah jenis rotor yang mirip dengan kincir angin. Tipe ini
sering disebut juga dengan turbin dengan poros horizontal. Yang kedua
adalah cross-flow rotor atau rotor Darrieus. Ini adalah tipe turbin
dengan poros vertikal karena porosnya tegak lurus dengan arah arus.
Menurut PL Fraenkel, rotor Darrieus mempunyai beberapa kekurangan,
rotor tidak dapat langsung berputar, kalau sudah berputar sulit
dihentikan bila ada keadaan darurat, dan butuh ongkos tambah untuk
konstruksinya. Untuk mempertinggi efisiensi, kedua tipe rotor ini
biasanya ditambahi dengan nozzle, duct, atau venturi untuk mempercepat
aliran arus yang masuk ke piringan daun rotor.
Dewasa ini penelitian tentang teknologi konversi arus laut menjadi
energi listrik sedang berlangsung sangat gencar. Inggris sudah memasang
prototipe skala penuh dengan kapasitas 300 MW di Foreland Point, North
Devon, pada Mei 2003. Norwegia juga telah melakukan instalasi di
Kvalsundet Hammerfest dengan kapasitas 700 MW. Jepang, dengan
menggunakan program MEC-Model, melakukan studi kelayakan pemasangan
turbin di Selat Kanmon antara Pulau Honshu dan Kyushu. Indonesia
sebagai negara kepulauan terbesar di dunia seharusnya mulai meneliti
secara intensif potensi energi arus laut ini dan memanfaatkannya untuk
menghadapi bencana krisis energi karena masalah kenaikan harga dan
langkanya BBM.
5. OTEC
Permukaan laut dipanaskan secara terus menerus dengan bantuan sinar matahari, dan lautan menutupi hampir 70% area permukaan bumi. Perbedaan temperatur ini menyimpan banyak energi matahari yang berpotensial bagi umat manusia untuk dipergunakan. Jika hal ini bisa dilakukan dengan cost effective dan dalam skala yang besar, OTEC mampu menyediakan sumber energi terbaharukan yang diperlukan untuk menutupi berbagai masalah energi.
Siklus kalor yang sesuai dengan OTEC adalah siklus Rankine, menggunakan turbin bertekanan rendah. Sistem dapat berupa siklus tertutup ataupun terbuka. Siklus tertutup menggunakan cairan khusus yang umumnya bekerja sebagai refrigeran, misalnya ammonia. Siklus terbuka menggunakan air yang dipanaskan sebagai cairan yang bekerja di dalam siklusnya.
Prinsip Kerja Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC)
Secara sederhana dapat disebutkan bahwa OTEC bekerja dengan memanfaatkan perbedaan temperatur untuk membangkitkan tenaga listrik dengan cara memanfaatkannya untuk menguapkan Ammonia atau Freon. Tekanan uap yang timbul kemudian dipergunakan untuk memutar turbin.
Adapun prinsip kerja dari OTEC secara umum adalah:
1. Konversi energi panas laut atau OTEC menggunakan perbedaan temperatur antara permukaan yang hangat dengan air laut dalam yang dingin, minimal sebesar 77 derajat Fahrenheit (25°C) agar bisa digunakan untuk membangkitkan listrik.
2. Laut menyerap panas yang berasal dari matahari. Panas matahari membuat permukaan air laut lebih panas dibandingkan air di dasar laut. Hal ini menyebabkan air laut bersirkulasi dari dasar ke permukaan. Sirkulasi air laut ini juga dapat dimanfaatkan untuk menggerakkan turbin dan menghasilkan energi listrik.
3. Dalam beroperasinya OTEC, pipa-pipa akan ditempatkan di laut yang berfungsi untuk menyedot panas laut dan mengalirkannya ke dalam tangki pemanas guna mendidihkan fluida kerja. Umumnya digunakan ammonia sebagai fluida kerja karena mudah menguap. Dari uap fluida tersebut selanjutnya akan digunakan untuk menggerakkan turbin pembangkit listrik. Selanjutnya, uap fluida dialirkan ke ruang kondensor. Didinginkan dengan memanfaatkan air laut bersuhu 5 derajat Celcius. Air hasil pendinginan kemudian dikeluarkan kembali ke laut. Begitu siklus seterusnya. (Zaiki, 2009)
Jenis Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC)
a. Closed-Cycle (Siklus Tertutup):
Closed-cycle system menggunakan fluida dengan titik didih rendah,seperti ammonia, untuk memutar turbin guna membangkitkan listrik. Air laut permukaan yang hangat dipompa melewati sebuah heat exchanger (penukar panas) di mana fluida dengan titik didih rendah tadi diuapkan. Fluida yang mengalami perubahan wujud menjadi uap akan mengalami peningkatan tekanan. Uap bertekanan tinggi ini kemudian dialirkan ke turbin untuk menghasilkan listrik. Kemudian air dingin dari dasar lautan dipompa melewati heat exchanger yang kedua, mengembunkan hasil penguapan tadi menjadi fluida lagi, di mana siklus ini berputar terus menerus.
b. Open-Cycle (Siklus Terbuka):
Open-Cycle OTEC menggunakan air laut permukaan yang hangat untuk membangkitkan listrik. Ketika air laut hangat dipompakan ke dalam kontainer bertekanan rendah, air ini mendidih. Uap yang mengembang menggerakkan turbin tekanan rendah untuk membangkitkan listrik. Uap ini,meninggalkan garam-garam di belakang kontainer. Jadi uap ini hampir merupakan air murni. Uap ini kemudian dikondensasikan kembali dengan menggunakan suhu dingin dari air dasar laut.
c. Hybrid System (Siklus Gabungan):
Siklus hybrid menggunakan keunggulan sistem siklus terbuka dan tertutup. Siklus hybrid menggunakan air laut yang diletakkan di tangki bertekanan rendah (vacuum chamber) untuk dijaikan uap. Lalu uap tersebut digunakan untuk menguapkan fluida bertitik didih rendah (amonia atau yang lainnya) yang akan menggerakkan turbin guna menghasilkan listrik. Uap air laut tersebut lalu dikondensasikan untuk menghasilkan air tawar desalinasi.
Kekurangan dan Kelebihan
Kelebihan:
• Tidak menghasilkan gas rumah kaca ataupun limbah lainnya.
• Tidak membutuhkan bahan bakar.
• Biaya operasi rendah.
• Produksi listrik stabil.
• Dapat dikombinasikan dengan fungsi lainnya: menghasilkan air pendingin, produksi air minum, suplai air untuk aquaculture, ekstraksi mineral, dan produksi hidrogen secara elektrolisis.
Kekurangan:
• Belum ada analisa mengenai dampaknya terhadap lingkungan.
• Jika menggunakan amonia sebagai bahan yang diuapkan menimbulkan potensi bahaya kebocoran.
• Efisiensi total masih rendah sekitar 1%-3%.
Sumber: www.energi.lipi.go.id, kompas.com, www.oc.its.ac.id, www.majalahenergi.com
No comments:
Post a Comment