INFO PRAKIRAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN(PDPI) dari KKP [13-15 September 2013 ] : DPI Jawa Bali dan Nusa Tenggara : DPI (122’34’’21.9’’’BT, 9’12’’3.1’’’LS) Potensi (111’18’’54.2’’’BT, 8’46’’7.7’’’LS) (112’4’’59.4’’’BT, 8’27’’50.7’’’LS) (115’28’’3.7’’’, 9’7’’43.9’’’LS) (115’26’’37.2’’’BT, 9’26’’27.2’’’LS) (107’17’’23.2’’’BT, 8’0’’2.5’’’LS) DPI Kalimantan : -- DPI Maluku Papua : -- DPI Sumatera : Potensi (104’55’’48.3’’’BT, 6’27’’52.0’’’LS) DPI Sulawesi : Potensi (118’43’’55.8’’’BT, 1’45’’35.1’’’LS)

Monday, June 10, 2013

Budidaya Lobster Usaha Alternatif Yang Prospektif


Potensi perikanan laut Indonesia sangat besar namun sangat sedikit ikan perairan laut yang dibudidayakan oleh para pembudidaya ikan. Potensi perikanan laut ini jika digali dan dimanfaatkan dengan benar dapat meningkatkan taraf hidup para penduduk pesisir. Saat ini, ada beberapa komoditas yang sudah dapat dibudidayakan diantaranya rumput laut, kerapu, kakap,  teripang, lobster dan lain-lain.
Rumput laut dan ikan terutama kerapu dan kakap merupakan komoditas yang telah dikuasai teknologi budidayanya dan telah menjadi mata pencaharian para pembudidaya. Rumput laut saat ini menjadi komoditas dengan produksi terbesar. Sementara lobster dengan nama ilmiah Panulirus sp belum banyak dibudidakan. Padahal potensi pengembangannya sangat besar.
Lobster (Panulirus sp.) merupakan hewan nokturnal yang berarti hewan yang aktif pada malam hari seperti mencari makan dan mengurangi kegiatannya pada siang hari. mereka memakan kumpulan hewan mulai dari benthos bahkan mollusca dan krustasea kecil lainnya (Phillip & Kittaka 2000). Tubuh lobster diselubungi oleh kulit yang keras dan berzat kapur dan terdapat duri – duri.
Lobster atau Panulirus sp termasuk komoditas perikanan budidaya yang memiliki prospek yang sangat cerah. Dengan potensi budidaya laut Indonesia yang masih besar tentu lobster merupakan salah satu alternatif usaha perikanan budidaya di perairan laut yang cukup menjanjikan bagi pembudidaya. Potensi budidaya laut Indonesia merupakan yang terbesar dibandingkan dengan budidaya lainnya. Potensi budidaya laut di Indonesia mencapai total luas lahan sebesar 3.776.000 Ha, sementara lahan yang dimanfaatkan hanya sekitar 169.292 Ha atau sekitar 4,48 % tingkat pemanfaatannya.
Pemanfaatan Lahan Budidaya di Indonesia
     
Jenis Budidaya Potensi Lahan (Ha) Pemanfaatan Lahan (Ha) Tingkat Pemanfataan (%) 
Budidaya Laut 3.766.000 169.292 4,48
Budidaya Air Payau 1.225.000 749.220 61,16
Budidaya Air Tawar 2.230.500 279.867 12,55
Sumber : Statistik Perikanan Budidaya 2011
Melihat tabel di atas maka tergambar bahwa masih sangat terbuka pengembangan usaha perikanan budidaya laut. Tingkat pemanfaatan lahan masih sangat rendah, hanya sekitar 4,48 persen. Dari sedikit lahan tersebut yang dimanfaat untuk kegiatan budidaya lobster masih sangat kecil. Saat ini budidaya laut lebih banyak didominasi dari usaha budidaya rumput laut.
Teknologi budidaya lobsterjuga sudah tersedia dan tidak sulit untuk diaplikasikan di lapangan. Yang perlu diperhatikan dalam melakukan usaha budidaya lobster adalah kualitas air karena keberhasilan usaha budidaya  lobster ini sangat ditentukan oleh hal ini. Berikut ini beberapa parameter-parameter kualitas air untuk budidaya lobster:
  1. Temperatur, berkisar pada suhu 24 – 30 derajat celcius
  2. Salinitas air dengan ketentuan nilai antara 30 – 34 ppt
  3. pH air sebesar 7,5 – 8,5
  4. DO air sebesar antara 3 – 5 ppm
  5. Kecerahan air sebesar 4 – 6 m
  6. Kecepatan arus 20 – 40 cm/detik
  7. Kadar garam dalam air antara 1.028 – 1.032
Cara budidaya lobster sendiri tidaklah sulit. Walau lobster belum dapat dilakukan pembenihan namun ketersedian benih di alam cukup melimpah sehingga benih dapat diperoleh dengan mudah.  Benih lobster dapat diperoleh dari nelayan. Harga benih lobster berkisar antara Rp. 30.000 – 45.000 per ekornya.
Proses pembudidayaan lobster dilakukan dengan menggunakan satu unit karamba jaring apung berukuran 3x3x3 m3 dengan 4 petak karamba jaring apung. Satu petak karamba jaring apung diisi dengan benih berukuran 50 gram/ekor dengan kepadatan tebar 250 – 300 ekor per petak. Jaring sebaiknya dibuat rangkap dua untuk mencegah predator. Jarak antara kedua jaring sekitar 25 – 30 cm. Di dalam jaring perlu digantungkan shelter dari bahan potongan kayu berlubang, potongan pipa pvc, potongan waring dan karung beras, serta rumput laut. Pakan diberikan sebanyak 3 kali sehari dengan prosentase 15 – 20 persen berat biomassa berupa ikan rucah atau kerang hijau. Pemberian makan perlu di kontrol jangan sampai pakan banyak tersisa karena akan menjadi racun dan mengotori lingkungan perairan.Pemeliharaan lobster dilakukan selama 6 – 10 bulan. Berdasarkan pengalaman para pembudidaya tingkat kehidupan lobster setelah dipelihara sampai ukuran konsumsi mencapai  SR 75 – 80 persen.
Dalam proses pembudidayaan lobster perlu dilakukan pemeliharaan terhadap jaring setiap sebulan sekali agar terjaga kebersihannya. Lakukan pula pemantauan kesehatan, hama dan penyakit yang mungkin hinggap pada lobster. Oleh karena lobster termasuk hewan kanibal maka perlu dilakukan seleksi dan grading untuk mengurangi tingkat kanibalisme. Seleksi dan grading dapat dilakukan bersamaan dengan penggantian jaring. Sementara berat jenis air laut di ukur 2-3 minggu.
Panen dapat dilakukan dengan metode sebagian ataupun panen total. Lobster yang dipanen sebaiknya berukuran antara 100 – 300 gram/ekor sesuai dengan permintaan pasar.  Yang harus diperhatikan dalam proses pemanenan lobster adalah panen lobster harus dilakukan dengan cermat dan cekatan agar lobster tidak rusak ataupun mati saat dipanen. Jangan lupa gunakan sarung tangan saat melakukan panen untuk menghindari luka.
Lobster termasuk komoditas perikanan budidaya yang dalam proses pembudidayaannya dapat diintegrasikan dengan komoditas lain sehingga hasil yang didapat tidak hanya panen lobster namun juga ada panen komoditas lain. Hal ini semakin menegaskan bahwa budidaya lobster sangat menguntungkan.
Secara ekonomi usaha budidaya lobster merupakan usaha yang menguntungkan. Dalam satu tahun panen lobster dapat dilakukan 2 kali. Pendapatan kotornya mencapai ratusan juga rupiah untuk satu unit karamba jaring apung. Setelah dikurangi biaya-biaya, keuntungan bersih budidaya lobster mencapai 50 – 60 persen dari total pendapatan kotor. Ini belum ditambah jika budidaya lobster dilakukan dengan sistem polikultur. Tentu ada pendapatan dari yang lain. Break Even Point (BEP) pada saat menghasilkan lobster sebanyak 139 kg dengan harga per kg Rp. 165.000. Sementara waktu yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk mengembalikan investasi usaha budidaya lobster ini adalah berkisar 8 – 9 bulan. Jadi pengembalian modal usaha budidaya ini kurang dari satu tahun. Hal ini tentu menunjukkan bahwa usaha budidaya lobster sangat menjanjikan dan menguntungkan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa usaha pembesaran lobster dapat dikatakan layak (feasible) untuk dilaksanakan.
Berprospeknya budidaya rumput laut juga dapat dilihat dari prospek pasarnya. Lobster termasuk komoditas yang bernilai ekonomis sangat tinggi. Dengan semakin menurunnya hasil tangkapan lobster tentu merupakan peluang untuk pengembangan usaha budidaya ini. Lobster di tingkat pembudidaya berharga Rp. 300.000 – 600.000. Harga naik biasanya menjelang tahun baru , lebaran , natal dan imlek . Harga lobster sangat bergantung pada kualitas lobster pada saat dipanen selain juga diilhat dari jenis dan ukurannya. Oleh karenanya, pada saat panen jangan sampai lobster rusak. Harga lobster yang masih hidup, sehat dan tidak ada cacatnya cenderung lebih mahal dibandingkan dengan yang cacat atau mati.
Peluang pasar lobster terbuka lebar, tidak hanya di dalam negeri bahkan sampai keluar negeri. Permintaan lobster terutama untuk pasar luar negeri setiap tahunnya cenderung meningkat. Belanda yang terletak dibagian barat Eropa termasuk salah satu pengimpor lobster terbesar.hal ini disebabkan karena masyarakat Belanda sangat menggemari daging lobster. Ekspor lobster Indonesia cukup banyak ke negera ini dan merupakan Negara tujuan ekspor ekspor terbesar Indonesia.
Permintaan lobster tidak hanya datang dari negeri kincir angin Belanda namun juga datang dari Negara Jerman, Belgia dan Luxemburg. Sementara di benua Asia, Hongkong dan Jepang adalah dua Negara dengan permintaan ekspor tertinggi di Asia. Lobster di jepang merupakan makanan yang disajikan untuk menghormati para tamu yang datang. Sebenarnya Jepang merupakan penghasil lobster terbesar di dunia namun permintaan lobster di Negara ini juga sangat tinggi sehingga Negara ini juga masih mengimpor lobster untuk memenuhi permintaan lobster.
Sementara Hongkong, permintaan lobster juga tinggi. Hal ini disebabkan karena masyarakat Hongkong menganggap bahwa lobster merupakan pembawa hoki bagi yang mengkonsumsinya. Lobster menurut masyakat hongkong bentuknya mirip dengan seekor naga yang dapat mendatangkan keberuntungan.
Prospek pasar lobster dalam negeri saat ini juga meningkat. Permintaan lobster untuk sajian makan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia. Selain itu, masyarakat Indonesia pun sekarang juga menyukai lobster sebagai santapannya. Jika dibandingkan dengan keluarga udang lainnya, rasa lobster lebih enak dibandingkan dengan jenis udang lainnya. Lobster dengan rasa daging yang halus dan gurih ini merupakan makan bergengsi pula di Indonesia karena harganya mahal dan biasanya terdapat di restoran atau hotel berbintang.
Jadi, usaha budidaya termasuk menjanjikan hasil yang sangat menggiurkan bagi para pembudidaya. Benih dari alam tersedia sangat melimpah, BEP-nya kurang dari satu tahun dan pangsa pasarnya terbuka lebar di luar dan di dalam negeri dengan harga yang sangat tinggi.
Sumber: http://www.djpb.kkp.go.id

No comments:

Post a Comment