INFO PRAKIRAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN(PDPI) dari KKP [13-15 September 2013 ] : DPI Jawa Bali dan Nusa Tenggara : DPI (122’34’’21.9’’’BT, 9’12’’3.1’’’LS) Potensi (111’18’’54.2’’’BT, 8’46’’7.7’’’LS) (112’4’’59.4’’’BT, 8’27’’50.7’’’LS) (115’28’’3.7’’’, 9’7’’43.9’’’LS) (115’26’’37.2’’’BT, 9’26’’27.2’’’LS) (107’17’’23.2’’’BT, 8’0’’2.5’’’LS) DPI Kalimantan : -- DPI Maluku Papua : -- DPI Sumatera : Potensi (104’55’’48.3’’’BT, 6’27’’52.0’’’LS) DPI Sulawesi : Potensi (118’43’’55.8’’’BT, 1’45’’35.1’’’LS)

Tuesday, October 18, 2011

TEKNOLOGI KOMPLEMEN TERBARU PENDETEKSI TSUNAMI


Gambar 1. TEWS (www.kum.homepage.t-online.de)
 
Ina-TEWS adalah suatu system peringatan dini tsunami yang komprehensif, yang di dalamnya telah diterapkan teknologi baru yang dikenal dengan Decision Support System (DSS). DSS adalah sebuah sistem yang mengumpulkan semua informasi dari hasil sistem monitoring gempa, simulasi tsunami, monitoring tsunami dan deformasi kerak bumi setelah gempa terjadi. Kumpulan informasi ini merupakan faktor-faktor pendukung untuk menyiarkan berita peringatan dini tsunami dan evaluasi peringatan dini tsunami. Dari sistem monitoring tersebut, DSS akan mengeluarkan beberapa jenis berita atau peringatan dini yang harus diambil oleh operator pada waktu yang ditentukan melalui GUI (Graphic User Interface).

Ina- TEWS mampu memberikan peringatan dini tsunami dalam waktu lima menit setelah kejadian gempa bumi yang berpotensi membangkitkan tsunami. Ina-TEWS dibangun Pemerintah Indonesia dengan melibatkan 18 institusi Pemerintah, dan didukung finansial maupun teknologi dari 5 negara donor, yaitu Jerman, Cina, Jepang, Amerika Serikat dan Perancis dan telah diresmikan pada November 2008 oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. (id.wikipedia.org)
 
Terdapat dua komponen utama dalam sistem Indonesia Tsunami Early Warning System (Ina TEWS), yaitu komponen struktural dan kultural. Dalam komponen struktural sendiri terdapat tiga bagian yang berperan yaitu seismometer yang dioperasikan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), alat pasang surut yang dipasang di pantai-pantai dan dioperasikan oleh Bakosurtanal serta Tsunami Buoy,kata Kepala Program Operasi Ina Buoy TEWS BPPT, Wahyu Pandoe saat diwawancara oleh salah satu stasiun televisi swasta mengenai Buoy Tsunami hasil kerekayasaan BPPT (18/03).


Buoy Tsunami , lanjut Wahyu, berfungsi untuk mendeteksi ada atau tidaknya gelombang tsunami. Perlu dicatat, yang mendeteksi sebenarnya bukan buoynya, tetapi Ocean Bottom Unit atau OBU yang diletakkan di dasar lautlah yang dapat mendeteksi ada atau tidaknya gelombang tsunami, jelasnya.

OBU secara aktif mengirim data melalui underwater acoustic modem ke tsunami buoy yang terpasang di permukaan laut. Tsunami Buoy sendiri berperan sebagai penerima data dari OBU. Kemudian, tsunami buoy mentransmisikan data tersebut via satelit ke pusat pemantau tsunami Read Down Station (RDS) di Gedung I BPPT lantai 20. Buoy yang dipasang di dekat sumber gempa dan tsunami, bekerja berdasarkan gelombang tsunami atau anomali elevasi muka air laut yang dideteksi oleh sensor yang ditempatkan di OBU.

Alat inilah yang berfungsi merekam kedatangan gelombang tsunami. Bilamana terjadi perubahan air laut yang tiba-tiba, itu salah satu indikasi yang menandakan adanya tsunami. Sistem ini kemudian akan berubah menjadi tsunami warning yang berupa data gelombang akustik kemudian dikirimkan ke buoy. Dari buoy lalu akan dikirim ke salah RDS di BPPT, tutur Wahyu.


Buoy di perairan Indonesia

Buoy yang sekarang dioperasikan di perairan Indonesia terdiri dari empat jenis, yaitu Buoy Tsunami Indonesia, Deep Ocean Assessment and Reporting Tsunamis (DART) Amerika, German-Indonesian Tsunami Warning System (GITWS) dan Buoy Wavestan.
Sejak tahun 2006, kita sudah memasang buoy di 17 titik dari barat Sumatera hingga ke daerah perairan timur Indonesia. Meskipun sudah banyak yang terpasang, namun seringkali buoy-buoy tersebut mengalami kerusakan ataupun hilang. Seperti yang di Laut Flores, kita sudah melakukan tiga kali pemasangan dan tiga kali itu pula mengalami kerusakan dan pengerusakan. Begitu pula yang ada di Mentawai dan selatan Cilacap. Seringkali ditemukan buoy-buoy tersebut mengalami kerusakan sehingga mesti sering ditarik untuk dilakukan perbaikan, katanya.

Oleh karena itu, lanjut Wahyu, sangat diharapkan bantuan masyarakat khususnya nelayan dalam menjaga buoy tsunami di laut. Karena alat ini satu-satunya alat di laut yang dapat mengkonfirmasi ada atau tidaknya tsunami. Dengan terjaganya buoy tsunami ini, maka akan sangat menolong keselamatan masyarakat, terutama yang ada di pesisir.


Pengembangan lanjutan

Untuk kedepannya, jelas Wahyu, akan dilakukan pengembangan dalam sistem Ina TEWS yaitu dengan menggunakan sistem kabel laut. Jadi dari OBU yang ditempatkan di laut dalam, akan dihubungkan ke tower atau mercusuar di pantai dengan menggunakan kabel, dan diteruskan ke stasiun RDS di BPPT.

Direncanakan sistem kabel laut ini akan diterapkan di lima titik awal yaitu Ujung Kulon, Pulau Enggano Bengkulu, selatan dan utara Pulau Siberut, serta Pulau Rondo. Dengan adanya kabel laut ini bukan berarti kita menghilangkan peran buoy. Buoy tetap dipasang, namun sistem kabel laut digunakan sebagai komplemen. Indikatornya adalah buoy untuk mendeteksi tsunami yang sifatnya long distance atau tsunami jarak jauh. Sementara sistem kabel ini diharapkan bisa mendeteksi tsunami lokal atau urgent tsunami, tutup Wahyu.
(Sumber: http://www.bppt.go.id)

No comments:

Post a Comment