Ina-TEWS
adalah suatu system peringatan dini tsunami yang komprehensif, yang di dalamnya
telah diterapkan teknologi baru yang dikenal dengan Decision Support System (DSS). DSS
adalah sebuah sistem yang mengumpulkan semua informasi dari hasil sistem
monitoring gempa, simulasi tsunami, monitoring tsunami dan deformasi kerak bumi
setelah gempa terjadi. Kumpulan informasi ini merupakan faktor-faktor pendukung
untuk menyiarkan berita peringatan dini tsunami dan evaluasi peringatan dini
tsunami. Dari sistem monitoring tersebut, DSS
akan mengeluarkan beberapa jenis berita atau peringatan dini yang harus diambil
oleh operator pada waktu yang ditentukan melalui GUI (Graphic User Interface).
Ina-
TEWS mampu memberikan peringatan dini tsunami dalam waktu lima menit setelah
kejadian gempa bumi yang berpotensi membangkitkan tsunami. Ina-TEWS dibangun Pemerintah
Indonesia dengan melibatkan 18 institusi Pemerintah, dan didukung finansial
maupun teknologi dari 5 negara donor, yaitu Jerman, Cina, Jepang, Amerika
Serikat dan Perancis dan telah diresmikan pada November 2008 oleh Presiden RI
Susilo Bambang Yudhoyono. (id.wikipedia.org)
Terdapat dua komponen utama dalam sistem
Indonesia Tsunami Early Warning System (Ina TEWS), yaitu komponen
struktural dan kultural. Dalam komponen struktural sendiri terdapat tiga
bagian yang berperan yaitu seismometer yang dioperasikan oleh Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), alat pasang surut yang
dipasang di pantai-pantai dan dioperasikan oleh Bakosurtanal serta
Tsunami Buoy,kata Kepala Program Operasi Ina Buoy TEWS BPPT, Wahyu
Pandoe saat diwawancara oleh salah satu stasiun televisi swasta mengenai
Buoy Tsunami hasil kerekayasaan BPPT (18/03).
Buoy
Tsunami , lanjut Wahyu, berfungsi untuk mendeteksi ada atau tidaknya gelombang
tsunami. Perlu dicatat, yang mendeteksi sebenarnya bukan buoynya, tetapi Ocean
Bottom Unit atau OBU yang diletakkan di dasar lautlah yang dapat mendeteksi
ada atau tidaknya gelombang tsunami, jelasnya.
OBU
secara aktif mengirim data melalui underwater acoustic modem ke tsunami
buoy yang terpasang di permukaan laut. Tsunami Buoy sendiri berperan sebagai
penerima data dari OBU. Kemudian, tsunami buoy mentransmisikan data tersebut
via satelit ke pusat pemantau tsunami Read Down Station (RDS) di Gedung
I BPPT lantai 20. Buoy yang dipasang di dekat sumber gempa dan tsunami, bekerja
berdasarkan gelombang tsunami atau anomali elevasi muka air laut yang dideteksi
oleh sensor yang ditempatkan di OBU.
Alat
inilah yang berfungsi merekam kedatangan gelombang tsunami. Bilamana terjadi
perubahan air laut yang tiba-tiba, itu salah satu indikasi yang menandakan
adanya tsunami. Sistem ini kemudian akan berubah menjadi tsunami warning yang
berupa data gelombang akustik kemudian dikirimkan ke buoy. Dari buoy lalu akan
dikirim ke salah RDS di BPPT, tutur Wahyu.
Buoy di perairan Indonesia
Buoy yang sekarang dioperasikan di perairan Indonesia terdiri dari empat jenis, yaitu Buoy Tsunami Indonesia, Deep Ocean Assessment and Reporting Tsunamis (DART) Amerika, German-Indonesian Tsunami Warning System (GITWS) dan Buoy Wavestan.
Buoy yang sekarang dioperasikan di perairan Indonesia terdiri dari empat jenis, yaitu Buoy Tsunami Indonesia, Deep Ocean Assessment and Reporting Tsunamis (DART) Amerika, German-Indonesian Tsunami Warning System (GITWS) dan Buoy Wavestan.
Sejak
tahun 2006, kita sudah memasang buoy di 17 titik dari barat Sumatera
hingga ke daerah perairan timur Indonesia. Meskipun sudah banyak yang
terpasang, namun seringkali buoy-buoy tersebut mengalami kerusakan
ataupun hilang. Seperti yang di Laut Flores, kita sudah melakukan tiga
kali pemasangan dan tiga kali itu pula mengalami kerusakan dan
pengerusakan. Begitu pula yang ada di Mentawai dan selatan Cilacap.
Seringkali ditemukan buoy-buoy tersebut mengalami kerusakan sehingga
mesti sering ditarik untuk dilakukan perbaikan, katanya.
Oleh karena itu, lanjut Wahyu, sangat diharapkan bantuan masyarakat khususnya nelayan dalam menjaga buoy tsunami di laut. Karena alat ini satu-satunya alat di laut yang dapat mengkonfirmasi ada atau tidaknya tsunami. Dengan terjaganya buoy tsunami ini, maka akan sangat menolong keselamatan masyarakat, terutama yang ada di pesisir.
Oleh karena itu, lanjut Wahyu, sangat diharapkan bantuan masyarakat khususnya nelayan dalam menjaga buoy tsunami di laut. Karena alat ini satu-satunya alat di laut yang dapat mengkonfirmasi ada atau tidaknya tsunami. Dengan terjaganya buoy tsunami ini, maka akan sangat menolong keselamatan masyarakat, terutama yang ada di pesisir.
Untuk
kedepannya, jelas Wahyu, akan dilakukan pengembangan dalam sistem Ina
TEWS yaitu dengan menggunakan sistem kabel laut. Jadi dari OBU yang
ditempatkan di laut dalam, akan dihubungkan ke tower atau mercusuar di pantai dengan menggunakan kabel, dan diteruskan ke stasiun RDS di BPPT.
Direncanakan sistem kabel laut ini akan diterapkan di lima titik awal yaitu Ujung Kulon, Pulau Enggano Bengkulu, selatan dan utara Pulau Siberut, serta Pulau Rondo. Dengan adanya kabel laut ini bukan berarti kita menghilangkan peran buoy. Buoy tetap dipasang, namun sistem kabel laut digunakan sebagai komplemen. Indikatornya adalah buoy untuk mendeteksi tsunami yang sifatnya long distance atau tsunami jarak jauh. Sementara sistem kabel ini diharapkan bisa mendeteksi tsunami lokal atau urgent tsunami, tutup Wahyu.
(Sumber: http://www.bppt.go.id)
Direncanakan sistem kabel laut ini akan diterapkan di lima titik awal yaitu Ujung Kulon, Pulau Enggano Bengkulu, selatan dan utara Pulau Siberut, serta Pulau Rondo. Dengan adanya kabel laut ini bukan berarti kita menghilangkan peran buoy. Buoy tetap dipasang, namun sistem kabel laut digunakan sebagai komplemen. Indikatornya adalah buoy untuk mendeteksi tsunami yang sifatnya long distance atau tsunami jarak jauh. Sementara sistem kabel ini diharapkan bisa mendeteksi tsunami lokal atau urgent tsunami, tutup Wahyu.
(Sumber: http://www.bppt.go.id)
No comments:
Post a Comment