INFO PRAKIRAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN(PDPI) dari KKP [13-15 September 2013 ] : DPI Jawa Bali dan Nusa Tenggara : DPI (122’34’’21.9’’’BT, 9’12’’3.1’’’LS) Potensi (111’18’’54.2’’’BT, 8’46’’7.7’’’LS) (112’4’’59.4’’’BT, 8’27’’50.7’’’LS) (115’28’’3.7’’’, 9’7’’43.9’’’LS) (115’26’’37.2’’’BT, 9’26’’27.2’’’LS) (107’17’’23.2’’’BT, 8’0’’2.5’’’LS) DPI Kalimantan : -- DPI Maluku Papua : -- DPI Sumatera : Potensi (104’55’’48.3’’’BT, 6’27’’52.0’’’LS) DPI Sulawesi : Potensi (118’43’’55.8’’’BT, 1’45’’35.1’’’LS)

Friday, June 14, 2013

Pengembangan TEKNOLOGI SONAR UNTUK KUANTIFIKASI SUMBERDAYA IKAN



Oleh: Dr. Ir. Henry Munandar Manik, S.Pi, MT



            Gambar 1. ilustrasi pendeteksian ikan dengan Sonar (kiri) dan hasil pendeteksian berupa ping
                             pantulan gelombaang suara
                             (sumber: teacheratsea.wordpress.com & www.seagrant.unh.edu)

Sumber daya hayati laut seperti ikan memiliki kandungan gizi yang sangat berguna bagi manusia. Sumber daya hayati laut jika dikelola dengan baik akan mampu mendatangkan devisa. Namun metode kuantifikasi stok sumberdaya ikan belum memenuhi syarat, karena masih menggunakan pendekatan statistik perikanan. Pendekatan statistik membutuhkan waktu yang lama, akurasi yang diragukan dan luas cakupan perairan yang sempit. Dengan demikian teknologi senor diharapkan dapat memecahkan permasalahan ini.

Deskripsi Lengkap

Teknologi Sonar sudah dikenal pada masa perang dunia kedua dengan penerapan single frekuensi echosounder (Mackenzie, 1961; Urick and Saling, 1962). Penggunaan teknik Sonar untuk mengukur hamburbalik menggunakan frekuensi 24 kHz sampai 100 kHz dilakukan oleh Urick, 1967. McKinney dan Anderson (1964) mengumpulkan data hamburan dari kedalaman kurang dari 61 m di perairan pantai. Penerapan metode Lambert dalam pengukuran hambur balik pada frekuensi 1 kHz sampai 200 kHz dilakukan oleh Boehme dan Chotiros, 1988. Greenlaw et al (2004) melakukan pengembangan terhadap range frekuensi untuk menguji panjang gelombang dengan pendekatan ukuran butir sedimen. Hasil yang sama diperoleh oleh Williams et al (1988). Nilai maksimum hamburan sangat dekat dengan frekuensi yang dilakukan dengan pendekatan Faran’s model untuk elastic sphere (Faran, 1951; Crawford and Hay, 1993). 

Aplikasi teknik Sonar dalam mempelajari sumber daya ikan dalam air telah dimulai oleh Sund (1935). Sejak saat itu studi tentang stok ikan dalam kolom air terus berkembang sejalan dengan perkembangan kemajuan instrumentasi dan teknik pengambilan contoh. Hasil-hasil penelitian di periode-periode awal ini sifatnya kualitatif sehingga menimbulkan kesulitan-kesulitan pada analisis selanjutnya.

Hasil-hasil studi kuantitatif dengan menggunakan metode Sonar dimulai oleh, antara lain, Clay dan Leong (1974), Clay dan Medwin (1977) dan MacLennan dan Simmonds (1992). Foote (1987) misalnya menggunakan system linear sinyal pantul (echo) dengan peralatan transduser berfrekuensi 38 kHz untuk menduga konsentrasi ikan di laboratorium. Sementara itu, Chotiros (1995) menggunakan Biot’s theory dalam penelitiannya tentang sonar pada volume sedimen. Stanton dan Clay mengukur echo statistic dari dasar laut untuk klasifikasi sedimen. Sternlicht, D. D., dan de Moustier, C. P. (2003a, 2003b) menggunakan dual frekuensi sonar untuk deteksi dasar laut dan pembuatan echo envelope model. Stanton dan Chu (2004) mengukur echo dari microrelief dasar laut untuk mengetahui karakter echo envelope.

Dalam studi tentang deteksi dan kuantifikasi ikan dan dasar laut pada deep sea fisheries, Manik (2006) berhasil menentukan hubungan yang kuat antara kepadatan ikan dengan sinyal SONAR. Selanjutnya, nilai hambur balik dasar laut (bottom backscattering strength) dapat menentukan jenis material dasar yang berguna untuk mempelajari habitat ikan (Manik, 2006). Hasil tersebut kami gunakan sebagai dasar pijakan rasional dalam penelitian ini.

Pada bagian sensor pemancar terdapat beberapa komponen penting yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Bagian ini merupakan pengambil data analog berupa besaran fisik yang di indra oleh sensor. Sensor yang akan digunakan adalah menggunakan underwater transducer. Pada kondisi ini besaran yang diterima oleh sensor masih bersifat analog, yakni berupa pulsa listrik (ping) dari hasil pengubahan vibrasi sensor sonar pada bagian pengirim pulsa yang kemudian akan dikembalikan lagi oleh target dalam bentuk pulsa yang membawa informasi sesuai dengan karakteristik target. Dalam hal ini dilihat karakteristik refleksi dari ikan tuna dan dasar laut yang berada pada luasan beam transducer. Pulsa-pulsa yang kembali akan diubah menjadi pulsa-pulsa digital supaya bisa diolah oleh pengolah pulsa digital. Proses pengubahan ini dilakukan oleh analog to digital converter (ADC). Data ini disimpan sementara pada data logger sebelum dikirim ke sensor penerima.

Pada sensor pengirim dilakukan pemrograman bahasa tingkat rendah (assembly) untuk mendayagunakan mikrokontroller sebagai pusat kendali yang menghubungkan (interface) antara sensor dengan rangkaian pengkode digital. Pada pemrograman ini akan dilakukan komputasi bit logika dan pembuatan penyimpan data sementara dengan kapasitas yang sesuai dengan RAM mikrokontroller yang digunakan.
Data yang dikirimkan oleh transmitter kemudian akan diterima oleh receiver. Data yang diterima itu kemudian akan diidentifikasi oleh mikrokontroller dimana data tersebut harus mempresentasikan kondisi di lapangan, artinya dapat memberikan informasi target yang diamati oleh sistem transmitter. Data yang diterima tersebut kemudian dapat diolah oleh personal computer (PC) dengan merancang terlebih dahulu interface atau antar muka antara PC dan sistem receiver.

Data yang dihasilkan pada bagian ini adalah data yang bersifat real time yang memiliki identitas dimana dan kapan data diperoleh sehingga akan menjadi database yang bisa terus menerus ditampilkan. Sehingga pada sensor penerima perlu dibuat satu computer PC sebagai file server untuk menampung data yang dikirimkan oleh transmitter.

No comments:

Post a Comment