INFO PRAKIRAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN(PDPI) dari KKP [13-15 September 2013 ] : DPI Jawa Bali dan Nusa Tenggara : DPI (122’34’’21.9’’’BT, 9’12’’3.1’’’LS) Potensi (111’18’’54.2’’’BT, 8’46’’7.7’’’LS) (112’4’’59.4’’’BT, 8’27’’50.7’’’LS) (115’28’’3.7’’’, 9’7’’43.9’’’LS) (115’26’’37.2’’’BT, 9’26’’27.2’’’LS) (107’17’’23.2’’’BT, 8’0’’2.5’’’LS) DPI Kalimantan : -- DPI Maluku Papua : -- DPI Sumatera : Potensi (104’55’’48.3’’’BT, 6’27’’52.0’’’LS) DPI Sulawesi : Potensi (118’43’’55.8’’’BT, 1’45’’35.1’’’LS)

Thursday, October 27, 2011

TERUMBU KARANG DI PERAIRAN PANTAI PULAU PARI


STRUKTUR KOMUNITAS  TERUMBU KARANG DI PERAIRAN PANTAI PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA


I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Terumbu karang memiliki nilai dan arti yang sangat penting baik dari segi fisik, segi biologi dan ekologi perairan laut juga dari segi sosial ekonomi. Ditinjau dari segi fisik, terumbu karang berfungsi sebagai pelindung pantai dari erosi. Struktur karang yang keras dapat menahan gelombang dan arus, sehingga mengurangi erosi pantai dan mencegah rusaknya ekosistem pantai lain seperti padang lamun dan bakau. Dari segi biologi dan ekologi perairan laut, terumbu karang memiliki fungsi antara lain sebagai gudang keanekaragaman hayati, sebagai tempat tinggal sementara atau tetap, tempat mencari makan, berpijah, daerah asuhan dan tempat berlindung bagi organisme laut. Dari segi sosial ekonomi, terumbu karang merupakan sumber perikanan yang produktif, sehingga dapat membentu meningkatkan pendapatan nelayan, penduduk pesisir, bahkan devisa negara.

1.2. Tujuan
1)       Mempelajari keterkaitan antara biota dalam ekosistem terumbu karang di Pulau Pari.
2)       Mengamati dan mendata komunitas habitat dasar di ekosistem terumbu karang di Pulau Pari Kepulauan Seribu.
3)       Mengasah kemampuan dalam mengidentifikasi lifeform (bentuk hidup) biota habitat dasar di pulau Pari.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kepulauan Seribu Secara Umum
                Kepulauan seribu terdiri dari 108 pulau karang dengan dasar batu karang. Terumbu karang di kepulauan seribu merupakan tipe karang tepi (fringing reef)dan geomorfologinya dipengaruhi oleh pantai (Hutomo, 1991). Kepulauan Seribumerupakan suatu system pulau karang yang dikelilingi Terumbu Karang, Padang Lamun, Mangrove, dan pantai berpasir. Luasan Terumbu Karang mencapai 108.000 hektar dengan sisa mangrove seluas 18 hektar. Ekosistem terumbu karang di kepulauan seribu dihuni oelh penduduk yang terbesar di enam kelurahan yaitu Kelurahan Pulau Kelapa, Kelurahan Pulau harapan, Kelurahan Pulau panggang, Kelurahan Pulau tidung, kelurahan Pulau Pari dan Kelurahan Pulau Untung Jawa (Priyono, 2004).
2.2. Ekosistem Terumbu Karang
                Terumbu karang merupakan  ekosistem yang khas terdapat didaerah tropis dan sering digunakan untuk menentukan batas lingkungan perairan laut tropis dengan laut subtropics maupun kutub (Nybakken, 1992). Kelangsungan hidup ekosistem Terumbu karang dibatasi oleh beberapa factor lingkungan yaitu cahaya, suhu, salinitas, kejernihan air, arus, danm substrat.Terumbu karang selalu terdapat di perairan tropis dangkal antara 0 sampai 50 meter, dasar keras dan perairan jernih dengan suhu rata-rata tahunan tidak pernah lebih rendah dari 18°C, serta berarus. Terumbu karang dapat hidup subur pada perairan dengan suhu 25°C-30°C, tersebari di daerah tropisantara 30°LU dan 25°LS (Sukarno, 1994). Suhu ekstrim yang masih bisa ditoleransi adalah 40°C (Nybakken, 1992).
                Cahaya adalah salah satu factor pembatas terpenting. Cahaya diperlukanoleh zooxanthellae untuk melakukan fotosintesis, yang nantinyaakan membantu koral untuk menghasilkan terumbu. Batas komposisi karang diacu dalam hal ini adalah pada kedalaman dengan intensitas cahaya 15%-20% dari intensitas permukaan (Nybakken, 1992). Faktor pembatas selanjutnyaadalah salinitas. Terumbu karang sangat sensitive terhadap perubahan salinitas yang lebih tinggi atau lebih rendah dari kisaran normal. Salinitas air laut adalah 32%o – 35%o (Nybakken, 1992).

2.3. Penyusunan Habitat Dasar Ekosistem Terumbu Karang
                Karang memiliki sifat yang sangat unik yaitu perpaduan antara sifat hewan dan tumbuhan, arah pertumbuhannya selalu bersifat fototropik positif yaitu selalu mengarah ke atas menuju matahari (Suharsono, 1984). Karang batu merupakan biota yang secara dominan menyusun system habitat dasar terumbu (tomascik et al, 1997). Karang batu tergolong dalam filum Cnidaria, kelas Anthozoa, Subkelas Zoantharia (Hexacorallia), ordo scleractinia (Madreporaria).
                Klasifikasi karang batu menurut Veron (1995) adalah:
Filum: Cnidaria
Kelas: Anthozoa
Ordo: Scleractinia
Famili: Acroporiidae
Genus: Acropora
Spesies: Acrophora Formosa
Famili: Faviidae
Genus: Hydnophora
Spesies: Hydnophora rigidu

Karang pembangun terumbu dapat hidup berkoloni atau soliter, tetapi hamper semua karang hermatipik merupakan koloni dengan berbagai individu hewan karang atau polip menempati mangkuk kecil atau kerangka yang massif (Nybakken, 1982). Karang lunak merupakan biota lain penyususn habitat dasar ekosistem terumbu karang. Karang lunak memiliki kelimpahan yang tinggi dilingkungan terumbu karang dan dapat menimbulkan efek negative pada pertumbuhan daya tahan karang batu. Hal ini diakibatkan dengan adanya kandungan senyawa terpendam dalam karang lunak yang bersifat racun bagi biota lain, sehingga bisa mematikan biota tersebut (Maida et al, 1995nin febricius, 1996).

2.4. Pengelompokan Ikan Karang
                Berdasarkan interaksinya dengan habitat, ikan-ikan karang dapat dikelompokkan menjadi tiga komponen kunci, yaitu kelompok ikan Chaetodontoid yang terdiri atas family Chaetodontidae dan Pomacanthiidae; Kelompok ikan Acanthuroid terdiri dari Acanthuridae, Siganidae dan Zanclidae; dan kelompok ikan Lamroid meliputi Scaridae, Pomacentridae dan Labridae (Choat dan Bellwood, 1991). Pengelompokkan utama ikan karnag diwakili oleh ikan-ikan percifform kecuali beberapa family dari kelompok labroid, seluruhnya memiliki pola distribusi yang terkait dengan terumbu karang.
                Kelompok lainya juga ditemukan didaerah terumbu maupun non terumbu adalah predator besar yang memakan invertebrate bergerak, ikan lain dan juga planktivor. Famili yang tergolong kelompok ini adalah Muraenidae, Holocentridae, Apogonidae, Lethrinidae, Lutjanidae, Mullidae dan Serranidae. Sedangkan yang termasuk planktivor dan piscivor pelagis adalah Caesionidae dan Carangidae (Choat dan Bellwood, 1991).

2.5. Interaksi antara Ikan Karang dengan Terumbu
                Daerah terumbu menyediakan berbagai bentukk dan ukuran ruang bagi banyak karang. Sebagian besar ikan karang aktif di saing hari dan sisahnya aktif di malam hari. Saat tidak aktif malam hari ikan-ikan nocturnal berlindung dalam naungannya dan ikan durnal beraktivitas diluar (Sale, 1991).
                Secara umu, interaksi ikan karang terhadap habitatnya diterumbu karang mencakup tiga kegiatan (Choat dan Bellwood, 1991) yaitu:
1.       Interaksi langsung dengan struktur terumbu karang sebagai tempat perlindungan.
2.       Kegiatan makan dari ikan-iakn yang mengkonsumsi biota sessile, termasuk alga. Efek sekunder yang terjadi adalah adanya persaingan tempat antara karang denagn alga.
3.       Hubungan antara struktur terumbu dengan pola makan dari planktivor dan karnivor, dalam hal ini ikan-ikan pemakan plankton dan ikan kecil lain dapat mempertahankan energy dan nutrient dalam system trumbu.

Kelompok ikan herbivore merupakan kelompok yang kelimpahanya terbesar kedua setelah karnivora (kurang lebih 15 % dari seluruh spesies ikan). Ikan herbivore berperan dalam proses penting di terumbu, yaitu sebagai penyambung aliran energi dari produsen ke konsumen lainya.

III. METODOLOGI

3.1. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan untuk mengambil data biota habitat dasar adalah alat SCUBA (Self Contained Underwater Breathing Apparatus), rol meter, alat tulis bawah air, kamera bawah air, buku identifikasi karang (Veron, 1986), GPS (Global Positioning System), dan kapal motor. Sedangkan alat yang digunakan untuk mengambil data fisika dan kimia perairan adalah thermometer, refraktometer, secchi disc, stop watch, dan papan silang.
3.2. Lokasi dan Waktu
Pratikum dan pengambilan data akan dilaksanakan pada tanggal 27-28 Desember 2010 bertempat di pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta. Gugus Pulau Pari terletak pada bagian paling Selatan dari Pulau-Pulau di Kepulauan Seribu, sekitar 40 km sebelah barat laut kota Jakarta, dengan batas-batas yang terletak pada 05o46’15’’ LS – 05o59’30’’ dan 106026’00’’ BT-106034’22’’ BT. Gugus Pulau Pari merupakan sekumpulan dari Pulau-Pulau seperti : Pulau Tikus, Pulau Burung, Pulau Tengah, dan Pulau Pari. Pulau Pari merupakan terbesar dari ke lima pulau penyusun Gugus Pulau Pari. Panjangnya sekitar 2,5 km, lebar bagian terpendek sekitar 60 m dan bagian terpanjang sekitar 400m.


  
          Gambar 1. Peta Lokasi Praktikum

3.3.  Pengambilan data Terumbu Karang
Pengambilan data habitat dasar terumbu karang menggunakan metode transek garis menyinggung (Line Intercept Transect). Transek garis dibuat dengan cara membentangkan rol meter berskala sejajar garis pantai sepanjang 25 meter yang mencakup tiga kali ulangan dengan interval jarak sekitar 0 – 5 meter antar ulangan, sehingga total transek yang diamati adalah 75 meter. Transek garis dibentangkan pada dua strata kedalaman, yaitu tiga meter (perwakilan daerah dangkal) dan enam sampai sepuluh meter (perwakilan daerah dalam). Pengamatan biota pengisi habitat dasar dicatat berdasarkan lifeform (bentuk pertumbuhan), biota dan komponen abiotik lain yang ditemukan sepanjang transek garis (English et al., 1994). Penggololongan bentuk pertumbuhan dan kode yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut.

 

Kelompok
Kode
Hard Coral (Karang Keras)

Acropora

Branching
ACB
Digitate
ACD
Encrusting
ACE
Submassive
ACS
Tabulate
ACT
Non - Acropora

Encrusting
CE
Branching
CB
Foliose
CF
Massive
CM
Submassive
CS
Mushroom
CMR
Millepora
CME
Heliopora
CHL
Dead Coral
DC
Dead Coral with algae
DCA
Other Fauna

Soft Coral
SC
Sponges
SP
Zoantids
ZO
Other
OT
Algae

Algae Assemblage
AA
Coralline Algae
CA
Halimeda
HA
Macro Algae
MA
Turf Algae
TA
Abiotik

Sand
S
Rubble
R
Silt
SI
Water
WA
Rock
RC


































3.4. Pengolahan Data
a. Persen Penutupan Habitat Dasar
   Komponen habitat dasar serta panjang transisi penutupan yang ditemukan sepanjang transek garis, dikelompokkan menurut bentuk pertumbuhannya. Rumus dibawah digunakan untuk menghitung persentase penutupan karang (English et al., 1994) :

Gomez dan Yap (1988) membagi ke dalam empat criteria penutupan karang. Kriteria penilaian penutupan karang dapat dilihat pada tabel berikut.
 

Persentase Penutupan ( % )
Kriteria
 0 - 24,9
Buruk
25 - 49,9
Sedang
50 - 74,9
Baik
75 - 100
Sangat baik







Tabel 3. Kriteria persentase penutupan karang
Sumber : Gomez dan Yap (1988)

b. Indeks Mortalitas Karang
            Penghitungan rasio kematian karang keras dapat memperlihatkan besarnya perubahan karang hidup menjadi karang mati. Rasio tersebut diketahui melalui indeks mortalitas ( IM ). 



             Nilai indeks mortalitas yang mendekati nol menunjukkan bahwa tidaj ada perubahan yang berarti bagi karang hidup, sedangkan nilai yang mendekati satu menunjukkan bahwa terjadi perubahan berarti dari karang hidup menjadi karang mati.
c. Proporsi Kemunculan Karang Keras
            Proporsi nilai karang digunakan untuk mengetahui kemunculan karang keras di suatu daerah dan keanekaragaman relatif karang keras. Semakin besar nilai proporsi di suatu daerah menunjukkan bahwa tingkat kemunculan karang keras di daerah tersebut tinggi, selain itu juga daerah tersebut mempunyai keanekaragaman yang tinggi. 


                                                                                       Rumus -rumus






Daftar Pustaka
English, S., C. Wilkinson dan V. Baker. 1994. Survey Manual for Tropical Marine Resources 2nd Edition. Australian Institute of Marine Science. h. 34 – 80. Townsvlle.
Gomez, E.D. dan H. T. Yap,. 1988. Monitoring Reef Conditions, In : Kenchington, R. A and B. E. T. Hudson (eds). h. 187 – 196. Coral Reef Management Handbook. UNESCO Regional Office for Science and Technology for South-East Asia. Jakarta.



3 comments:

  1. Marine Science,
    Bolehkah saya pakai peta Pulau Pari itu buat bahan ilustrasi. Aku mau buat artikel wisata tentang Pulau Pari.

    ReplyDelete
  2. Boleh tanya, sumber petanya dari mana ya? Thx.

    ReplyDelete
  3. selamat siang mas, mohon izin untuk menggunakan peta untuk tugas kuliah,
    kalau boleh saya meminta, bisa saya minta tolong kirimkan yang aslinya terimakasih.

    ReplyDelete