STRUKTUR KOMUNITAS TERUMBU KARANG DI PERAIRAN PANTAI PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Terumbu
karang memiliki nilai dan arti yang sangat penting baik dari segi
fisik, segi biologi dan ekologi perairan laut juga dari segi sosial
ekonomi. Ditinjau dari segi fisik, terumbu karang berfungsi sebagai
pelindung pantai dari erosi. Struktur karang yang keras dapat menahan
gelombang dan arus, sehingga mengurangi erosi pantai dan mencegah
rusaknya ekosistem pantai lain seperti padang lamun dan bakau. Dari segi
biologi dan ekologi perairan laut, terumbu karang memiliki fungsi
antara lain sebagai gudang keanekaragaman hayati, sebagai tempat tinggal
sementara atau tetap, tempat mencari makan, berpijah, daerah asuhan dan
tempat berlindung bagi organisme laut. Dari segi sosial ekonomi,
terumbu karang merupakan sumber perikanan yang produktif, sehingga dapat
membentu meningkatkan pendapatan nelayan, penduduk pesisir, bahkan
devisa negara.
1.2. Tujuan
1) Mempelajari keterkaitan antara biota dalam ekosistem terumbu karang di Pulau Pari.
2) Mengamati dan mendata komunitas habitat dasar di ekosistem terumbu karang di Pulau Pari Kepulauan Seribu.
3) Mengasah kemampuan dalam mengidentifikasi lifeform (bentuk hidup) biota habitat dasar di pulau Pari.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kepulauan Seribu Secara Umum
Kepulauan
seribu terdiri dari 108 pulau karang dengan dasar batu karang. Terumbu
karang di kepulauan seribu merupakan tipe karang tepi (fringing reef)dan
geomorfologinya dipengaruhi oleh pantai (Hutomo, 1991). Kepulauan
Seribumerupakan suatu system pulau karang yang dikelilingi Terumbu
Karang, Padang Lamun, Mangrove, dan pantai berpasir. Luasan Terumbu
Karang mencapai 108.000 hektar dengan sisa mangrove seluas 18 hektar.
Ekosistem terumbu karang di kepulauan seribu dihuni oelh penduduk yang
terbesar di enam kelurahan yaitu Kelurahan Pulau Kelapa, Kelurahan Pulau
harapan, Kelurahan Pulau panggang, Kelurahan Pulau tidung, kelurahan
Pulau Pari dan Kelurahan Pulau Untung Jawa (Priyono, 2004).
2.2. Ekosistem Terumbu Karang
Terumbu karang merupakan ekosistem
yang khas terdapat didaerah tropis dan sering digunakan untuk
menentukan batas lingkungan perairan laut tropis dengan laut subtropics
maupun kutub (Nybakken, 1992). Kelangsungan hidup ekosistem Terumbu
karang dibatasi oleh beberapa factor lingkungan yaitu cahaya, suhu,
salinitas, kejernihan air, arus, danm substrat.Terumbu karang selalu
terdapat di perairan tropis dangkal antara 0 sampai 50 meter, dasar
keras dan perairan jernih dengan suhu rata-rata tahunan tidak pernah
lebih rendah dari 18°C, serta berarus. Terumbu karang dapat hidup subur
pada perairan dengan suhu 25°C-30°C, tersebari di daerah tropisantara
30°LU dan 25°LS (Sukarno, 1994). Suhu ekstrim yang masih bisa
ditoleransi adalah 40°C (Nybakken, 1992).
Cahaya adalah salah satu factor pembatas terpenting. Cahaya diperlukanoleh zooxanthellae
untuk melakukan fotosintesis, yang nantinyaakan membantu koral untuk
menghasilkan terumbu. Batas komposisi karang diacu dalam hal ini adalah
pada kedalaman dengan intensitas cahaya 15%-20% dari intensitas
permukaan (Nybakken, 1992). Faktor pembatas selanjutnyaadalah salinitas.
Terumbu karang sangat sensitive terhadap perubahan salinitas yang lebih
tinggi atau lebih rendah dari kisaran normal. Salinitas air laut adalah
32%o – 35%o (Nybakken, 1992).
2.3. Penyusunan Habitat Dasar Ekosistem Terumbu Karang
Karang
memiliki sifat yang sangat unik yaitu perpaduan antara sifat hewan dan
tumbuhan, arah pertumbuhannya selalu bersifat fototropik positif yaitu
selalu mengarah ke atas menuju matahari (Suharsono, 1984). Karang batu
merupakan biota yang secara dominan menyusun system habitat dasar
terumbu (tomascik et al, 1997). Karang batu tergolong dalam filum
Cnidaria, kelas Anthozoa, Subkelas Zoantharia (Hexacorallia), ordo
scleractinia (Madreporaria).
Klasifikasi karang batu menurut Veron (1995) adalah:
Filum: Cnidaria
Kelas: Anthozoa
Ordo: Scleractinia
Famili: Acroporiidae
Genus: Acropora
Spesies: Acrophora Formosa
Famili: Faviidae
Genus: Hydnophora
Spesies: Hydnophora rigidu
Karang pembangun
terumbu dapat hidup berkoloni atau soliter, tetapi hamper semua karang
hermatipik merupakan koloni dengan berbagai individu hewan karang atau
polip menempati mangkuk kecil atau kerangka yang massif (Nybakken,
1982). Karang lunak merupakan biota lain penyususn habitat dasar
ekosistem terumbu karang. Karang lunak memiliki kelimpahan yang tinggi
dilingkungan terumbu karang dan dapat menimbulkan efek negative pada
pertumbuhan daya tahan karang batu. Hal ini diakibatkan dengan adanya
kandungan senyawa terpendam dalam karang lunak yang bersifat racun bagi
biota lain, sehingga bisa mematikan biota tersebut (Maida et al, 1995nin
febricius, 1996).
2.4. Pengelompokan Ikan Karang
Berdasarkan
interaksinya dengan habitat, ikan-ikan karang dapat dikelompokkan
menjadi tiga komponen kunci, yaitu kelompok ikan Chaetodontoid yang
terdiri atas family Chaetodontidae dan Pomacanthiidae; Kelompok ikan
Acanthuroid terdiri dari Acanthuridae, Siganidae dan Zanclidae; dan
kelompok ikan Lamroid meliputi Scaridae, Pomacentridae dan Labridae
(Choat dan Bellwood, 1991). Pengelompokkan utama ikan karnag diwakili
oleh ikan-ikan percifform kecuali beberapa family dari kelompok labroid,
seluruhnya memiliki pola distribusi yang terkait dengan terumbu karang.
Kelompok
lainya juga ditemukan didaerah terumbu maupun non terumbu adalah
predator besar yang memakan invertebrate bergerak, ikan lain dan juga
planktivor. Famili yang tergolong kelompok ini adalah Muraenidae,
Holocentridae, Apogonidae, Lethrinidae, Lutjanidae, Mullidae dan
Serranidae. Sedangkan yang termasuk planktivor dan piscivor pelagis
adalah Caesionidae dan Carangidae (Choat dan Bellwood, 1991).
2.5. Interaksi antara Ikan Karang dengan Terumbu
Daerah
terumbu menyediakan berbagai bentukk dan ukuran ruang bagi banyak
karang. Sebagian besar ikan karang aktif di saing hari dan sisahnya
aktif di malam hari. Saat tidak aktif malam hari ikan-ikan nocturnal
berlindung dalam naungannya dan ikan durnal beraktivitas diluar (Sale,
1991).
Secara umu, interaksi ikan karang terhadap habitatnya diterumbu karang mencakup tiga kegiatan (Choat dan Bellwood, 1991) yaitu:
1. Interaksi langsung dengan struktur terumbu karang sebagai tempat perlindungan.
2. Kegiatan
makan dari ikan-iakn yang mengkonsumsi biota sessile, termasuk alga.
Efek sekunder yang terjadi adalah adanya persaingan tempat antara karang
denagn alga.
3. Hubungan
antara struktur terumbu dengan pola makan dari planktivor dan karnivor,
dalam hal ini ikan-ikan pemakan plankton dan ikan kecil lain dapat
mempertahankan energy dan nutrient dalam system trumbu.
Kelompok
ikan herbivore merupakan kelompok yang kelimpahanya terbesar kedua
setelah karnivora (kurang lebih 15 % dari seluruh spesies ikan). Ikan
herbivore berperan dalam proses penting di terumbu, yaitu sebagai
penyambung aliran energi dari produsen ke konsumen lainya.
III. METODOLOGI
3.1. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan untuk mengambil data biota habitat dasar adalah alat SCUBA (Self Contained Underwater Breathing Apparatus), rol meter, alat tulis bawah air, kamera bawah air, buku identifikasi karang (Veron, 1986), GPS (Global Positioning System),
dan kapal motor. Sedangkan alat yang digunakan untuk mengambil data
fisika dan kimia perairan adalah thermometer, refraktometer, secchi disc, stop watch, dan papan silang.
3.2. Lokasi dan Waktu
Pratikum
dan pengambilan data akan dilaksanakan pada tanggal 27-28 Desember 2010
bertempat di pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta. Gugus Pulau Pari
terletak pada bagian paling Selatan dari Pulau-Pulau di Kepulauan
Seribu, sekitar 40 km sebelah barat laut kota Jakarta, dengan
batas-batas yang terletak pada 05o46’15’’ LS – 05o59’30’’ dan 106026’00’’ BT-106034’22’’
BT. Gugus Pulau Pari merupakan sekumpulan dari Pulau-Pulau seperti :
Pulau Tikus, Pulau Burung, Pulau Tengah, dan Pulau Pari. Pulau Pari
merupakan terbesar dari ke lima pulau penyusun Gugus Pulau Pari.
Panjangnya sekitar 2,5 km, lebar bagian terpendek sekitar 60 m dan
bagian terpanjang sekitar 400m.
Gambar 1. Peta Lokasi Praktikum
3.3. Pengambilan data Terumbu Karang
Pengambilan data habitat dasar terumbu karang menggunakan metode transek garis menyinggung (Line Intercept Transect).
Transek garis dibuat dengan cara membentangkan rol meter berskala
sejajar garis pantai sepanjang 25 meter yang mencakup tiga kali ulangan
dengan interval jarak sekitar 0 – 5 meter antar ulangan, sehingga total
transek yang diamati adalah 75 meter. Transek garis dibentangkan pada
dua strata kedalaman, yaitu tiga meter (perwakilan daerah dangkal) dan
enam sampai sepuluh meter (perwakilan daerah dalam). Pengamatan biota
pengisi habitat dasar dicatat berdasarkan lifeform (bentuk pertumbuhan), biota dan komponen abiotik lain yang ditemukan sepanjang transek garis (English et al., 1994). Penggololongan bentuk pertumbuhan dan kode yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut.
Kelompok
|
Kode
|
Hard Coral (Karang Keras)
| |
Acropora
| |
Branching
|
ACB
|
Digitate
|
ACD
|
Encrusting
|
ACE
|
Submassive
|
ACS
|
Tabulate
|
ACT
|
Non - Acropora
| |
Encrusting
|
CE
|
Branching
|
CB
|
Foliose
|
CF
|
Massive
|
CM
|
Submassive
|
CS
|
Mushroom
|
CMR
|
Millepora
|
CME
|
Heliopora
|
CHL
|
Dead Coral
|
DC
|
Dead Coral with algae
|
DCA
|
Other Fauna
| |
Soft Coral
|
SC
|
Sponges
|
SP
|
Zoantids
|
ZO
|
Other
|
OT
|
Algae
| |
Algae Assemblage
|
AA
|
Coralline Algae
|
CA
|
Halimeda
|
HA
|
Macro Algae
|
MA
|
Turf Algae
|
TA
|
Abiotik
| |
Sand
|
S
|
Rubble
|
R
|
Silt
|
SI
|
Water
|
WA
|
Rock
|
RC
|
3.4. Pengolahan Data
a. Persen Penutupan Habitat Dasar
Komponen habitat dasar serta panjang transisi penutupan yang ditemukan
sepanjang transek garis, dikelompokkan menurut bentuk pertumbuhannya.
Rumus dibawah digunakan untuk menghitung persentase penutupan karang
(English et al., 1994) :
Gomez
dan Yap (1988) membagi ke dalam empat criteria penutupan karang.
Kriteria penilaian penutupan karang dapat dilihat pada tabel berikut.
Persentase Penutupan ( % )
|
Kriteria
|
0 - 24,9
|
Buruk
|
25 - 49,9
|
Sedang
|
50 - 74,9
|
Baik
|
75 - 100
|
Sangat baik
|
Tabel 3. Kriteria persentase penutupan karang
Sumber : Gomez dan Yap (1988)
b. Indeks Mortalitas Karang
Penghitungan rasio kematian karang keras dapat memperlihatkan besarnya
perubahan karang hidup menjadi karang mati. Rasio tersebut diketahui
melalui indeks mortalitas ( IM ).
Nilai indeks mortalitas yang mendekati nol menunjukkan bahwa tidaj ada
perubahan yang berarti bagi karang hidup, sedangkan nilai yang mendekati
satu menunjukkan bahwa terjadi perubahan berarti dari karang hidup
menjadi karang mati.
c. Proporsi Kemunculan Karang Keras
Proporsi nilai karang digunakan untuk mengetahui kemunculan karang
keras di suatu daerah dan keanekaragaman relatif karang keras. Semakin
besar nilai proporsi di suatu daerah menunjukkan bahwa tingkat
kemunculan karang keras di daerah tersebut tinggi, selain itu juga
daerah tersebut mempunyai keanekaragaman yang tinggi.
Rumus -rumus
Daftar Pustaka
English, S., C. Wilkinson dan V. Baker. 1994. Survey Manual for Tropical Marine Resources 2nd Edition. Australian Institute of Marine Science. h. 34 – 80. Townsvlle.
Gomez,
E.D. dan H. T. Yap,. 1988. Monitoring Reef Conditions, In :
Kenchington, R. A and B. E. T. Hudson (eds). h. 187 – 196. Coral Reef
Management Handbook. UNESCO Regional Office for Science and Technology
for South-East Asia. Jakarta.
Marine Science,
ReplyDeleteBolehkah saya pakai peta Pulau Pari itu buat bahan ilustrasi. Aku mau buat artikel wisata tentang Pulau Pari.
Boleh tanya, sumber petanya dari mana ya? Thx.
ReplyDeleteselamat siang mas, mohon izin untuk menggunakan peta untuk tugas kuliah,
ReplyDeletekalau boleh saya meminta, bisa saya minta tolong kirimkan yang aslinya terimakasih.