INFO PRAKIRAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN(PDPI) dari KKP [13-15 September 2013 ] : DPI Jawa Bali dan Nusa Tenggara : DPI (122’34’’21.9’’’BT, 9’12’’3.1’’’LS) Potensi (111’18’’54.2’’’BT, 8’46’’7.7’’’LS) (112’4’’59.4’’’BT, 8’27’’50.7’’’LS) (115’28’’3.7’’’, 9’7’’43.9’’’LS) (115’26’’37.2’’’BT, 9’26’’27.2’’’LS) (107’17’’23.2’’’BT, 8’0’’2.5’’’LS) DPI Kalimantan : -- DPI Maluku Papua : -- DPI Sumatera : Potensi (104’55’’48.3’’’BT, 6’27’’52.0’’’LS) DPI Sulawesi : Potensi (118’43’’55.8’’’BT, 1’45’’35.1’’’LS)

Sunday, October 23, 2011

BUDIDAYA IKAN BELUT ( Synbranchus )

BUDIDAYA IKAN BELUT
( Synbranchus )
1. SEJARAH SINGKAT
Belut merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan bentuk tubuh bulat memanjang yang hanya memiliki sirip punggung dan tubuhnya licin. Belut suka memakan anak-anak ikan yang masih kecil. Biasanya hidup di sawah-sawah, di rawa-rawa/lumpur dan di kali-kali kecil. Di Indonesia sejak tahun 1979, belut mulai dikenal dan digemari, hingga saat ini belut banyak dibudidayakan dan menjadi salah satu komoditas ekspor.
2. SENTRA PERIKANAN
Sentra perikanan belut Internasional terpusat di Taiwan, Jepang, Hongkong, Perancis dan Malaysia. Sedangkan sentra perikanan belut di Indonesia berada di daerah Yogyakarta dan di daerah Jawa Barat. Di daerah lainnya baru merupakan tempat penampungan belut-belut tangkapan dari alam atau sebagai pos penampungan.
3. JENIS
Klasifikasi belut adalah sebagai berikut:
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Synbranchoidae
Famili : Synbranchidae
Genus : Synbranchus
Species : Synbranchus bengalensis Mc clell (belut rawa); Monopterus albus Zuieuw (belut sawah); Macrotema caligans Cant (belut kali/laut)
Jadi jenis belut ada 3 (tiga) macam yaitu belut rawa, belut sawah dan belut kali/laut. Namun demikian jenis belut yang sering dijumpai adalah jenis belut sawah.
4. MANFAAT
Manfaat dari budidaya belut adalah:
  1. Sebagai penyediaan sumber protein hewani.
  2. Sebagai pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
  3. Sebagai obat penambah darah.
5. PERSYARATAN LOKASI
  1. Secara klimatologis ikan belut tidak membutuhkan kondisi iklim dan geografis yang spesifik. Ketinggian tempat budidaya ikan belut dapat berada di dataran rendah sampai dataran tinggi. Begitu pula dengan kelembaban dan curah hujan tidak ada batasan yang spesifik.
  2. Kualitas air untuk pemeliharaan belut harus bersih, tidak terlalu keruh dan tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah pabrik. Kondisi tanah dasar kolam tidak beracun.
  3. Suhu udara/temperatur optimal untukpertumbuhan belut yaitu berkisar antara 25-31 derajat C.
  4. Pada prinsipnya kondisi perairan adalah air yang harus bersih dan kaya akan osigen terutama untuk bibit/benih yang masih kecil yaitu ukuran 1-2 cm. Sedangkan untuk perkembangan selanjutnya belut dewasa tidak memilih kualitas air dan dapat hidup di air yang keruh.
6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
  1. Penyiapan Sarana dan Peralatan
    1. Perlu diketahui bahwa jenis kolam budidaya ikan belut harus dibedakan antara lain: kolam induk/kolam pemijahan, kolam pendederan (untuk benih belut berukuran 1-2 cm), kolam belut remaja (untuk belut ukuran 3-5 cm) dan kolam pemeliharaan belut konsumsi (terbagi menjadi 2 tahapan yang masing-masing dibutuhkan waktu 2 bulan) yaitu untuk pemeliharaan belut ukuran 5-8 cm sampai menjadi ukuran 15-20 cm dan untuk pemeliharan belut dengan ukuran 15-20 cm sampai menjadi ukuran 30-40 cm.
    2. Bangunan jenis-jenis kolam belut secara umum relatif sama hanya dibedakan oleh ukuran, kapasitas dan daya tampung belut itu sendiri.
    3. Ukuran kolam induk kapasitasnya 6 ekor/m 2 . Untuk kolam pendederan (ukuran belut 1-2 cm) daya tampungnya 500 ekor/m 2 . Untuk kolam belut remaja (ukuran 2-5 cm) daya tampungnya 250 ekor/m 2 . Dan untuk kolam belut konsumsi tahap pertama (ukuran 5-8 cm) daya tampungnya 100 ekor/m 2 . Serta kolam belut konsumsi tahap kedua (ukuran 15-20cm) daya tampungnya 50 ekor/m 2 , hingga panjang belut pemanenan kelak berukuran 3-50 cm.
    4. Pembuatan kolam belut dengan bahan bak dinding tembok/disemen dan dasar bak tidak perlu diplester.
    5. Peralatan lainnya berupa media dasar kolam, sumber air yang selalu ada, alat penangkapan yang diperlukan, ember plastik dan peralatan-peralatan lainnya.
    6. Media dasar kolam terdiri dari bahan-bahan organik seperti pupuk kandang, sekam padi dan jerami padi. Caranya kolam yang masih kosong untuk lapisan pertama diberi sekam padi setebal 10 cm, diatasnya ditimbun dengan pupuk kandang setebal 10 cm, lalu diatasnya lagi ditimbun dengan ikatan-ikatan merang atau jerami kering. Setelah tumpukan-tumpukan bahan organik selesai dibuat (tebal seluruhnya sekitar 30 cm), berulah air dialirkan kedalam kolam secara perlahan-lahan sampai setinggi 50 cm (bahan organik + air). Dengan demikian media dasar kolam sudah selesai, tinggal media tersebut dibiarkan beberapa saat agar sampai menjadi lumpur sawah. Setelah itu belut-belut diluncurkan ke dalam kolam.
  2. Penyiapan Bibit
    1. Menyiapkan Bibit
      1. Anak belut yang sudah siap dipelihara secara intensif adalah yang berukuran 5-8 cm. Di pelihara selama 4 bulan dalam 2 tahapan dengan masing-masing tahapannya selama 2 bulan.
      2. Bibit bisa diperoleh dari bak/kolam pembibitan atau bisa juga bibit diperoleh dari sarang-sarang bibit yang ada di alam.
      3. Pemilihan bibit bisa diperoleh dari kolam peternakan atau pemijahan. Biasanya belut yang dipijahkan adalah belut betina berukuran ± 30 cm dan belut jantan berukuran ± 40 cm.
      4. Pemijahan dilakukan di kolam pemijahan dengan kapasitas satu ekor pejantan dengan dua ekor betina untuk kolam seluas 1 m 2 . Waktu pemijahan kira-kira berlangsung 10 hari baru telur-telur ikan belut menetas. Dan setelah menetas umur 5-8 hari dengan ukuran anak belut berkisar 1,5–2,5 cm. Dalam ukuran ini belut segera diambil untuk ditempatkan di kolam pendederan calon benih/calon bibit. Anak belut dengan ukuran sedemikian tersebut diatas segera ditempatkan di kolam pendederan calon bibit selama ± 1 (satu) bulan sampai anak belut tersebut berukuran 5-8 cm. Dengan ukuran ini anak belut sudah bisa diperlihara dalam kolam belut untuk konsumsi selama dua bulan atau empat bulan.
    2. Perlakuan dan Perawatan Bibit
      Dari hasil pemijahan anak belut ditampung di kolam pendederan calon benih selama 1 bulan. Dalam hal ini benih diperlakukan dengan secermat mungkin agar tidak banyak yang hilang. Dengan perairan yang bersih dan lebih baik lagi apabila di air yang mengalir.
  3. Pemeliharaan Pembesaran
    1. Pemupukan
      Jerami yang sudah lapuk diperlukan untuk membentuk pelumpuran yang subur dan pupuk kandang juga diperlukan sebagai salah satu bahan organik utama.
    2. Pemberian Pakan
      Bila diperlukan bisa diberi makanan tambahan berupa cacing, kecoa, ulat besar(belatung) yang diberikan setiap 10 hari sekali.
    3. Pemberian Vaksinasi
    4. Pemeliharaan Kolam dan Tambak
      Yang perlu diperhatikan pada pemeliharaan belut adalah menjaga kolam agar tidak ada gangguan dari luar dan dalam kolam tidak beracun.
7. HAMA DAN PENYAKIT
  1. Hama
    1. Hama pada belut adalah binatang tingkat tinggi yang langsung mengganggu kehidupan belut.
    2. Di alam bebas dan di kolam terbuka, hama yang sering menyerang belut antara lain: berang-berang, ular, katak, burung, serangga, musang air dan ikan gabus.
    3. Di pekarangan, terutama yang ada di perkotaan, hama yang sering menyerang hanya katak dan kucing. Pemeliharaan belut secara intensif tidak banyak diserang hama.
  2. Penyakit
    Penyakit yang umum menyerang adalah penyakit yang disebabkan oleh organisme tingkat rendah seperti virus, bakteri, jamur, dan protozoa yang berukuran kecil.
8. PANEN
Pemanenan belut berupa 2 jenis yaitu :
  1. Berupa benih/bibit yang dijual untuk diternak/dibudidayakan.
  2. Berupa hasil akhir pemeliharaan belut yang siap dijual untuk konsumsi (besarnya/panjangnya sesuai dengan permintaan pasar/konsumen). Cara Penangkapan belut sama seperti menangkap ikan lainnya dengan peralatan antara lain: bubu/posong, jaring/jala bermata lembut, dengan pancing atau kail dan pengeringan air kolam sehingga belut tinggal diambil saja.
9. PASCAPANEN
Pada pemeliharaan belut secara komersial dan dalam jumlah yang besar, penanganan pasca panen perlu mendapat perhatian yang serius. Hal ini agar belut dapat diterima oleh konsumen dalam kualitas yang baik, sehingga mempunyai jaringan pemasaran yang luas.
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA
  1. Analisis Usaha Budidaya
    Perkiraan analisis budidaya belut selama 3 bulan di daerah Jawa Barat pada tahun 1999 adalah sebagai berikut:
    1. Biaya Produksi
      1. Pembuatan kolam tanah 2 x 3 x 1, 4 HOK @ Rp.7.000,- Rp. 28.000,-
      2. Bibit 3.000 ekor x @ Rp. 750,- Rp. 225.000,-
      3. Makanan tambahan (daging kelinci 3 ekor) @ Rp.15.000,-Rp. 45.000,-
      4. Lain-lain Rp. 30.000,-
        Jumlah Biaya Produksi Rp. 328.000,-
    2. Pendapatan: 3000 ekor = 300 kg x @ Rp. 2.500,- Rp. 750.000,-
    3. Keuntungan Rp. 422.000,-
    4. Parameter Kelayakan Usaha 2,28
10.2. Gambaran Peluang Agribisnis
Budidaya ikan belut, baik dalam bentuk pembenihan maupun pembesaran mempunyai prospek yang cukup baik. Permintaan konsumen akan keberadaan ikan belut semakin meningkat. Dengan teknik pemeliharaan yang baik, maka akan diperoleh hasil budidaya yang memuaskan dan diminati konsumen.
11. DAFTAR PUSTAKA
  1. Satwono, B. 1999. Budidaya Belut dan Tidar. Penerbit Penebar Swadaya (Anggota IKAPI). Jakarta.
  2. Ronni Hendrik S. 1999. Budidaya Belut. Penerbit Bhratara, Jakarta
12. KONTAK HUBUNGAN
Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS; Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829 Jakarta, Maret 2000
Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas

BUDIDAYA IKAN MUJAIR ( Tilapia mossambica )

BUDIDAYA IKAN MUJAIR
( Tilapia mossambica )

1. SEJARAH SINGKAT
Ikan mujair merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, bentuk badan pipih dengan warna abu-abu, coklat atau hitam. Ikan ini berasal dari perairan Afrika dan pertama kali di Indonesia ditemukan oleh bapak Mujair di muara sungai Serang pantai selatan Blitar Jawa Timur pada tahun 1939. Ikan mujair mempunyai toleransi yang besar terhadap kadar garam/salinit as. Jenis ikan ini mempunyai kecepatan pertumbuhan yang relatif lebih cepat, tetapi setelah dewasa percepatan pertumbuhannya akan menurun. Panjang total maksimum yang dapat dicapai ikan mujair adalah 40 cm.
2. SENTRA PERIKANAN
Sentra perikanan terdapat didaerah Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera, Kalimantan.
3. JENIS
Klasifikasi ikan mujair adalah sebagai berikut:
Kelas : Pisces
Sub kelas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Sub-ordo : Percoidea
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Species : Oreochromis mossambicus
Adapun jenis ikan mujair yang dikenal antara lain: mujair biasa, mujair merah (mujarah) atau jamerah dan mujair albino.
4. MANFAAT
Sebagai sumber penyediaan protein hewani.
5. PERSYARATAN LOKASI
  1. Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan adalah jenis tanah liat/lempung, tidak berporos. Jenis tanah tersebut dapat menahan massa air yang besar
    dan tidak bocor sehingga dapat dibuat pematang/dinding kolam.
  2. Kemiringan tanah yang baik untuk pembuatan kolam berkisar antara 3-5% untuk memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.
  3. Ikan mujair dapat tumbuh normal, jika lokasi pemeliharaan berada pada ketinggian antara 150-1000 m dpl.
  4. Kualitas air untuk pemeliharaan ikan mujair harus bersih, tidak terlalu keruh dan tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah pabrik.
  5. Ikan mujair dapat berkembang pesat di kolam, sawah, kakaban, dan sungai air deras. Kolam dengan sistem pengairannya yang mengalir sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik ikan mujair. Debit air untuk kolam air tenang 8-15 liter/detik/ha, sedangkan untuk pembesaran di kolam air deras debitnya 100 liter/menit/m 3 .
  6. Keasaman air (pH) yang baik adalah antara 7-8.
  7. Suhu air yang baik berkisar antara 20-25 derajat C.
6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
  1. Penyiapan Sarana dan Peralatan
    1. Kolam
      Sarana berupa kolam yang perlu disediakan dalam usaha budidaya ikan mujair tergantung dari sistim pemeliharaannya (sistim 1 kolam, 2 kolam dlsb). Adapun jenis kolam yang umum dipergunakan dalam budidaya ikan mujair antara lain:
      1. Kolam pemeliharaan induk/kolam pemijahan
        Kolam ini berfungsi sebagai kolam pemijahan, kolam sebaiknya berupa kolam tanah yang luasnya 50-100 meter persegi dan kepadatan kolam induk hanya 2 ekor/m². Adapun syarat kolam pemijahan adalah suhu air berkisar antara 20-22 derajat C; kedalaman air 40-60 cm; dasar kolam sebaiknya berpasir.
      2. Kolam pemeliharaan benih/kolam pendederan
        Luas kolam tidak lebih dari 50-100 meter persegi. Kedalaman air kolam antara 30-50 cm. Kepadatan sebaiknya 5-50 ekor/meter persegi. Lama pemeliharaan di dalam kolam pendederan/ipukan antara 3-4 minggu, pada saat benih ikan berukuran 3-5 cm.
      3. Kolam pembesaran
        Kolam pembesaran berfungsi sebagai tempat untuk memelihara dan membesarkan benih selepas dari kolam pendederan. Adakalanya dalam pemeliharaan ini diperlukan beberapa kolam pembesaran, yaitu:
        • Kolam pembesaran tahap I berfungsi untuk memelihara benih ikan selepas dari kolam pendederan. Kolam ini sebaiknya berjumlah antara 2-4 buah dengan luas maksimum 250-500 meter persegi/kolam. Pembesaran tahap I ini tidak dianjurkan memakai kolam semen, sebab benih ukuran ini memerlukan ruang yang luas. Setelah benih menjadi gelondongan kecil maka benih memasuki pembesaran tahap kedua atau langsung dijual kepada pera petani.
        • Kolam pembesaran tahap II berfungsi untuk memelihara benih gelondongan besar. Kolam dapat berupa kolam tanah atau sawah. Keramba apung juga dapat digunakan dengan mata jaring 1,25–1,5 cm. Jumlah penebaran pembesaran tahap II sebaiknya tidak lebih dari 10 ekor/meter persegi.
        • Pembesaran tahap III berfungsi untuk membesarkan benih. Diperlukan kolam tanah antara 80-100 cm dengan luas 500-2.000 meter persegi.
      4. Kolam/tempat pemberokan
        Merupakan tempat pembersihan ikan sebelum dipasarkan
    2. Peralatan
      Alat-alat yang biasa digunakan dalam usaha pembenihan ikan mujair diantaranya adalah: jala, waring (anco), hapa (kotak dari jaring/kelambu untuk menampung sementara induk maupun benih), seser, ember-ember, baskom berbagai ukuran, timbangan skala kecil (gram) dan besar (Kg), cangkul, arit, pisau serta piring secchi (secchi disc) untuk mengukur kadar kekeruhan. Sedangkan peralatan lain yang digunakan untuk memanen/menangkap ikan mujair antara lain adalah warring/scoopnet yang halus, ayakan panglembangan diameter 100 cm, ayakan penandean diameter 5 cm, tempat
      menyimpan ikan, keramba kemplung, keramba kupyak, fish bus (untuk mengangkut ikan jarak dekat), kekaban (untuk tempat penempelan telur
      yang bersifat melekat), hapa dari kain tricote (untuk penetasan telur secara terkontrol) atau kadang-kadang untuk penangkapan benih, ayakan
      penyabetan dari alumunium/bambu, oblok/delok (untuk pengangkut benih), sirib (untuk menangkap benih ukuran 10 cm keatas), anco/hanco (untuk
      menangkap ikan), lambit dari jaring nilon (untuk menangkap ikan konsumsi), scoopnet (untuk menangkap benih ikan yang berumur satu minggu keatas), seser (gunanya= scoopnet, tetapi ukurannya lebih besar), jaring berbentuk segiempat (untuk menangkap induk ikan atau ikan konsumsi).
    3. Persiapan Media
      Yang dimaksud dengan persiapan adalah melakukan penyiapan media untuk pemeliharaan ikan, terutama mengenai pengeringan, pemupukan dlsb. Dalam menyiapkan media pemeliharaan ini, yang perlu dilakukan adalah pengeringan kolam selama beberapa hari, lalu dilakukan pengapuran untuk memberantas hama dan ikan-ikan liar sebanyak 25-200 gram/meter persegi, diberi pemupukan berupa pupuk buatan, yaitu urea dan TSP masing- masing dengan dosis 50-700 gram/meter persegi, bisa juga ditambahkan pupuk buatan yang berupa urea dan TSP masing-masing dengan dosis 15 gram dan 10 gram/meter persegi.
  2. Pembibitan
    Untuk menyiapkan bibit ikan mujair yang akan dipelihara, perlu diperhatikan hal-hal penyiapan media pemeliharaan, pemilihan dan pemeliharaan induk, penetasan dan persyaratan bibit, ciri-ciri bibit dan induk unggul.
    1. Pemilihan Induk
      Ciri-ciri induk bibit mujair yang unggul adalah sebagai berikut:
      1. Mampu memproduksi benih dalam jumlah yang besar dengan kwalitas yang tinggi.
      2. Pertumbuhannya sangat cepat.
      3. Sangat responsif terhadap makanan buatan yang diberikan.
      4. Resisten terhadap serangan hama, parasit dan penyakit.
      5. Dapat hidup dan tumbuh baik pada lingkungan perairan yang relatif buruk.
      6. Ukuran induk yang baik untuk dipijahkan yaitu 100 gram lebih per ekornya.
        Adapun ciri-ciri untuk membedakan induk jantan dan induk betina adalah sebagai berikut:
        1. Betina
          • Terdapat 3 buah lubang pada urogenetial yaitu: dubur, lubang pengeluaran telur dan lubang urine.
          • Ujung sirip berwarna kemerah-merahan pucat tidak jelas.
          • Warna perut lebih putih.
          • Warna dagu putih.
          • Jika perut distriping tidak mengeluarkan cairan.
        2. Jantan
        • Pada alat urogenetial terdapat 2 buah lubang yaitu: anus dan lubang sperma merangkap lubang urine.
        • Ujung sirip berwarna kemerah-merahan terang dan jelas.
        • Warna perut lebih gelap/kehitam-hitaman.
        • Warna dagu kehitam-hitaman dan kemerah-merahan.
        • Jika perut distriping mengeluarkan cairan.
    2. Sistim Pembibitan
      Pembibitan ikan mujair dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
      1. Sistim satu kolam
        Pada sistim ini kolam pemijahan/pembenihan disatukan dengan kolam pendederan/ pemeliharaan anak. Setelah dilakukan persiapan media pembibitan, tebarkan induk jantan dan betina dengan perbandingan 1:2 atau 1:4 dengan jumlah kepadatan 2 pasang/10 meter persegi. Pamanenan dilakukan setiap 2 minggu sekali.
      2. Sistim dua kolam
        Pada sistim ini proses pemijahan dan pendederan dilakukan pada kolam terpisah, dengan perbandingan luas kolam pemijahan dengan kolam
        pendederan adalah 1:2 atau 1:4. Dasar kolam pendederan harus lebih rendah dari dasar kolam lainnya agar aliran air cukup deras mengalir dari
        kolam pemijahan ke kolam pendederan. Pada pintu kedua kolam tersebut dipasang saringan kasar agar hanya anak-anak ikan saja yang dapat
        lewat. Jumlah dan kepadatan induk jantan dan betina yang disebarkan sama dengan sistim satu kolam.
      3. Sistim platform
        Pada sistim ini kolam dibagi dalam 4 bagian, yaitu kolam pertama sebagai tempat induk jantan dan betina bertemu atau tempat pemijahan. Kolam
        kedua tempat induk betina dimana disekat oleh kisi atau krei bambu dengan ukuran lubang-lubang sebesar badan induk betina sehingga hanya induk betina yang dapat lolos ke kolam kedua ini. Kolam ketiga merupakan temapt pelepasan larva dan temapat yang ke empat adalah tempat pendederan. Persiapan media dan jumlah induk yang dilepas sama dengan sistim yang pertama.
    3. Pembenihan
      Pemijahan dan penetasan ikan mujair berlangsung sepanjang tahun pada kolam pemijahan dan tidak memerlukan lingkungan pemijahan secara khusus. Hal yang perlu dilakukan adalah penyiapan media pemeliharaan seperti pengerikan pengapuran dan pemupukan. Ketinggian air di kolam dipertahankan sekitar 50 cm. Untuk menambah tingkat produkivitas dan kesuburan, maka diberikan makanan tambahan dengan komposisi sebagai berikut: tepung ikan 25%, tepung kopra 10% dan dedak halus sebesar 65%. Komposisi ransum ini digunakan dalam usaha budidaya ikan mujair secara komersial. Dapat juga diberi makanan yang berupa pellet yang berkadar protein 20-30% dengan dosis 2-3% dari berat populasi per hari, diberikan sebanyak 2 kali/hari yaitu pada pagi dan sore hari. Pemijahan akan terjadi setelah induk jantan membuat lubang sarang yang berupa cekungan di dasar kolam dengan garis tengah sekitar 10-35 cm. Begitu pembuatan sarang pemijahan selesai, segera berlangsung proses pemijahan. Setelah proses pembuahan selesai, maka telur-telur hasil pemijahan segera dikumpulkan oleh induk betina ke dalam mulutnya untuk dierami hingga menetas. Pada saat tersebut induk betina tidak aktif makan sehingga terlihat tubuhnya kurus. Telur akan menetas setelah 3-5 hari pada suhu air sekitar 25-27°C. Setelah sekitar 2 minggu sejak penetasan, induk betina baru melepaskan anak-anaknya, karena telah mampu mencari makanan sendiri.
    4. Pemeliharaan Bibit
      Pendederan atau pemeliharaan anak ikan mujair dilakukan setelah telur-telur hasil pemijahan menetas. Kegiatan ini dilakukan pada kolam pendederan
      yang sudah siap menerima anak ikan dimana kolam tersebut dikeringkan terlebih dahulu serta dibersihkan dari ikan-ikan liar. Kolam diberi kapur dan
      dipupuk sesuai ketentuan. Begitu pula dengan pemberian pakan untuk bibit diseuaikan dengan ketentuan. Jumlah penebaran dalam kolam pendederan tergantung dari ukuran benih ikan. Benih ikan ukuran 1-3 cm, jumlah penebarannya sekitar 30-50 ekor/meter persegi, ukuran 3-5 cm jumlah penebarannya berkisar 5-10 ekor/meter persegi. Sedangkan anak ikan ukuran 5-8 cm jumlah penebarannya 2-5 ekor/meter persegi. Untuk benih yang ukuran 5-8 cm ini, sebaiknya dilakukan secara monoseks kultur, karena pada ukuran tersebut benih ikan sudah dapat dibedakan yang berjenis kelamin jantan atau betina.
  3. Pemeliharaan Pembesaran
    Pemeliharaan pembesaran dapat dilakukan secara polikultur maupun monokultur.
    1. Polikultur
      1. ikan mujair 50%, ikan tawes 20%, dan mas 30%, atau
      2. ikan mujair 50%, ikan gurame 20% dan ikan mas 30%.
    2. Monokultur
      Pemeliharaan sistem ini merupakan pemeliharaan terbaik dibandingkan dengan polikultur dan pada sistem ini dilakukan pemisahan antara induk
      jantan dan betina. Pembesaran ikan mujair pun dapat pula dilakukan di jaring apung, berupa Hapa berukuran 1 x 2 m sampai 2 x 3 m dengan kedalaman 75-100 cm. Ukuran hapa dapat disesuaikan dengan kedalaman kolam. Selain itu sawah yang sedang diberokan dapat dipergunakan pula untuk pemijahan dan pemeliharaan benih ikan mujair. Sebelum digunakan petak sawah diperdalam dahulu agar dapat menampung air sedalam 50-60 cm, dibuat parit selebar 1-1,5 m dengan kedalaman 60-75 cm.
      1. Pemupukan
        Pemupukan kolam bertujuan untuk meningkatkan dan produktivitas kolam, yaitu dengan cara merangsang pertumbuhan makanan alami sebanyak-banyaknya. Pupuk yang biasa digunakan adalah pupuk kandang atau pupuk hijau dengan dosis 50–700 gram/m²
      2. Pemberian Pakan
        Apabila tingkat produkivitas dan kesuburan kolam sudah semakin berkurang, maka bisa diberikan makanan tambahan dengan komposisi sebagai berikut: tepung ikan 25%, tepung kopra 10% dan dedak halus sebesar 65%. Komposisi ransum ini digunakan dalam usaha budidaya ikan munjair secara komersial. Dapat juga diberi makanan yang berupa pellet yang berkadar protein 20-30% dengan dosis 2-3% dari berat populasi per hari, diberikan sebanyak dua kali per hari yaitu pada pagi dan sore hari. Disamping itu juga kondisi pakan dalam perairan tersebut sesuai dengan dosis atau ketentuan yang ada. Yaitu selain pakan dari media dasar juga perlu diberi makanan tambahan berupa hancuran pellet atau remah dengan dosis 10% dari berat populasi per hari. Pemberiannya 2-3 kali/hari.
      3. Pemeliharaan Kolam/Tambak
        Dalam hal pemeliharaan ikan mujair yang tidak boleh terabaikan adalah menjaga kondisi perairan agar kualitas air cukup stabil dan bersih serta tidak tercemari/teracuni oleh zat beracun.
7. HAMA DAN PENYAKIT
  1. Hama
    1. Bebeasan (Notonecta)
      Berbahaya bagi benih karena sengatannya.
      Pengendalian: menuangkan minyak tanah ke permukaan air 500 cc/100 meter persegi.
    2. Ucrit (Larva cybister)
      Menjepit badan ikan dengan taringnya hingga robek.
      Pengendalian: sulit diberantas; hindari bahan organik menumpuk di sekitar kolam.
    3. Kodok
      Makan telur telur ikan.
      Pengendalian: sering membuang telur yang mengapung; menagkap dan membuang hidup-hidup.
    4. Ular
      Menyerang benih dan ikan kecil.
      Pengendalian: lakukan penangkapan; pemagaran kolam.
    5. Lingsang
      Memakan ikan pada malam hari.
      Pengendalian:pasang jebakan berumpun.
    6. Burung
      Memakan benih yang berwarna menyala seperti merah, kuning.
      Pengendalian: diberi penghalang bambu agar supaya sulit menerkam; diberi rumbai-rumbai atau tali penghalang.
  2. Penyakit
    Secara umum hal-hal yang dilakukan untuk dapat mencegah timbulnya penyakit dan hama pada budidaya ikan mujair:
    1. Pengeringan dasar kolam secara teratur setiap selesai panen.
    2. Pemeliharaan ikan yang benar-benar bebas penyakit.
    3. Hindari penebaran ikan secara berlebihan melebihi kapasitas.
    4. Sistem pemasukan air yang ideal adalah paralel, tiap kolam diberi satu pintu pemasukan air.
    5. Pemberian pakan cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya.
    6. Penanganan saat panen atau pemindahan benih hendaknya dilakukan secara hati-hati dan benar.
    7. Binatang seperti burung, siput, ikan seribu (lebistus reticulatus peters) sebagai pembawa penyakit jangan dibiarkan masuk ke areal perkolaman.
8. PANEN
Pemanenan ikan mujair dapat dilakukan dengan cara: panen total dan panen sebagian.
  1. Panen sebagian atau panen selektif
    Panen selektif dilakukan tanpa pengeringan kolam, ikan yang akan dipanen dipilih dengan ukuran tertentu (untuk pemanenan benih). Ukuran benih yang akan dipanen (umur 1-1,5 bulan) tergantung dari permintaan konsumen, umumnya digolongkan untuk ukuran: 1-3 cm; 3-5 cm dan 5-8 cm. Pemanenan dilakukan dengan menggunakan waring yang di atasnya telah ditaburi umpan (dedak). Ikan yang tidak terpilih (biasanya terluka akibat jaring), sebelum dikembalikan ke kolam sebaiknya dipisahkan dan diberi obat dengan larutan malachite green 0,5-1,0 ppm selama 1 jam.
  2. Panen total
    Umumnya panen total dilakukan untuk menangkap/memanen ikan hasil pembesaran. Umumnya umur ikan mujair yang dipanen berkisar antara 5 bulan dengan berat berkisar antara 30-45 gram/ekor. Panen total dilakukan dengan cara mengeringkan kolam, hingga ketinggian air tinggal 10-20 cm. Petak pemanenan/petak penangkapan dibuat seluas 1 m persegi di depan pintu pengeluaran (monnik), sehingga memudahkan dalam penangkapan ikan. Pemanenan dilakukan pagi hari saat keadaan tidak panas dengan menggunakan waring atau scoopnet yang halus. Lakukan pemanenan secepatnya dan hati-hati untuk menghindari lukanya ikan.
9. PASCAPANEN
Penanganan pascapanen ikan mujair dapat dilakukan dengan cara penanganan ikan hidup maupun ikan segar.
  1. Penanganan ikan hidup
    Adakalanya ikan konsumsi ini akan lebih mahal harganya bila dijual dalam keadaan hidup. Hal yang perlu diperhatikan agar ikan tersebut sampai ke
    konsumen dalam keadaan hidup, segar dan sehat antara lain:
    1. Dalam pengangkutan gunakan air yang bersuhu rendah sekitar 20 derajat C.
    2. Waktu pengangkutan hendaknya pada pagi hari atau sore hari.
    3. Jumlah kepadatan ikan dalam alat pengangkutan tidak terlalu padat.
  2. Penanganan ikan segar
    Ikan segar mas merupakan produk yang cepat turun kualitasnya. Hal yang perlu diperhatikan untuk mempertahankan kesegaran antara lain:
    1. Penangkapan harus dilakukan hati-hati agar ikan-ikan tidak luka.
    2. Sebelum dikemas, ikan harus dicuci agar bersih dan lendir.
    3. Wadah pengangkut harus bersih dan tertutup. Untuk pengangkutan jarak dekat (2 jam perjalanan), dapat digunakan keranjang yang dilapisi dengan
      daun pisang/plastik. Untuk pengangkutan jarak jauh digunakan kotak dan seng atau fiberglass. Kapasitas kotak maksimum 50 kg dengan tinggi kotak maksimum 50 cm.
    4. Ikan diletakkan di dalam wadah yang diberi es dengan suhu 6-7 derajat C. Gunakan es berupa potongan kecil-kecil (es curai) dengan perbandingan jumlah es dan ikan=1:1. Dasar kotak dilapisi es setebal 4-5 cm. Kemudian ikan disusun di atas lapisan es ini setebal 5-10 cm, lalu disusul lapisan es lagi dan seterusnya. Antara ikan dengan dinding kotak diberi es, demikian juga antara ikan dengan penutup kotak. Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pananganan benih adalah sebagai berikut:
      1. Benih ikan harus dipilih yang sehat yaitu bebas dari penyakit, parasit dan tidak cacat. Setelah itu, benih ikan baru dimasukkan ke dalam kantong plastik (sistem tertutup) atau keramba (sistem terbuka).
      2. Air yang dipakai media pengangkutan harus bersih, sehat, bebas hama dan penyakit serta bahan organik lainya. Sebagai contoh dapat digunakan air sumur yang telah diaerasi semalam.
      3. Sebelum diangkut benih ikan harus diberok dahulu selama beberapa hari. Gunakan tempat pemberokan berupa bak yang berisi air bersih dan dengan aerasi yang baik. Bak pemberokan dapat dibuat dengan ukuran 1 m x 1 m atau 2 m x 0,5 m. Dengan ukuran tersebut, bak pemberokan dapat menampung benih ikan mas sejumlah 5000–6000 ekor dengan ukuran 3-5 cm. Jumlah benih dalam pemberokan harus disesuaikan dengan ukuran benihnya.
      4. Berdasarkan lama/jarak pengiriman, sistem pengangkutan benih terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
        1. Sistem terbuka
          Dilakukan untuk mengangkut benih dalam jarak dekat atau tidak memerlukan waktu yang lama. Alat pengangkut berupa keramba. Setiap
          keramba dapat diisi air bersih 15 liter dan dapat untuk mengangkut sekitar 5000 ekor benih ukuran 3-5 cm.
        2. Sistem tertutup
          Dilakukan untuk pengangkutan benih jarak jauh yang memerlukan waktu lebih dari 4-5 jam, menggunakan kantong plastik. Volume media
          pengangkutan terdiri dari air bersih 5 liter yang diberi buffer Na2(hpo)4.1H2O sebanyak 9 gram. Cara pengemasan benih ikan yang diangkut dengan kantong plastik:
          1. masukkan air bersih ke dalam kantong plastik kemudian benih;
          2. hilangkan udara dengan menekan kantong plastik ke permukaan air;
          3. alirkan oksigen dari tabung dialirkan ke kantong plastik sebanyak 2/3 volume keseluruhan rongga (air:oksigen=1:1);
          4. kantong plastik lalu diikat.
          5. kantong plastik dimasukkan ke dalam dos dengan posisi membujur atau ditidurkan. Dos yang berukuran panjang 0,50 m, lebar 0,35 m, dan tinggi 0,50 m dapat diisi 2 buah kantong plastik.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan setelah benih sampai di tempat tujuan adalah sebagai berikut:
  1. Siapkan larutan tetrasiklin 25 ppm dalam waskom (1 kapsul tertasiklin dalam 10 liter air bersih).
  2. Buka kantong plastik, tambahkan air bersih yang berasal dari kolam setempat sedikit demi sedikit agar perubahan suhu air dalam kantong plastik terjadi perlahan-lahan.
  3. Pindahkan benih ikan ke waskom yang berisi larutan tetrasiklin selama 1-2 menit.
  4. Masukan benih ikan ke dalam bak pemberokan. Dalam bak pemberokan benih ikan diberi pakan secukupnya. Selain itu, dilakukan pengobatan dengan tetrasiklin 25 ppm selama 3 hari berturut-turut. Selain tetrsikli dapat juga digunakan obat lain seperti KMNO4 sebanyak 20 ppm atau formalin sebanyak 4% selama 3-5 menit.
  5. Setelah 1 minggu dikarantina, tebar benih ikan di kolam budidaya.
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA
  1. Analisis Usaha Budidaya
    Perkiraan analisis usaha budidaya pembenihan ikan mujair selama 1 bulan pada tahun 1999 di daerah Jawa Tengah adalah sebagai berikut:
    1. Biaya produksi
      1. Sewa kolam Rp. 120.000,-
      2. Benih ikan mujair 4000 ekor, @ Rp.150,- Rp. 600.000,-
      3. Pakan
        • Dedak 8 karung @ Rp.800,- Rp. 6.400,-
      4. Obat dan pupuk
        • Kotoran ayam 4 karung, @ Rp.7.000,- Rp. 28.000,-
        • Urea dan TSP 10 kg, @ Rp.1.800,- Rp. 18.000,-
        • Kapur 30 kg, @ Rp. 1.200,- Rp. 36.000,-
      5. Peralatan Rp. 96.000,-
      6. Tenaga kerja 1 orang @ Rp. 7000,- Rp. 210.000,-
      7. Biaya tak terduga 10% Rp. 111.440,-
        Jumlah biaya produksi Rp.1.225.840,-
    2. Pendapatan benih ikan 85%,4000 ekor @ Rp.550,- Rp.1.870.000,-
    3. Keuntungan Rp. 644.160,-
    4. Parameter kelayakan usaha : B/C ratio 11,52
  2. Gambaran Peluang Agribisnis
    Dengan adanya luas perairan umum di Indonesia yang terdiri dari sungai, rawa, danau alam dan buatan seluas hampir mendekati 13 juta ha merupakan potensi alam yang sangat baik bagi pengembangan usaha perikanan di Indonesia. Disamping itu banyak potensi pendukung lainnya yang dilaksanakan oleh
    pemerintah dan swasta dalam hal permodalan, program penelitian dalam hal pembenihan, penanganan penyakit dan hama dan penanganan pasca panen,
    penanganan budidaya serta adanya kemudahan dalam hal periizinan import. Walaupun permintaan di tingkal pasaran lokal akan ikan mujair dan ikan air
    tawar lainnya selalu mengalami pasang surut, namun dilihat dari jumlah hasil penjualan secara rata-rata selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Apabila pasaran lokal ikan mujair mengalami kelesuan, maka akan sangat berpengaruh terhadap harga jual baik di tingkat petani maupun di tingkat grosir di pasar ikan. Selain itu penjualan benih ikan mujair boleh dikatakan hampir tak ada masalah, prospeknya cukup baik. Selain adanya potensi pendukung dan faktor permintaan komoditi perikanan untuk pasaran lokal, maka sektor perikanan merupakan salah satu peluang usaha bisnis yang cerah.
11. DAFTAR PUSTAKA
  1. Sugiarti, Ir. 1988. Teknik Pembenihan Ikan Mujair dan Nila Penerbitan CV Simpleks (Anggota IKAPI) Jakarta.
  2. Rahardi, F. 1993. Kristiawati, Regina. Nazaruddin. Agribisnis Perikanan, Penerbit Swadaya, Jakarta.
12. KONTAK HUBUNGAN
Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS;
Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829
Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas

Saturday, October 22, 2011

BUDIDAYA IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcalifer, Bloch)

BUDIDAYA IKAN KAKAP PUTIH
(Lates calcalifer, Bloch)
DI KERAMBA JARING APUNG

1. PENDAHULUAN
Indonesia memiliki potensi sumber daya perairan yang cukup besar untuk usaha budidaya ikan, namun usaha budidaya ikan kakap belum banyak berkembang, sedangkan di beberapa negara seperti: Malaysia, Thailand dan Singapura, usaha budidaya ikan kakap dalam jaring apung (floating net cage) di laut telah berkembang. Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) atau lebih dikenal dengan nama seabass/Baramundi merupakan jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri maupun ekspor. Produksi ikan kakap di indonesia sebagian besar masih dihasilkan dari
penangkapan di laut, dan hanya beberapa saja diantarannya yang telah di hasilkan dari usah pemeliharaan (budidaya). Salah satu faktor selama ini yang menghambat perkembangan usaha budidaya ikan kakap di indonesia adalah masih sulitnya pengadaan benih secara kontinyu dalam jumlah yang cukup. Untuk mengatasi masalah benih, Balai Budidaya Laut Lampung bekerja sama dengan FAO/UNDP melalui Seafarming Development Project INS/81/008 dalam upaya untuk memproduksi benih kakap putih secara massal. Pada bulan April 1987 kakap putih telah berhasil dipijahkan ddengan rangsangan hormon, namun demikian belum diikuti dengan keberhasilan dalam pemeliharaan larva. Baru pada awal 1989 kakap putih dengan sukses telah dapat dipelihara larvanya secara massal di hatchery Balai Budidaya Lampung. Dalam upaya pengembangan budidaya ikan kakap putih di indonesia, telah dikeluarkan Paket Teknologi Budidaya Kakap Putih di Karamba Jaring Apung melalui rekomendasi Ditjen Perikanan No. IK. 330/D2. 10876/93K, yang dilanjutkan dengan Pembuatan Petunjuk Teknis Paket Teknologi.
2. BIOLOGI
Ikan kakap putih adalah ikan yang mempunyai toleransi yang cukup besar terhadap kadar garam (Euryhaline) dan merupakan ikan katadromous (dibesarkan di air tawar dan kawin di air laut). Sifat-sifat inilah yang menyebabkan ikan kakap putih dapat dibudidayakan di laut, tambak maupun air tawar. Pada beberapa daerah di Indonesia ikan kakap putih dikenal dengan beberapa nama seperti: pelak, petakan, cabek, cabik (Jawa Tengah dan Jawa Timur), dubit tekong (Madura), talungtar, pica-pica, kaca-kaca (Sulawesi). Ikan kakap putih termasuk dalam famili Centroponidae, secara lengkap taksonominya adalah sbb:
Phillum : Chordata
Sub phillum : Vertebrata
Klas : Pisces
Subclas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Famili : Centroponidae
Genus : Lates
Species : Lates calcarifer (Block)
Ciri-ciri morfologis antara lain adalah:
  1. Badan memanjang, gepeng dan batang sirip ekor lebar.
  2. Pada waktu masih burayak (umur 1 ~ 3 bulan) warnanya gelap dan setelah menjadi gelondongan (umur 3 ~ 5 bulan) warnanya terang dengan bagian punggung berwarna coklat kebiru-biruan yang selanjutnya berubah menjadi keabu-abuan dengan sirip berwarna abu-abu gelap.
  3. Mata berwarna merah cemerlang.
  4. Mulut lebar, sedikit serong dengan geligi halus.
  5. Bagian atas penutup insang terdapat lubang kuping bergerigi.
  6. Sirip punggung berjari-jari keras 3 dan lemah 7 ~ 8. Sedangkan bentuk sirip ekor bulat.
3. PEMILIHAN LOKASI
Sebelum kegiatan budidaya dilakukan terlebih dahulu diadakan pemilihan lolkasi. Pemilihan lokasi yang tepat akan menentukan keberhasilan usaha budidaya ikan kakap putih. Secara umum lokasi yang baik untuk kegiatan usaha budidya ikan di laut adalah daerah perairan teluk, lagoon dan perairan pantai yang terletak diantara dua buah pulau (selat). Beberapa persyaratan teknis yang harus di penuhi untuk lokasi budidaya ikan kakap putih di laut adalah:
  1. Perairan pantai/ laut yang terlindung dari angin dan gelombang
  2. Kedalaman air yang baik untuk pertumbuhan ikan kakap putih berkisar antara 5 ~ 7 meter.
  3. Pergerakan air yang cukup baik dengan kecepatan arus 20-40 cm/detik.
  4. Kadar garam 27 ~ 32 ppt, suhu air 28 ~ 30 0 C dan oksigen terlarut 7 ~ 8 ppm
  5. Benih mudah diperoleh.
  6. Bebas dari pencemaran dan mudah dijangkau.
  7. Tenaga kerja cukup tersedia dan terampil.
4. SARANA DAN ALAT BUDIDAYA
  1. Sarana dan Alat
    Pemeliharaan ikan kakap di laut umumnya dilakukan dalam keramba jaring apung (floating net cage) dengan metoda operasional secara mono kultur. Secara garis besar keramba jaring apung terdiri dari beberapa bagian yaitu:
    1. Jaring
      Jaring terbuat dari bahan:
      • Bahan: Jaring PE 210 D/18 dengan ukuran lebar mata 1 ~ 1,25”, guna untuk menjaga jangan sampai ada ikan peliharaan yang lolos keluar.
      • Ukuran: 3 m x 3 m x 3 m
      • 1 Unit Pembesaran: 6 jaring (4 terpasang dan 2 jaring cadangan)
    2. Kerangka/Rakit: Kerangkan berfungsi sebagai tempat peletakan kurungan.
      • Bahan: Bambu atau kayu
      • Ukuran: 8 m x 8 m
    3. Pelampung: Pelampung berpungsi untuk mengapungkan seluruh sarana budidaya atau barang lain yang diperlukan untuk kepentingan pengelolaan
      • Jenis: Drum (Volume 120 liter)
      • Jumlah: 9 buah.
    4. Jangkar: Agar seluruh sarana budidaya tidak bergeser dari tempatnya akibat pengaruh angin, gelombang digunakan jangkar.
      • Jenis yang dipakai: Besi atau beton (40 kg).
      • Jumlah : 4 buah
      • Panjang tali : Minimal 1,5 kali ke dalam air
    5. Ukuran benih yang akan Dipelihara: 50-75 gram/ekor
    6. Pakan yang digunakan: ikan rucah
    7. Perahu : Jukung
    8. Peralatan lain : ember,serok ikan, keranjang, gunting dll
  2. Gbr 1
    Gbr 2
    Gbr 3
    Gbr 4
    Konstruksi wadah pemeliharaan
    Perakitan karamba jaring bisa dilakukan di darat dengan terlebih dahulu dilakukan pembuatan kerangka rakit sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan. Keangkan ditempatkan di lokasi budidaya yang telah direntukan dan agar
    tetap pada tempatnya (tidak terbawa arus) diberi jangkar sebanyak 4 buah.Jaring apung apa yang telah dibuat berbentuk bujur sangkar pada kerangka rakit dengan cara mengikat keempat sudut kerangka. Cara pengikatan jaring dapat dilihat pada gambar 2. Untuk membuat jaring agar berbentuk bujur sangkar, maka pada sudut
    bagian bawah jaring diberi pemberat seperti pada gambar 3 di bawah ini. Gambar 3. Jaring Berbentuk Bujur SangkarUntuk dapat mengikat bambu/kayu dengan mudah dapat dilihat pada gambar 4.
5. OPERASIONAL BUDIDAYA
  1. Metode Pemeliharaan
    Benih ikan yang sudah mencapai ukuran 50-70 gram/ekor dari hasil pendederan atau hatchery, selanjutnya dipelikara dalam kurungan yang telah disiapkan. Penebaran benih ke dalam karamba/jaring apung dilakukan pada kegiatan sore hari dengan adaptasi terlebih dahulu. Padat penebaran yang ditetapkan adalah 50 ekor/m 3 volume air. Pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari pada pagi dan sore hari dengan takaran pakan 8-10% botol total badan perhari. Jenis pakan yang diberikan adalah ikan rucah (trash fish). Konversi pakan yang digunakan adlah 6:1 dalam arti untuk menghasilkan 1 kg daging diperlukan pakan 6 kg. Selama periode pemeliharan yaitu 5-6 bulan, dilakukan pembersihan kotoran yang menempel pada jaring, yang disebabkan oleh teritif, algae, kerang-kerangan dll. Penempelan organisme sangat menggangu pertukaran air dan menyebabkan kurungan bertambah berat. Pembersihan kotoran dilakukan secara periodik paing sedikit 1 bulan sekali dilakukan secara berkala atau bisa juga tergantung kepada banyak sedikitnya organisme yang menempel. Penempelan oleh algae dapat ditanggulangi dengan memasukkan beberapa ekor ikan herbivora (Siganus sp.) ke dalam kurungan agar dapat memakan algae tersebut. Pembersihan kurungan dapat dilakukan dengan cara menyikat atau menyemprot dengan air bertekanan tinggi. Selain pengelolaan terhadap sarana /jaring, pengelolaan terhadap ikan peliharaan juga termasuk kegiatan pemeliharaan yang harus dilakukan. Setiap hari dilakukan pengontrolan terhadap ikan peliharaan secara berkala, guna untuk menghindari sifat kanibalisme atau kerusakan fisik pada ikan. Disamping itu juga untuk menghindari terjadinya pertumbuhan yang tidak seragam karena adanya persaingan dalam mendapatkan makanan. Penggolongan ukuran (grading) harus dilakukan bila dari hasil pengontrolan terlihat ukuran ikan yang tidak seragam. Dalam melakukan pengontrolan, perlu dihindari jangan sampai terjadi stress.
  2. Panen
    Lama pemeliharan mulai dari awal penebaran sampai mencapai ukuran ± 500 gram/ekor diperlikan waktu 5-6 bulan. Dengan tingkat kelulusan hidup/survival rate sebesar 90% akan didapat produksi sebesar 2.250 kg/unit/periode budidaya. Pemanenan dilakukan dengan cara mengangkat jaring keluar rakit, kemudian dilakukan penyerokan.
  3. Penyakit
    Publikasi tentang penyakit yang menyerang ikan-ikan yang dibudidayakan di laut seperti ikan kakap putih belum banyak dijumpai. Ikan kakap putih ini termasuk diantara jenis-jenis ikan teleostei. Ikan jenis ini sering kali diserang virus, bakteri dan jamur. Gejala-gejala ikan yang terserang penyakit antara lain adalah, kurang nafsu makan, kelainan tingkah laku, kelainan bentuk tubuh dll. Tindakan yang dapat dilakukan dalam mengantisipasi penyakit ini adalah:
    1. menghentikan pemberian pakan terhadap ikan dan menggantinya dengan jenis yang lain;
    2. memisahkan ikan yang terserang penyakit, serta mengurangi kepadatan;
    3. memberikan obat sesuai dengan dosis yang telah ditentukan.
6. ANALISA USAHA 1 TAHUN (2 PERIODE BUDIDAYA)
  1. Biaya Investasi
    • Karamba jaring apung 1 unit Rp. 2.500.000,-
    • Perahu jukung 1 unit Rp. 150.000,-
    • - Peralatan budidaya Rp. 300.000,-
      Jumlah Rp. 2.950.000,-
  2. Biaya Operasional
    • Benih 2 x 5.000 ekor x Rp 200,- Rp. 2.000.000,-
    • Pakan 2 x 13.500 kg x Rp 250,- Rp. 6.750.000,-
    • Tenaga kerja 2 orang x 1 x 6 buah x Rp. 75.000,- Rp. 900.000,-
      Jumlah Rp. 9.650.000,-
  3. Jumlah biaya (1+2) Rp. 2.950.000 + Rp 9.650.000,- Rp. 12.600.000,-
  4. Pendapatan 2 x 2.250 kg x Rp 4.000,- Rp. 18.000.000,-
  5. Selisih pendapatan dan biaya total(4-3) Rp. 5.400.000,-
  6. Penyusutan 50% x Rp 2.950.000,- Rp. 1.475.000,-
  7. Laba sebelum pajak (5-6)
Catatan
1. Harga yang dipergunakan merupakan harga di Lampung tahun 1992/1993, Perhitungan tidak menggunakan dana dari bank
7. DAFTAR PUSTAKA
  1. Anomius. 1990. “Perkembangan Rekayasa Teknologi Pembenihan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) di Balai Budidaya Laut Lampung”, Ditjen Perikanan, Lampung.
  2. Anomius, 1992. Buletin Budidaya Laut seri 5 & 6. BBL Lampung, Ditjen Perikanan, Lampung.
  3. Anomius, 1990/1991. Usaha Penanggulangan Serangan Penyakit pada Usaha Budidaya Laut/Rumput Laut, Ditjen Perikanan, Jakarta
  4. Djamali, M. A., Hutomo Burhanuddin dkk, 1986 “Sumber daya ikan kakap (Lates calcalifer) dan Bambangan (Lujtanus spp) di Indonesia”. LON LIPI,
  5. Hardjono, 1987. Biologi dan Budidaya Kakap Putih (Lates calcarifer) INFISH Manual seri No. 47. Ditjen Perikanan-International Development Research Centre. Jakarta.
8. SUMBER
Paket Teknologi Pembesaran Ikan Kakap Putih ( Lates calcarifer, Bloch) di Keramba Jaring Apung, Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, 1994.
9. KONTAK HUBUNGAN
Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta Jakarta, Maret 2001

BUDIDAYA IKAN BERONANG (Siganus sp)

BUDIDAYA IKAN BERONANG
(Siganus sp)

1. PENDAHULUAN
Dalam PJPT II, sub sektor perikanan semakin dituntut dalam mencukupi kebutuhan protein hewani dari ikan. Selama ini produksi perikanan laut sebagian besar masih tergantung dari hasil pemungutan/penangkapan dari alam yang produksinya semakin menurun, dilain pihak dengan meningkatnya laju pertumbuhan penduduk kebutuhan protein akan terus meningkat setiap tahun. Oleh karena itu produksi perikanan perlu digali dari 2 (dua) sumber yaitu penangkapan dan budidaya. Salah satu komoditi ikan laut yang potensial dan sudah dapat dibudidayakan adalah ikan beronang (Siganus sp). Dari hasil penelitian ternyata komoditi beronang mempunyai nilai yang menguntungkan sebagai berikut:
  1. Ikan beronang merupakan makanan yang enak dan gurih dan disukai banyak orang sehingga pemasaran ikan ini cukup baik.
  2. Ikan ini umumnya "primary herbivor" yaitu pemakan plankton nabati tumbuhan dan juga memakan makanan buatan.
  3. Selama musim-musim tertentu benih beronang dapat diperoleh dalam jumlah banyak.
  4. Ikan beronang mempunyai toleransi besar terhadap salinitas dan suhu.
  5. Mempunyai daya adaptasi yang tinggi dan pertumbuhan yang cepat.
  6. Ikan ini sudah dapat dipijahkan di dalam laboratorium sehingga prospek pembenihan dari hatchery cukup baik.
  7. Ikan beronang mempunyai harga pasar yang cukup tinggi baik untuk konsumsi dalam maupun luar negeri, terutama yang ada telurnya selama tahun baru cina.
  8. Teknologi pembesaran ikan beronang sudah dikuasai.
Mengingat budidaya ikan beronang relatif baru dikenal masyarakat, maka petunjuk teknis ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi yang berminat melakukan usaha budidaya beronang.
2. BIOLOGI
  1. Diskripsi dan Taksonomi
    Ikan beronang dikenal oleh masyarakat dengan nama yang berbeda-beda satu sama lain seperti di Pulau Sribu dinamakan kea-kea, di Jawa Tengah dengan nama biawas dan nelayan-nelayan di Pulau Maluku menamakan dengan sebutan samadar. Ikan beronang termasuk famili Siginidae dengan tanda-tanda khusus sebagai berikut D XIII, 10 A VII, 9, P2 I, 3, 1, tubuhnya membujur dan memipih latural, dilindungi oleh sisik-sisik yang kecil, mulut kecil posisinya terminal. Rahangnya dilengkapi dengan gigi-gigi kecil. Punggungnya dilengkapi oleh sebuah duri yang tajam mengarah ke depan antara neural pertama dan biasanya tertanam di bawah kulit. Duri-duri ini dilengkapi dengan kelenjar bisa/racun pada ujungnya. Secara lengkap taksonomi ikan beronang adalah sebagai berikut.
    • Kelas:
      • Dada : Percipformes
      • Sub dada : Acanthuroidei
      • Famili : Siganidae
      • Genus : Siganus
      • Species : Siganus spp.
  2. Kebiasaan Makanan
    Sesuai dengan morfologi dari gigi dan saluran pencernaannya yaitu mulutnya kecil, mempunyai gigi seri pada masing-masing rahang, gigi geraham berkembang sempurna, dinding lambung agak tebal, usus halusnya panjang dan mempunyai permukaan yang luas, ikan beronang termasuk pemakan tumbuh-tumbuhan, tetapi kalau dibudidayakan ikan beronang mampu memakan makanan apa saja yang diberikan seperti pakan buatan.
  3. Penyebaran
    Penyebaran ikan beronang ini cukup luas, tetapi penyebaran setiap species sangat terbatas seperti yang terdapat di LON LIPI daerah penyebaran setiap
    species sebagai berikut:
Pulau
Sumatera
Jawa
Kalimantan
Sulawesi
Maluku & Irian
Nusa Tenggara
Siganus
Guttatus Bengkulu, Padang, Deli P. Seribu, Cirebon, Balay, Surabaya Balikpapan Ujung Pandang, Bajo, Manado, Selayar Seram, P. Obo, Ternate, Ambon
Canaculatus Padang Ujung Kulon, Teluk Banten, P. Seribu

Ternate, Bacan
Vulpinus

Birabirahan Masalembo, Ujung Pandang, Manado Ternate, Kajoa, Ambon, Seram, Manokwari
Virgatus Pariaman, Padang, Bangka, Belitung P. Seribu, Bawean Sundakan Ujung Pandang, Bajo

Coralinus





Chrysapilus
P. Seribu Stagen, Balikpapan Ujung Pandang, Manado, Slayar P. Obi, Roti, Ambon Sumbawa
Javus Deli, Sibolga, Bengkulu, Bangka, Belitung Jakarta, Cirebon, Semarang, Jepara, Surabaya, Pasuruan, madura
Ujung Pandang, Bajo

Vermiculatus Bengkulu, Padang, Sibolga, Nias P. Seribu, Semarang Balikpapan, sundakan Ujung Pandang, Bulukumba, Manado, Sangihe Halmahera, Morotai, Ternate, Bacan, Ambon Semua Nusa Tenggara & Timor
Lineatus



Ternate, Morotai, Ambon dan sekitarnya
Puelus
P. Seribu
Ujung Pandang Maluku dan sekitarnya
Spinus Bengkulu, Padang, Tapak Tuan P. Serinu, Pacitan, Karang Bolong, Prigi
Ujung Pandang. Bajo, Manado P. Obi, Roti, Ambon Semua Nusa Tenggara & Timor, Bali
3. TEKNOLOGI BUDAYA
  1. Persyaratan Lokasi Budidaya
    Untuk mencapai produksi jenis komoditas budidaya laut secara optimal memerlukan kecermatan dalam penentuan lokasi budidaya yang akan dikembangkan serta kecocokan metoda yang digunakan. Dalam hal ini, pemilihan lokasi untuk budidaya ikan di laut harus akan mempertimbangkan dari aspek teknis dan non teknis. Dari segi aspek teknis hal-hal yang harus diperhatikan meliputi:
    1. Perairan/lokasi yang dipilih harus terlindung dari pengaruh angin/musim dan gelombang, hal ini untuk mengamankan/melindungi salinitas budidaya.
    2. Pergerakan air harus cukup baik dengan kecepatan arus antara 20 ~ 40 cm/detik, apabila kecepatan arus kurang mengakibatkan penyediaan air
      kurang dan O2 yang di supplay juga akan berkurang dan sebaliknya apabila kecepatan arus cukup besar pertumbuhan ikan akan terganggu sebab energi yang didapatkan dari makanan banyak keluar untuk melawan arus.
    3. Lokasi harus bebas dari pengaruh pencemaran atau polusi baik limbah industri maupun limbah rumah tangga.
    4. Lokasi juga harus bebas dari hama yang meliputi antara lain ikan-ikan besar dan buas, binatang yang selain potensial dapat mengganggu (predator).
    5. Hal yang sangat penting lokasi harus memenuhi persyaratan kualitas air yang baik untuk pertumbuhan ikan seperti :
      • Kadar garam berkisar antara 27 ~ 32 ppt.
      • Suhu air berkisar antara 28 ~ 32 0 C.
      • O2 (oksigen) berkisar antara 7 ~ 8 ppm.
      • Nitrat 0,9 ~ 3,2 ppm dan phospat 0,2 ~ 0,5 ppm.
    6. Untuk mempermudah kelancaran kegiatan yang berhubungan dengan usaha budidaya yang meliputi sarana jalan, telpon, listrik, sumberdaya manusia, pakan, pasar, ketersediaan bimbingan harus dalam jumlah yang cukup memadai serta bahan-bahan untuk komoditi budidaya mudah diperoleh. Sedangkan aspek dari aspek non teknis harus memperhatikan sektor-sektor yang berkaitan dengan kebijaksanaan penggunaan lahan dalam hubungan
      dengan kepentingan sektor lain seperti pariwisata, pelayaran, dll.
  2. Sarana produksi
    Metoda budidaya ikan beronang di laut dapat dilakukan dengan metoda. Karamba Jaring Apung (KJA) yaitu wadah atau tempat budidaya ikan yang terbuat dari bahan jaring yang digantungkan pada kerangka (rakit) di laut.
    1. Gbr 1
      Gbr 2
      Gbr 3
      Gbr 4
      Gbr 5
      Gbr 6
      Desain Konstruksi Keramba Jaring Apung
      Keramba Jaring Apung terdiri dari komponen rakit apung, kurungan, pelampung dan jangkar. Cara pembuatan masing-masing komponen
      tersebut adalah sebagai berikut:
      • Rakit Apung
        Pembuatan rakit apung dapat dilakukan di darat dengan terlebih dahulu membuat kerangka sesuai dengan ukuran yaitu 8 x 8 m. Kerangka ini berfungsi sebagai tempat peletakan kurungan yang berbentuk segi empat dan terbuat dari bahan bambu atau kayu. Setiap unit kerangka dapat terdiri dari 2 atau 4 kurungan tetapi secara ekonomi setiap unti dianjurkan sebanyak 4 (empat) buah kurungan. Kerangka ditempatkan di lokasi budidaya dengan diberi jangkar sebanyak 4 buah agar tetap pada tempatnya atau tidak terbawa arus.
        Gambar 1. Kerangka Rakit
      • Kurungan
        Kurungan berfungsi sebagai wadah pemeliharaan ikan yang terbuat dari bahan polyethilen (PE) D. 18 dengan lebar mata jaring antara 0,75 ~ 1". Bentuk kurungan disesuaikan dengan bentuk kerangka rakit yaitu empat persegi dengan ukuran 3 x 3 x 3 m 3 . Jaring apung yang telah siap dibuat di pasang pada kerangka rakit dengan cara mengikat ke empat sudut bagian atas pada setiap sudut kerangka. Pola pembuatan kurungan dan cara pengikatan dapat dilihat pada gambar 2 dan gambar 3 dan agar kerangka jaring apung tetap terbentuk bujur sangkar, maka pada sudut bagian bawah jaring diberi pemberat. Gambar 2. Pola Pembuatan Kurungan Apung. Gambar 3. Cara Pengikatan Jaring Gambar 4. Kurungan Telah Dipasang pada Rakit
      • Pelampung
        Untuk mengapungkan sarana budidaya termasuk rumah jaga diperlukan pelampung. Pelampung dapat digunakan drum plastik volume 200 liter. Dan untuk menahan rakit diperlukan pelampung sebanyak 12 buah. Pelampung diikat dengan tali polyethelene (PE) yang bergaris tengah 0,8 ~ 1,0 cm. Gambar 5. Penempatan dan Pemasangan Pelampung Pada Kerangka Rakit
      • Jangkar
        Jangkar berfungsi untuk menahan sarana budidaya agar tidak bergeser dari tempatnya akibat pengaruh arus dan angin ataupun gelombang. Setiap inti keramba jaring apung dipergunakan jangkar 4 buah yang terbuat dari besi dengan berat 50 kg. Panjang tali jangkar biasanya 1,5 kali kedalaman perairan pada waktu pasang tinggi. Gambar 6 Pengaturan dan Pemasangan Jangkar
    2. Benih
      • Persyaratan Benih
        Benih yang digunakan untuk budidaya perlu diperhatikan dan diseleksi benih yang betul-betul sehat. Benih yang sakit akan terhambat pertumbuhannya dan lebih berbahaya lagi adalah penularannya ke ikan di dalam wadah budidaya. Berdasarkan pengamatan visual secara umum benih yang sehat antara lain adalah :
        • Bentuk badan normal/tidak cacat/tidak sakit;
        • Gerakan ikan lincah;
        • Mempunyai respon yang tinggi terhadap pakan yang diberikan.
      • Penyediaan Benih
        Sampai saat ini benih ikan beronang yang digunakan dalam usaha budidaya berasal dari hasil penangkapan di alam. Benih ikan beronang dapat diperoleh dalam jumlah besar pada saat musim puncak benih. Untuk setiap jenis beronang musim puncaknya akan berlainan setiap lokasi. Penyediaan benih ikan beronang secara massal dari hatchery sampai saat ini masih dalam pengkajian walaupun pemijahan untuk beberapa
        jenis sudah berhasil dilakukan.
      • Penanganan dan Transportasi Benih
        Benih ikan beronan sangat peka terhadap perubahan lingkungan seperti suhu dan salinitas, sehingga penanganan benih ikan beronang
        sangat perlu dijaga hati-hati. Pada saat pemindahan benih dari suatu wadah ke wadah lain harus selalu diambil bersama airnya. Pemindahan benih dapat dilakukan sehari setelah pengumpulan dan cukup memberikan istirahat bagi ikan dan untuk perlakuan selanjutnya disarankan untuk menggunakan seser yang tidak cekung untuk menghindarkan luka-luka di kulit akibat persentuhan benih satu sama lain. Pengangkutan benih ikan beronang untuk jarak dekat dapat digunakan keramba dengan anyaman bambu yang halus dan diapungkan di air. Keramba diseret perlahan-lahan menuju tempat budidaya. Dan untuk jarak jauh dapat digunakan kantong-kantong plastik atau periuk-periuk tanah. Benih ikan beronang dengan perlakuan baik dan aklimasi yang cukup dapat ditransportasi sampai maksimum 48 jam.
    3. Pakan
      • Persyaratan Pakan
        Salah satu faktor yang sangat penting menentukan pertumbuhan ikan yang dipelihara adalah faktor ketersediaan pakan yang cukup baik kualitas maupun kuantitas sehingga harus diperhatikan sebaik-baiknya yaitu harus memenuhi komposisi dan jumlah nutrient/zat makanan yang dibutuhkan ikan untuk pertumbuhan. Pakan yang diberikan sebaiknya yang masih baru (pellet) dan segar (ikan rucah).
      • Penanganan Pakan
        Untuk menjaga kualitas pakan yang diberikan untuk budidaya ikan beronang perlu diperhatikan penanganan terhadap pakan yang digunakan. Hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan pakan antara lain adalah tempat penyimpanan pakan harus bersih dan kering.
  3. Teknologi Budidaya
    1. Pola Produksi
      Dalam usaha budidaya ikan laut pengaturan pola tanam perlu disesuaikan dengan ketersediaan seperti (benih, pakan) dan pengaruh dari musim serta ketersediaan pasar. Untuk itu dalam kegiatan budidaya ikan di laut setiap lokasi akan berbeda sesuai dengan kondisi setempat. Dalam pengaturan pola tanam yang berhubungan daya serap pasar alternatif pola tanam adalah setiap KK adalah melakukan penanaman pada 1 unit karamba jaring apung yang terdiri dari 4 buah jurungan dan penebaran benih dapat dilakukan selang 3 hari - 1 minggu setiap KK atau tergantung dari daya serap pasar.
    2. Cara Penebaran Benih
      Benih sebelum ditebarkan perlu diaklimasikan terlebih dulu, kemudian secara perlahan-lahan ditebarkan ke dalam wadah budidaya. Penebaran benih sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari.
    3. Cara Pemberian Pakan
      Jenis pakan yang digunakan pada budidaya ikan beronang adalah pellet kering dengan jumlah sebanyak 2% dari berat badan ikan setiap hari. Frekuensi pemberian pakan sebanyak 3 kali sehari yaitu pagi, siang dan sore hari. Konversi pemberian pakan dengan menggunakan pellet biasanya 1 : 4 yang berarti untuk memperoleh berat ikan 1 kg dibutuhkan pellet sebanyak 4 kg.
    4. Penanganan Hasil
      Panen ikan beronang dilakukan setelah masa pemeliharaan 4 ~ 6 bulan setelah penebaran. Panen dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : - Panen sebagian, dilakukan dengan cara memanen ikan yang telah berukuran tertentu tergantung kebutuhan pasar dengan menggunakan serok/lampit/alat angkap.
      • Panen seluruhnya, dilakukan dengan cara memanen hasil budidaya sekaligus dengan cara menarik/mengangkat sebagian jaring ke arah suatu sudut sehingga akan terkumpul pada suatu tempat dan kemudian diambil dengan menggunakan serok/lambit/alat tangkap denganberhati-hati agar ikan tidak mengalami luka/cacat. Panen sebaiknya dilakukan pada saat udara sejuk.
  4. Manajemen Budidaya
    Permasalahan yang sering ditemui pada pemeliharaan ikan di laut dengan jaring apung adalah pengotoran/penempelan oleh organisme penempel pada sarana yang digunakan seperti kerangka, rakit, kurungan apung dan pelampung. Penempelan organisme tersebut akan mengganggu pertukaran air dan menyebabkan kurungan bertambah berat. Untuk menanggulangi organisme penempel ini maka perlu dilakukan pembersihan terutama kurungan secara periodik paling sedikit 1 bulan sekali atau tergantung pada banyak sedikitnya organisme penempel. Sedangkan untuk pembersihan kurungan dilakukan dengan menyikat atau dengan menggunakan mesin semprot jaring.
  5. Hama dan Penyakit
    1. Hama
      Hama yang sering mengganggu budidaya ikan beronang laut adalah berupa hewan/binatang atau pengganggu lainnya seperti burung dan lingsang. Hama dapat menyerang dan membuat kerusakan pada kurungan ikan. Penanggulangan hama dapat dilakukan dengan cara menutup bagian atas kurungan dengan jaring serta memagar/melingkari kurungan. Selain itu gangguan karena pencurian oleh manusia perlu juga diwaspadai.
    2. Penyakit dan Pencegahannya
      Untuk mengetahui jenis penyakit dan cara pencegahannya diperlukan diagnosa gejala penyakit. Gejala penyakit untuk ikan yang dibudidayakan
      dapat dilihat/diamati dengan tanda-tanda sebagai berikut :
      • Ada kelainan tingkah laku : salah satu atau beberapa ikan keluar dari kelompoknya dan cara berenangnya miring atau "driving" (ikan yang
        berada di permukaan langsung menuju dasar dengan cepat). Gejala demikian biasanya disebabkan oleh beberapa penyakit, antara lian :
        penyakit insang, penyakit sistem saraf otak, keracunan bahan kimia logam berat, dan kekurangan vitamin.
      • Ikan tidak mau makan : perhatikan sudah berapa lama keadaan ini terjadi, penyebabnya adalah : penyakit diabetes (oxydized fatty), kelebihan mineral yang berasal dari pakan dan kebosanan yang terjadi karena persediaan pakan sedikit.
      • Ada kelainan pada bentuk ikan : hal ini terjadi pada rangka ikan dan permukaan tubuh ikan.
      • Mata tidak normal : disebabkan oleh bakteri dan parasit tremotoda Giganea sp. Untuk organ tubuh bagian dalam gejala penyakit dapat terjadi pada : Insang : Hilang beberapa bagian, disebabkan kekurangan darah dan keracunan, atau parasit yang berupa ciliata dan monogenik. Otak : Terjadi pendarahan dan TBS, disebabkan oleh parasit Myxosporadia, Giganea sp, Streptococcus sp, dan Nocardia sp. Jantung : Menjadi tebal dan membesar, disebabkan oleh bakteri klas Mycospradia, membran jantung membesar karena diserang bakteri Streptococcud spp. Hati : Membesar atau mengecil, warna hijau/kuning, disebabkan oleh perubahan kadar lemak (fatty change liver desease). Jamur yang berasal dari pakan yang terkontaminasi dapat menyebabkan hati mengalami pendarahan, keras, mudah pecah. Lambung : Menjadi kembung, luka dan berlobang, disebabkan oleh parasit yang termasuk klas Cestoda. Usus : Luka, pendarahan, keluar dari anus dan vibriosis, disebabkan oleh parasit dalam klas Nematoda, Trematoda, Cestoda dan Acanthocephala. Limpa : Menjadi besar/kecil dan kekurangan darah, disebabkan oleh
        adanya penyakit di bagian lain. Otot : Warna tidak jelas/putih, terjadi pendarahan, disebabkan oleh bakteri Nacordia sp atau serangan parasit Microsporidae.
    3. Penanganan Ikan Sakit
      Penanganan terhadap ikan sakit dapat dibagi atas dua langkah yaitu :
      • Berdasarkan teknik budidaya :
        Tindakan-tindakan yang dilakukan antara lain adalah :
        • Menghentikan pemberian pakan pada ikan;
        • Mengganti makanan dengan jenis lain;
        • Mengkelompokkan ikan menjadi kelompok-kelompok yang kepadatannya/ densitasnya rendah;
        • Bila mungkin ikan-ikan dipanen, daripada menjadi wabah bagi ikan yang lain.
      • Berdasarkan terapi kimia :
        Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam tahap ini adalah :
        • Memeriksa kepekaan dari masing-masing obat yang akan digunakan;
        • Memeriksa batas dosis yang aman untuk masing-masing obat agar tidak terjadi "over dosis";
        • Menjaga agar obat tidak terkontaminasi oleh bakteri;
        • Memperhatikan keterangan yang dikeluarkan oleh pabrik obat tersebut.
    4. d. Cara Pemberian Obat
      Cara pemberian obat yang akan digunakan dapat ditentukan sendiri dengan memperhatikan bentuk obat, jumlah ikan yang terkena penyakit, kondisi dan sarana yang dimiliki di lapangan (tempat budidaya). Ada beberapa cara pemberian obat yang dapat digunakan, yaitu :
      • Ditenggelamkan dalam tempat budidaya;
      • Disebarkan pada permukaan;
      • Dicampurkan dalam pakan;
      • Dengan cara injeksi.
        Pada ikan beronang biasanya banyak kedapatan parasit jenis monogenetik trematoda pada bagian insangnya, parasit ini dapat dilepaskan dengan mengunakan "dipterex" (organoposfat, sinonim : Dylox, Masoten, Neguvon) dengan dosis sebesar 30 ppm selama 8 - 16 m enit dan 50 ppm selama 4 - 5 menit. Percobaan ini hasilnya positif, dengan tingkat kematian ikan beronang sampai 0%. Waktu dan dosis obat yang diberikan perlu diperhitungkan dengan hati-hati agar tidak terjadi kelebihan dosis yang dapat mengakibatkan kematian pada ikan. Oleh karena itu perlu diketahui berapa jumlah dosis yang digunakan. Di bawah ini diberikan beberapa dosis yang mematikan terhadap beberapa jenis ikan beronang.
        Tabel 4. Dosis Dipterex yang mematikan terhadap beberapa jenis ikan beronang (Tanaka dan Basyari, 1982).
        No
        Jenis Ikan
        Panjang Total
        Rata-rata (cm)
        Konsentrasi Dipterex (ppm)
        Waktu (menit)
        1 S. canaliculatus
        3
        30
        39
        2 S. canaliculatus
        8-12
        50
        9
        3 S. guttatus
        3
        30
        49
        4 S. guttatus
        5-8
        50
        9
        5 S. javus
        3
        50
        4
        6 S. javus
        3
        30
        28
        7 S. javus
        9-11
        50
        9
        8 S. javus
        15
        30
        15

    5. Pencegahan penyakit
      Untuk mencegah agar ikan yang dibudidayakan tidak terkena penyakit dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
      • Menjaga kebersihan tempat budidaya;
      • Menjaga lingkungan/tidak tercemar oleh limbah industri dan bahan-bahan kimia pertanian;
      • Memeriksa jenis pakan yang akan diberikan dan hindarkan kontaminasi jamur;
      • Lakukan vaksinasi bagi ikan yang sehat.
4. DAFTAR PUSTAKA
  1. Dana Kusumah, E., 1985, Beberapa Aspek Biologi Ikan Beronang (Siganus spp) Workshop Budidaya Laut 28 Oktober - 1 Nopember 1985 di Lampung. 10 pp.
  2. WASPADA, E, Hiroki, 1985. Percobaan Pemberian Pakan pada Pemeliharaan Benih Ikan Beronang, Workshop Budidaya Laut 28 Oktober - 1
    Nopember. 68 - 73 p.
  3. Marto Sewajo, S., Burhanudin, Djamali, P. Sianipar. 1981. Ikan Beronang. Biolobi , Potensi dan Pengelolaannya. LON - LIPI. 45 p.
  4. Basyori, A., E. Dana Kusumah; Philip T. T, Pramu, S, Musthahal dan M. Isra. Budidaya Ikan Beronang (Siganus spp). Direktorat Jenderal Perikanan bekerjasama dengan IDRC, 39 p.
  5. Informasi Teknologi, BBL.
5. SUMBER
Pedoman Teknis Budidaya Ikan Beronang, Direktorat Bina Produksi, Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta, 1997.

6. KONTAK HUBUNGAN
Direktorat Bina Produksi, Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta.