INFO PRAKIRAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN(PDPI) dari KKP [13-15 September 2013 ] : DPI Jawa Bali dan Nusa Tenggara : DPI (122’34’’21.9’’’BT, 9’12’’3.1’’’LS) Potensi (111’18’’54.2’’’BT, 8’46’’7.7’’’LS) (112’4’’59.4’’’BT, 8’27’’50.7’’’LS) (115’28’’3.7’’’, 9’7’’43.9’’’LS) (115’26’’37.2’’’BT, 9’26’’27.2’’’LS) (107’17’’23.2’’’BT, 8’0’’2.5’’’LS) DPI Kalimantan : -- DPI Maluku Papua : -- DPI Sumatera : Potensi (104’55’’48.3’’’BT, 6’27’’52.0’’’LS) DPI Sulawesi : Potensi (118’43’’55.8’’’BT, 1’45’’35.1’’’LS)

Saturday, June 22, 2013

TEKNIK PRODUKSI UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) SECARA SEDERHANA



 

Zaenal Arifin, Komang Andrat dan  Subiyanto

Abstrak


Pada umumnya  budidaya vannamei di tambak menggunakan teknologi intensip sebagai  akibat padat tebar yang tinggi, bisa mencapai 100 – 300 ekor/m2. Dengan padat tebar yang tinggi, maka biaya untuk konstruksi, pakan dan sarana lainnya  akan semakin tinggi pula. Oleh karena itu budidaya vannamei ini cenderung hanya bisa dilaksanakan oleh pengusaha atau petambak kelas menengah ke atas. Sedangkan petambak kecil hampir tidak ada yang memproduksi udang vannamei dikarenakan belum adanya teknologi sederhana yang terjangkau  kemampuan  dan dapat diterapkan    oleh mereka.
Budidaya udang vannamei dengan menerapkan teknologi sederhana telah dilakukan di tambak  BBPBAP Jepara. Luas  tambak yang digunakan  7000 m2, padat tebar benih 7 ekor/m2, dengan ukuran PL13.  Untuk menumbuhkan pakan alami, pada saat persiapan tambak, dilakukan pemupukan menggunakan pupuk urea dan TSP. Sebagai  pakan tambahan, udang diberi pakan buatan.  Untuk menumbuhkan bakteri yang menguntungkan digunakan probiotik. Pemeliharaan udang diahiri setelah udang mencapai umur 60 hari atau  berat rerata 10 gram/ekor. Panen udang  yang didapat dari teknologi ini adalah 385 kg atau 550 kg/Ha. Dengan analisa usaha sederhana didapatkan keuntungan bersih sekitar Rp 1.800.000,- atau Rp 2.571.428/Ha/MT.

Keyword: vannamei, teknologi sederhana   




PENERAPAN TEKNOLOGI SEDERHANA DALAM PRODUKSI UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei)


Zaenal Arifin, Komang Andrat dan  Subiyanto


I.                   I. PENDAHULUAN

1.1.    Latar Belakang

            Setelah banyaknya serangan  penyakit pada budidaya udang windu (Penaeus monodon), ada kecenderungan udang introduksi, seperti L. Vannamei, menjadi komoditas alternatif pada budidaya udang di tambak. Meskipun udang vannamei merupakan udang asli dari belahan bumi lain yaitu dari bagian barat pantai Amerika Latin,  mulai dari Peru di sebelah selatan, hingga Meksiko, di sebelah utara, (Briggs, et al. 2004), udang ini dapat dibudidayakan di daerah tropis, seperti Indonesia.

Beberapa keunggulan yang dimiliki oleh udang vannamei antara lain responsif terhadap pakan yang diberikan atau nafsu makan yang tinggi, lebih tahan terhadap serangan penyakit dan  lingkungan yang kurang baik. Udang vannamei juga memiliki pasaran yang pesat di tingkat internasional (Ariawan, 2005). Bahkan udang ini sudah laku dijual pada saat berukuran 7,0 – 10,0 gram/ekor atau pada saat udang berumur sekitar 60 hari di tambak.

Selanjutnya menurut Briggs et al. (2004), udang vannamei membutuhkan pakan dengan kandungan protein 25-30%,  lebih rendah ketimbang udang windu. Di samping itu feeding efficiencynya juga lebih baik, dengan FCR 1: 1,2 pada budidaya vannamei  secara intensif, sedangkan FCR udang windu 1:1,6.  Karena kedua alasan tersebut dan dengan pertumbuhan yang lebih cepat dan sintasan yang lebih tinggi, maka biaya produksi udang vannamei  lebih rendah hingga 25-30% ketimbang biaya produksi udang windu.

            Namun demikian, pada umumnya  budidaya vannamei di tambak menggunakan teknologi intensip sebagai  akibat padat tebar yang tinggi, bisa mencapai 100 – 300 ekor/m2. Dengan padat tebar yang tinggi, maka biaya untuk konstruksi, pakan dan sarana lainnya  akan semakin tinggi pula. Oleh karena itu budidaya vannamei ini cenderung hanya bisa dilaksanakan oleh pengusaha atau petambak kelas menengah ke atas. Sedangkan petambak kecil hampir tidak ada yang memproduksi udang vannamei dikarenakan belum adanya teknologi sederhana yang terjangkau  kemampuan  dan dapat diterapkan    oleh mereka.

      Sehubungan dengan itu maka untuk melengkapi paket teknologi budidaya udang vannamei di tambak dan untuk memenuhi kebutuhan petambak kecil terhadap paket teknologi budidaya udang tersebut, BBPBAP Jepara  mengkaji dan menerapkan teknologi budidaya udang vannamei di tambak secara sederhana dengan masa pemeliharaan yang lebih singkat (sekitar 60 hari). 
 
1.2.      Tujuan

Tujuan  kegiatan ini adalah mengkaji teknologi sederhana budidaya udang vannamei di tambak dengan masa pemeliharaan 60 hari.

1.3. Sasaran

Adapun sasaran kegiatan ini adalah menghasilkan paket teknologi sederhana budidaya udang vannamei di tambak. Dari teknologi yang diterapkan ini diharapkan dihasilkan berat rata-rata udang 10 gram/ekor dan sintasan lebih dari 70% selama pemeliharaan 60 hari di tambak.

II.        BAHAN DAN METODE


2.1.      Bahan dan Alat
           
            Bahan  yang digunakan pada kegiatan  ini anatara lain:
-          Benih vannamei PL12
-          Pakan buatan
-          Pupuk anorganik
-          Saponin
-          Kapur
-          Probiotik
-          Inokulan plankton
-          Feed additive
-          Biofilter/biscreen

Sedangkan peralatan yang digunakan antara lain peralatan analisa tanah dan air, peralatan ukur dan timbang, serta peralatan lapangan, seperti jala tebar, seserm e,mber dan lain-lain.

2.2.            Waktu dan Tempat

Kegiatan  ini dilaksanakan di tambak BBPBAP Jepara yaitu tambak F . Pelaksanaan kegiatan dilaksanakan pada  bulan Oktober  sampai Desember 2005. Kegiatan yang  dilakukan meliputi inventarisasi data dan informasi  lapangan seperti kualitas air dan tanah dasar, perbaikan konstruksi pematang, serta pengolahan tanah dasar, penebaran benih, pemeliharaan dan panen.

2.3.Metode

2.3.1.   Persiapan Petakan

Persiapan tambak yang dilakukan meliputi pengeringan tanah dasar tambak, pembalikan tanah dasar,  perbaikan dan pengkedapan pematang, pengapuran, pemberantasan hama serta perbaikan pintu air. Kualitas tanah dasar tambak dikatakan siap bila nilai pH>6,5, redoks > -50, bahan organik tanah <12 c="" dan="" rasio="" tanah="">10/1 (Supito, et all.,  2006).

3.2.      Persiapan air

Air yang digunakan untuk kegiatan budidaya udang ini adalah air yang sudah diperbaiki kualitasnya melalui petak pengendapan dan biofilter. Untuk mencegah masuknya ikan-ikan liar dan crustacea lain dilakukan penyaringan air dengan saringan kasa dengan mesh size 0,5 – 1,0 mm.  Untuk menumbuhkan plankton dilakukan pemupukan dengan menggunakan pupuk anorganik (urea dan TSP). Kemudidan dilakukan aplikasi probiotik jenis Bacillus sp dengan dosis 1 liter/petak.

3.3.      Penebaran
Penebaran benih dilakukan pada pagi hari pada saat  suhu masih rendah, dengan tujuan untuk mengurangi stres akibat pemanenan, transportasi ataupun akibat pemilahan dengan formalin. Penebaran dilakukan secara perlahan-lahan atau melalui proses adaptasi terhadap suhu dan salinitas. Padat tebar pada kegiatan ini  adalah 7  ekor/m2 dengan ukuran benih yang ditebar   PL13.  

3.4.            Pemeliharaan

            Untuk mempercepat proses tumbuhnya udang yang dipelihara, maka diberikan pakan buatan yang disesuaikan dengan ukuran, umur pemeliharaan serta diet pakan (Tabel 1).  Disamping itu, juga diberikan pakan segar sebanyak 2 kg setiap aplikasi dan diberikan selama dua hari sebelum tebar sampai dua hari setelah tebar. Pakan segar juga diberikan selama pemeliharaan yaitu untuk meningkatkan nafsu makan.  Selain pakan segar, juga diberikan feed additive berupa vitamin C yang dicampur dengan pakan buatan dengan dosis 2 gr/kg pakan (Nur dan Kontara, 2001),  dan diikat dengan atractant (minyak cumi-cumi). Feed additive ini diberikan secara periodik selama 3 hari secara berturut-turut dalam satu minggu.  Feed additive diberikan secara kontinyu apabila terjadi penurunan nafsu makan (Ariawan, 2005).

Tabel 1.  Dosis dan frekuensi pemberian pakan berdasarkan berat udang.
No.
Dosis (%)
Berat udang (gr)
Frekuensi
Bentuk
1
20-10
0.1-2
2
Fine crumble
2
6-4
2-4
2-3
Coarse crumble
3
4-2
4-10
3-4
Pellet
4
4-2
10-20
4-5
Pellet

Selama pemeliharaan juga dilakukan pengelolaan air yang tergantung dari fluktuasi parameter air seperti bahan organik, amoniak, nitrit, oksigen terlarut, pH dan plankton.  Kegiatan yang dilakukan dalam manajemen air meliputi pergantian air, pengapuran, pengenceran air serta aplikasi ikan biofilter dan bioscreening. 

3.5.      Pemanenan

            Panen dilakukan setelah udang mencapai ukuran rata-rata 10 gram/ekor atau  berumur sekitar 60 hari dalam tambak.   Bahan dan alat yang digunakan dalam pemanenen adalah jaring kantong dan jala tebar.  Untuk mengurangi kerusakan atau resiko kemunduran mutu udang maka panen dilakukan pada malam hari atau suhu rendah.

Parameter yang diamati

Data utama yang diamati dalam kegiatan ini adalah data pertumbuhan berat  dan sintasan.  Sedangkan data penunjangnya adalah suhu, salinitas, pH dan kecerahan yang diamati harian.Sedangkan bahan organik, amoniak, nitrat, nitrit, pospat, alkalinitas air diamati seminggu sekali bersamaan dengan pengamatan plankton. Bahan organik, redoks potensial dan pH tanah diamati seminggu sekali.


III.             HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Pertumbuhan dan sintasan

            Pertumbuhan berat dan sintasan udang selama pemeliharaan di tambak dapat dilihat pada Tabel 1 dan Grafik 1.

Tabel 1. Pertumbuhan berat dan sintasan udang vannamei di tambak
Sampling
Umur
Pertumbuhan berat (gram)
Perkiraan populasi (%)
1
2
3
4

30
40
50
60
3,80
5,32
6,73
8,97
97
95
95
93





 
Grafik 1. Pertumbuhan udang vannamei di tambak teknologi sederhana

Dari Tabel 1 dan Grafik 1 terlihat bahwa pertumbuhan berat udang vannamei di tambak dengan teknologi sederhana dapat dinyatakan relatif cepat. Apabila dibandingkan dengan laju pertumbuhan berat udang windu yang dipelihara secara intensif atau semi intensif  maka pertumbuhan  vannamei tersebut masih lebih cepat. Bukti ini diperkuat oleh pernyataan   Chamberlain (2003) dalam Briggs (2004) yang menyatakan bahwa  pertumbuhan berat udang windu  cenderung menurun dalam lima  tahun terahir ini dari 1,2 – 1,0 gram/minggu. Sementara itu, dari hasil kajian BBPBAP Jepara, pertumbuhan berat rata-rata udang windu, terutama pada budidaya intensif dan semi intensif di beberapa daerah Indonesia,    hingga umur 60 hari di tambak sekitar 5,0 - 7,0 gram/ekor (Supito, 2005).  

 Sintasan yang dicapai hingga  hari ke 60 juga masih sangat tinggi yaitu 93%. Hal ini sangat logis karena masa pemeliharaan udang masih pendek sehingga kandungan sisa pakan, feces dan senyawa-senyawa beracun masih rendah. Oleh karena itu  lingkungan tambak, baik kualitas tanah maupun air, masih sangat mendukung untuk kelangsungan hidup udang.   

3.2. Kondisi udang

            Kondisi udang selama pemeliharaan 60 hari dapat dinyatakan dalam kondisi yang sehat dan bagus. Hal ini ditandai dengan kondisi tubuh bagian luar udang yang bersih, anggota tubuh masih lengkap serta udang responsif terhadap pakan dan responsif terhadap adanya rangsangan dari luar.


3.3. Kualitas air dan tanah

            Data hasil pengukuran parameter kualitas air tambak selama pemeliharaan udang vannamei dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kisaran parameter kualitas air selama pemeliharaan udang vannamei
Tambak
Suhu (oC)
DO (ppm)
pH
Salinitas
(ppt)
Alkalinitas (ppm)
Bahan Organik (ppm)
Ammonia
(ppm)
U1

28,9 – 29,3

2,47 – 4,02

8,0 – 8,1

32 – 37

104,88 – 124,44

51,03 – 130,89

0,005 – 0,015


            Dari tabel kisaran kualitas air tambak dapat dinyatakan bahwa parameter-parameter kualitas air tersebut masih dalam kisaran normal, kecuali untuk parameter salinitas (32 -37 ppt)  dan kandungan oksigen terlarut (DO), khususnya pada malam atau dini hari yang kurang dari kisaran optimal (2,47- 4,02).

Salinitas yang tinggi mengakibatkan pertumbuhan udang sedikit terhambat. Sesuai dengan pendapat Wyban and Sweeny, (1991) dalam Briggs (2004) yang menyatakan bahwa  udang vannamei dapat hidup pada salinitas 0,5 – 45,0 ppt, namun akan tumbuh dengan baik pada salinitas 10 – 15 ppt.

Kandungan oksigen yang rendah terjadi pada pagi hari dan cenderung terjadi setelah udang berumur di atas 40 hari.  Kelarutan oksigen dalam air yang rendah ini mengakibatkan pertumbuhan udang kurang optimal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Boyd (1996) yang menyatakan bahwa udang dan ikan pada umumnya akan hidup dan tumbuh dengan baik pada kandungan  oksigen terlarut di atas 3,0 ppm.

Hasil pengamatan dan analisa  kualitas tanah pada saat pemeliharaan udang hingga panen dan setelah panen dapat dinyatakan bahwa tanah tambak masih dalam kondisi yang baik. Hal ini ditandai dari hasil analisa bahan organik tanah tambak yang menunjukkan kisaran bahan organik sekitar 10 – 13% dan pH tanah sekitar 6,8 – 7,3. .
Dari hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa setelah udang dipanen,  tanah dasar tambak dan caren  tidak banyak mengandung lumpur. Tanah dasar tambak dan caren dapat dinyatakan cukup bersih. Dengan bahan organik dan pH tanah yang normal dan tanah dasar tambak relatif tidak berlumpur maka hanya dengan persiapan tambak yang sedikit saja,  tambak dapat segera ditebari benur kembali.


3.4. Analisa Usaha

            Analisa usaha secara sederhana untuk mengetahui komponen dan jumlah biaya yang diperlukan , panen dan pendapatan, serta  dan keuntungan dari usaha budidaya udang  vannamei sistem ini dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komponen biaya dan pendapatan dari hasil budidaya vannamei sederhana
Kompenen biaya
Satuan
Harga satuan (Rp)
Jumlah (Rp)
Persiapan lahan
Peralatan
Benih
Pakan
Pupuk
Energi (solar)
Biaya panen
Tenaga kerja


10 OH
1 unit
50.000 ekor
250 kg
100 kg
240 lt
1 paket
2 orang
30.000
150.000
25
4380
1650
4150
500.000
1.000.000
   300.000
   150.000
1.250.000
1.248.300
   165.000
   996.000
   500.000
2.000.000
T o t a l  B i a y a
6.861.000
Panen
385 kg
22.500
8.662.500
Keuntungan : Rp. 8.662.500 – 6.861.000
1.801.500


Dari Tabel 3 terlihat bahwa melalui  budidaya vannamei dengan menerapkan teknologi sederhana dapat diperoleh keuntungan Rp. 1.801.500/MT/7000 m2. Atau apabila dikonversikan dalam satu hektar maka diperoleh keuntungan Rp 2.571.428/Ha/MT.

Keuntungan senilai tersebut bagi para pembudidaya menengah ke bawah dinilai cukup mengesankan. Di samping modal yang dibutuhkan sedikit, teknologi ini juga memiliki keuntungan lain yaitu  pembudidaya  memiliki  jaminan kepastian tingkat keberhasilan yang lebih tinggi karena masa pemeliharaan yang pendek (2 bulan), dan  masa tanam lebih banyak dalam satu tahun (4 kali pemeliharaan dalam setahun).
.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

            Dari hasil perekayasaan ini dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu: 

·         Panen udang vannamei  yang diperoleh  dari teknologi ini adalah 385 kg atau 550 kg/Ha dalam masa pemeliharaan 60 hari.
·         Dengan analisa usaha sederhana didapatkan keuntungan bersih sekitar Rp 1.800.000,- atau Rp 2.571.428/Ha/MT.
·         Karena kepadatan yang rendah dan masa pemeliharaan yang pendek, maka budidaya dengan sistem ini relatif aman terhadap kemunduran kualitas tambak dan lingkungannya dan lebih menjamin kelanggengan berusaha..
·         Budidaya udang vannamei dengan siklus pemeliharaan yang pendek ini, (60 hari), sangat potensial diterapkan oleh pembudidaya udang, khususnya kelas menengah ke bawah, karena memiliki beberapa keuntungan atau kelebihan, seperti modal sedikit, dan jaminan keberhasilan lebih tingi.
 

4.2. Saran

            Berdasarkan hasil perekayasaan ini dapat diajukan beberapa saran, yaitu:

·         Budidaya udang vannamei  teknologi sederhana dengan masa pemeliharaan yang lebih pendek  seyogyanya menjadi salah satu alternatif jawaban bagi pembudidaya, khususnya  kelas menengah ke bawah,  untuk dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya.
·         Budidaya sistem ini juga perlu digalakkan  di kalangan pembudidaya udang, khususnya di kawasan tambak yang riskan untuk dilakukan budidaya udang dengan teknologi intensif maupun semi intensif
·         Diharapkan melalui  penggalakkan budidaya udang vannamei sistem ini, masyarakat pembudidaya udang   dapat  membantu pemerintah dalam meningkatkan produksi udang nasional.  













DAFTAR PUSTAKA


.
Ariawan, K., dkk., 2005. Peningkatan produksi udang merguiensis melalui optimasi dan pengaturan oksigen. Laporan Tahunan. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau. Jepara.

Boyd, C.E., 1989.  Water Quality Management dan Aeration in Shrimp   Farming.  Fisheries and Allied Aquacultures Departement Series No. 2.  Alabama Agramicultural Experiment Station. Auburn University, Alabama.

Boyd, C.E. 1996. Water quality in  pond for aquaculture. Auburn University. Alabama.
  
Briggs M., Simon F.S., R. Subasinghe, and M. Phillips. 2004. Introduction and movement of Penaeus vannamei and Penaeus stylirostris in Asia and the Pacific. FAO-UN. Bangkok.

Nur, N. dan Kontara E. 2001.            Penggunaan immunostimulan dan vitamin untuk meningkatkan ketahanan udang dan ikan terhadap serangan penyakit. BBPBAP. Jepara

Supito, Z. Arifin, dan D. Adiwijaya. 2006. Pengendalian lingkungan tambak udang melalui pengaturan keseimbangan C/N rasio dengan penambahan sumber karbon. (tidak dipublikasikan).

Supito, A. Taslihan, dan E. Sutikno. 2005. Penerapan Best Management Practices Pada Tingkat Petambak. BBPBAP. Jepara


Sumber: KKP


  









Blue carbon: A new hope for Indonesia

 
Andreas A. Hutahaean, Jakarta | Opinion | Tue, August 28 2012, 4:17 AM
Paper Edition | Page: 6

While carbon dioxide emissions reductions are currently at the center of global climate change discussions, the critical role of coastal-marine ecosystems for carbon sequestration or as sinks has been overlooked or even neglected. The reasons are mainly due to the lag of scientific data because of the complexity of coastal-marine ecosystems.

In Indonesia, these ecosystems have not received sufficient attention considering their importance for climate change strategy, as most of the attention has gone to terrestrial ecosystems, such as the forest and agricultural sectors.

Moreover, the Indonesian program on REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) is running slow and its forest moratorium has not worked well, making it unlikely that the Indonesian government will meet its pledge to reduce carbon emissions by 26 percent by 2020.

Tropical coastal-marine ecosystems such as mangroves and seagrass meadows are known as hot spots for biodiversity and for their valuable ecosystem services. Recently, scientists found out about the important functions of the ecosystems as carbon sequestration or sinks. This carbon, captured by coastal-marine organisms through photosynthesis, has been called blue carbon. 

In this process, mangrove and seagrass binds carbon dioxide and water, and, with the assistance of sunlight, is converted into sugars and oxygen to support their growth. The remaining excess production of the plant is buried in the sediment, where it can remain stored.

Indonesia, an archipelagic country, is located along the equator at the heart of the so-called Coral Triangle. The nation’s geography causes warm climate over the country and has made the Indonesian coastal-marine environment become a suitable habitat for the growing of mangroves and seagrass. 

Recently, researchers found that seagrass meadows could store up to 83,000 tons of carbon/m3/km2, mostly in the sediments beneath them. In comparison, terrestrial forests store about 30,000 tons of carbon/m3/km2, most of which is in the form of wood. This study was the first global analysis of carbon stored in seagrass and the finding was published in Nature Geoscience in May.

The study also estimates that, although seagrass meadows take up small percentage of global coastal area (about less than 0.2 percent of world’s oceans), they are responsible for more than 10 percent of all carbon buried annually in the sea.

Similar to seagrass, mangrove ecosystems have been known for their high productivity in the carbon cycle. The ecosystem can store a large amount of carbon in the deep organic sediment in which it thrives. It has the ability to store five times as much carbon as has been observed in temperate, boreal and tropical rainforests. This high amount carbon storage suggests mangroves could play an important role in climate change mitigation.

However, Indonesia’s blue-carbon ecosystems are among the world’s most threatened. About 3 to 7 percent of the ecosystems are disappearing every year, with the worst conditions found on the north coast of Java. The main reasons is mostly dredging, the degradation of water quality, deforestation and aquaculture activities. 

A pilot project on Indonesian Blue Carbon in Banten Bay found at least 70 percent of the mangrove ecosystem was lost to aquaculture farms or land reclamation, while only 20 to 30 percent was used effectively by fisherman. To overcome these problems, strong attention from local communities and the government are needed.

Healthy natural coastal-marine ecosystems, such as mangrove and seagrass, provide a vast array of important co-benefits to coastal communities, particularly fishermen. These benefits include ecosystem services such as the protection of shorelines from storms, erosion or sea-level rise; the provision food from fisheries; the maintenance of water quality and landscapes for ecotourism.

In a blue carbon context these ecosystems also store and sequester a vast amount of carbon in sediments and biomass. Also from a global perspective, blue carbon mostly covers the tropical coastal-marine environment and is among the most effective carbon sinks known today.

Having the largest mangrove and seagrass ecosystems in the world makes blue carbon important for Indonesia’s climate change strategy, not only in international forums, but also to fulfill the government’s pledge to reduce carbon emissions by up to 26 percent by 2020.

The writer is principal investigator of the Indonesia Blue Carbon Project and a researcher at the Coastal and Marine Resources Research Center at the Maritime Affairs and Fisheries Ministry.
Sumber: 
http://www.kkp.go.id
http://www.thejakartapost.com

Friday, June 21, 2013

AutoCAD

AutoCAD 2010 + Keygen | www.wizyuloverz.com 
 1. AutoCAD 2010
SYSTEM REQUIREMENTS :

AutoCAD 2010 ( 32 bit )
  • OS : Windows Vista SP1, Windows XP SP2 or later
  • Browser: Windows Internet Explorer 7.0 or later
  • CPU: Windows Vista – Intel Pentium 4 or AMD Athlon Dual Core, 3.0 GHz or higher with SSE2 technology
  • Windows XP – Intel Pentium 4 or AMD Athlon Dual Core, 1.6 GHz or higher with SSE2 technology
  • Memory : Windows Vista – 2 GB RAM, Windows XP – 2 GB RAM
  • Display resolution : 1024 x 768 display with True Color
  • Hard Disk : 1 GB free disk space for installation
  • Pointing Device : MS-Mouse compliant
AutoCAD 2010 ( 64 Bit )
(AutoCAD 64bit Tidak Bisa Di Install Pada Windows XP 32bit)
  • OS : Windows Vista(SP1), Windows XP Professional x64 Edition (SP2 or later)
  • Browser: Windows Internet Explorer 7.0 or later
  • CPU type : AMD Athlon 64 or Opteron with SSE2 technology; Intel Pentium 4 or Xeon with Intel EM64T support & SSE2 technology
  • Memory : Windows Vista – 2 GB RAM, Windows XP – 2 GB RAM
  • Display resolution : 1024 x 768 with True Color
  • Hard Disk : 1.5 GB free disk space for installation
  • Pointing Device: MS-Mouse compliant
  • Media : (CD ROM vs. DVD) 
 

Berikut Adalah Link Untuk Download AutoCAD 2010 + Keygen
Full Version Link IDWS ( 1.3 GB - Single Link )

1. http://adf.ly/NNFji

Link Download AutoCAD 2010 + Keygen
Full Version Link IDWS ( 1.3 GB - 2 Part )

1. http://adf.ly/NNE5K
2. http://adf.ly/NNEDE

keygen (151 kb) : http://fd785b26.linkbucks.com/



2. AutoCAD 2013 [32 bit] dan [64 bit] - Full Free + keygen. 
civiliana-Autodesk AutoCAD 2013
Pada bulan maret 2012 lalu Autodesk merilis versi AutoCAD terbaru, yaitu Autodesk AutoCAD 2013. Dalam Autodesk AutoCAD 2013 ini terdapat beberapa penambahan fitur sehingga lebih fleksibel dalam menciptakan desain 2D maupun 3D. Mengeksplorasi ide-ide desain, dengan fitur baru dari Autodesk AutoCAD® 2013. Memaksimalkan produktifitas anda untuk conceptual design, model documentation dan reality capture.
System Requirements
For 32-Bit AutoCAD 2013
  • Microsoft® Windows® 7 Enterprise, Ultimate, Professional, or Home Premium (compare Windows 7 versions) or Microsoft® Windows® XP Professional or Home edition (SP3 or later);
  • For Windows 7 : Intel® Pentium® 4 or AMD Athlon™ dual-core processor, 3.0 GHz or higher with SSE2 technology;
  • For Windows XP : Pentium 4 or AMD Athlon dual-core processor, 1.6 GHz or higher with SSE2 technology;
  • 2 GB RAM (4 GB recommended);
  • 6 GB free disk space for installation;
  • 1,024 x 768 display resolution with true color (1,600 x 1,050 with true color recommended);
  • Microsoft® Internet Explorer® 7.0 or later web browser;
  • Install from download or DVD.
For 64-Bit AutoCAD 2013
  • Microsoft Windows 7 Enterprise, Ultimate, Professional, or Home Premium (compare Windows 7 versions) or Microsoft Windows XP Professional (SP2 or later);
  • AMD Athlon 64 with SSE2 technology, AMD Opteron® processor with SSE2 technology, Intel® Xeon® processor with Intel EM64T support and SSE2 technology, or Intel Pentium 4 with Intel EM64T support and SSE2 technology;
  • 2 GB RAM (4 GB recommended);
  • 6 GB free space for installation;
  • 1,024 x 768 display resolution with true color (1,600 x 1,050 with true color recommended);
  • Microsoft® Internet Explorer® 7.0 or later web browser;
  • Install from download or DVD.



Berikut adalah Link Untuk Download AutoCAD 2013 (32 bit):

1. http://adf.ly/HMJbi
Link Untuk Download AutoCAD 2013 (64 bit):
2. http://adf.ly/PNxHn 
keygen: http://adf.ly/HMLxW

SPSS



IBM SPSS Solusi Akademik - Guru dan Peneliti

Statistics Base

Alat untuk mendukung pengajaran dan penelitian yang efektif

IBM telah mengembangkan materi kurikulum yang luas dan sumber daya untuk membantu instruktur pendidikan tinggi dan peneliti mendapatkan lebih banyak dari IBM software SPSS, baik di kelas dan ketika melakukan proyek penelitian.


Mengintegrasikan statistik dan teknik data mining ke dalam kurikulum Anda

Kami menyadari bahwa perguruan tinggi dan universitas instruktur ingin menghabiskan waktu mengajar mereka, bukan belajar program perangkat lunak baru dan menciptakan kurikulum sekitar aplikasi tersebut. Sumber daya gratis kami instruksional membuatnya mudah bagi Anda untuk membantu siswa menguasai keterampilan yang dibutuhkan di tempat kerja saat ini dengan mengintegrasikan konten analitis ke program sarjana dan pascasarjana tingkat Anda. Kami juga mendorong Anda untuk mengeksplorasi banyak fleksibel dan terjangkau IBM pilihan perangkat lunak SPSS untuk pendidikan tinggi.


Melakukan penelitian lebih efektif dan kolaboratif

Jika kampus Anda host pusat penelitian survei, atau jika Anda atau rekan Anda melakukan penelitian dalam ilmu sosial, kedokteran atau disiplin akademis lainnya, Anda bisa mengandalkan perangkat lunak IBM SPSS untuk mengumpulkan dan menganalisis data penelitian Anda serta menyajikan temuan Anda dalam jelas dan menarik fashion.

Produk dan layanan IBM SPSS dapat mendukung kebutuhan Anda di setiap tahap proses penelitian, dari pengumpulan data dan analisis untuk pelaporan dan penyebaran hasil:

    
IBM SPSS, Pendataan merupakan penelitian survei platform teknologi yang komprehensif yang membuat setiap aspek penelitian survei lebih mudah dan lebih efektif. Dari authoring survei lebih menarik untuk pengumpulan data multi-channel dan pelaporan disinkronkan dan analisis, ini keluarga produk membantu Anda bekerja lebih produktif dan menghasilkan hasil yang lebih bermakna.

    
IBM SPSS Text Analytics Survei membantu Anda mendapatkan nilai penuh dari respon teks dari pertanyaan survey terbuka tanpa proses yang membosankan dan memakan waktu secara manual mengelompokkan dan tanggapan teks coding.

    
IBM SPSS Statistik menawarkan Anda kemampuan untuk menganalisis dataset besar secara efisien dan mudah dan mengungkap hubungan tak terduga dalam data menggunakan antarmuka visual yang intuitif.  IBM SPSS Kolaborasi dan Jasa Deployment menyediakan platform untuk mengelola konten analitis, mengotomatisasi proses standar analisis dan berbagi hasil Anda.

link download :
1. SPSS Statistics Desktop, Versi 21.0.0  Trial Version:
http://www14.software.ibm.com/download/data/web/en_US/trialprograms/W110742E06714B29.html 

2.  Versi 19:
 a. http://indowebster.com/spss_19.part1.html
 b. http://indowebster.com/spss_19.part2.html 
 c. http://indowebster.com/spss_19.part3.html
 d. http://indowebster.com/spss_19.part4.html
 e. http://indowebster.com/spss_19.part5.html
Password: neoroby

3. Versi 20 windows 32 bit
 a. http://www.indowebster.com/ibm_spss_statistics_v20_32bit_part1_1.html
 b. http://www.indowebster.com/ibm_spss_statistics_v20_32bit_part2_1.html