INFO PRAKIRAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN(PDPI) dari KKP [13-15 September 2013 ] : DPI Jawa Bali dan Nusa Tenggara : DPI (122’34’’21.9’’’BT, 9’12’’3.1’’’LS) Potensi (111’18’’54.2’’’BT, 8’46’’7.7’’’LS) (112’4’’59.4’’’BT, 8’27’’50.7’’’LS) (115’28’’3.7’’’, 9’7’’43.9’’’LS) (115’26’’37.2’’’BT, 9’26’’27.2’’’LS) (107’17’’23.2’’’BT, 8’0’’2.5’’’LS) DPI Kalimantan : -- DPI Maluku Papua : -- DPI Sumatera : Potensi (104’55’’48.3’’’BT, 6’27’’52.0’’’LS) DPI Sulawesi : Potensi (118’43’’55.8’’’BT, 1’45’’35.1’’’LS)

Saturday, October 15, 2011

Pengamatan Pergerakan ROV(Remotely Operated Vehicle)


Pengamatan Pergerakan ROV(Remotely Operated Vehicle)

Abstrak
ROV (Remotely Operated Vehicle) adalah pada dasarnya sebuah robot bawah laut yang dikendalikan oleh operator ROV, untuk tetap dalam kondisi yang aman, pada saat ROV bekerja di lingkungan yang berbahaya. Sistem ROV terdiri atas vehicle (atau sering disebut ROV itu sendiri), yang terhubung oleh kabel umbilical ke ruangan kontrol dan operator di atas permukaan air (bisa di kapal, rig atau barge). Yang paling juga adalah sistem kendali, sistem peluncuran dan sistem suplai tenaga listrik maupun hidrolik. Melalui kabel umbilical, tenaga listrik dan hidrolik, juga perintah-perintah, atau sinyal-sinyal kontrol, disampaikan dari ruang kontrol ke ROV secara dua arah. ROV dilengkapi dengan peralatan atau sensor tertentu seperti kamera video, transponder, kompas, odometer, bathy (data kedalaman) dan lain-lain tergantung dari keperluan dan tujuan surveinya.

Kata kunci: ROV, Sistem, Data, Peralatan

I.         PENDAHULUAN
ROV (Remotely Operated Vehicle) menurut Marine Technology Society ROV Committee’s dalam “Operational Guidelines for ROVs” (1984) dan The National Research Council Committee’s dalam “Undersea Vehicles and National Needs” (1996) adalah pada dasarnya sebuah robot bawah laut yang dikendalikan oleh operator ROV, untuk tetap dalam kondisi yang aman, pada saat ROV bekerja di lingkungan yang berbahaya.Remote Operation Vehicle (ROV) secara luas dikenal sebagai nama umum bagi kapal selam mini yang kerap digunakan pada industri minyak dan gas lepas pantai. Kapal selam ini tak berawak, tapi dioperasikan dari kapal lain.
Keduanya terhubung melalui kabel yang berfungsi juga sebagai penambat. ROV tersusun dari satu set pengapung besar di atas sasis baja atau aluminium agar. Pengapung itu biasanya terbuat dari busa sintetis. Di bagian bawah konstruksi terpasang alat-alat sensor yang berat. Komposisi ini–komponen ringan di atas dan berat di bawah–akan menghasilkan pemisahan yang besar antara pusat apung dan pusat gravitasi. Maka alat ini pun lebih stabil di dasar laut saat melakukan tugas-tugasnya.ROV memiliki kemampuan manuver yang tinggi. Kabel tambat berfungsi mengirimkan energi listrik serta data video dan sinyal. Saat bertugas memasang kabel-kabel listrik tegangan tinggi, ROV biasanya ditambahkan tenaga hidrolik.
Sistem ROV terdiri atas vehicle (atau sering disebut ROV itu sendiri), yang terhubung oleh kabel umbilical ke ruangan kontrol dan operator di atas permukaan air (bisa di kapal, rig atau barge). Yang paling juga adalah sistem kendali, sistem peluncuran dan sistem suplai tenaga listrik maupun hidrolik. Melalui kabel umbilical, tenaga listrik dan hidrolik, juga perintah-perintah, atau sinyal-sinyal kontrol, disampaikan dari ruang kontrol ke ROV secara dua arah.
ROV dilengkapi dengan peralatan atau sensor tertentu seperti kamera video, transponder, kompas, odometer, bathy (data kedalaman) dan lain-lain tergantung dari keperluan dan tujuan surveinya. Kebanyakan ROV dilengkapi dengan kamera video dan lampu. Kemampuannya bisa ditingkatkan dengan menambahkan sonar, magnetometer, kamera foto, manipulator atau lengan robotik, pengambil sampel air, dan alat pengukur kejernihan air, penetrasi cahaya, serta temperatur. Kabel-kabel ROV dilapisi dengan tabung penuh minyak agar terhindar dari korosi air laut. Alat pendorong dipasang di tiga lokasi agar menghasilkan kontrol penuh terhadap alat itu. Adapun kamera, lampu, dan lengan manipulator berada di bagian depan atau belakang(www.ilmukelautan.com).
Perbedaan Autonomous Underwater Vehicles (AUV) dan Remoted operated underwater vehicles (ROV) ialah AUV dapat bergerak secara otomatis yang biasanya beroperasi di permukaan air dan dapat menyelam tetapi tidak terlalu dalam. Sedangkan ROV biasanya beroperasi di laut dalam yang dikontrol dari kapal. Kedua wahana tersebut secara luas sudah banyak diaplikasikan baik untuk melakukan suatu misi/kegiatan dibawah laut, surveilance, maupun untuk sistem pertahanan dan keamanan.

Gambar 1. Contoh wahana bawah air tanpa
awak (Sumber: www.expresspcb.com)
Pada umumnya wahana bawah air harus memiliki beberapa fitur antara lain sumber tegangan, sistem propulsion ( penggerak wahana bawah air tanpa awak secara vertikal), sistem kontrol, sistem navigasi, sensor, dan sistem yang berfungsi sebagai penggerak wahana bawah air tanpa awak secara horisontal. Fitur fitur tersebut umumnya dimiliki oleh sistem wahana bawah air tanpa awak salah satunya adalah ROV.
Gambar 2: Contoh fitur yang terdapat pada
wahana bawah air tanpa awak( Sumber: www.mbari.org)
Tujuan dari praktikum ini adalah mahasiswa akan dapat menunjukkan prinsip kerja dan menginterpretasikan data yang diperoleh ROV
II.           TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hukum Archimedes

Hukum Archimedes menyatakan sebagai berikut, Sebuah benda yang tercelup sebagian atau seluruhnya ke dalam zat cair akan mengalami gaya ke atas yang besarnya sama dengan berat zat cair yang dipindahkannya. Sebuah benda yang tenggelam seluruhnya atau sebagian dalam suatu fluida akan mendapatkan gaya angkat ke atas yang sama besar dengan berat fluida fluida yang dipindahkan. Besarnya gaya ke
atas menurut Hukum Archimedes ditulis dalam persamaan :
Fa = ρ v g
Keterangan :
Fa = gaya ke atas (N)
V = volume benda yang tercelup (m3)
ρ = massa jenis zat cair (kg/m3)
g = percepatan gravitasi (N/kg)
Gambar berikut ini gaya yang terjadi pada wahana bawah air tanpa awak
Gambar 3. Buoyancy
Hukum ini juga bukan suatu hukum fundamental karena dapat diturunkan dari hukum newton juga.
· Bila gaya archimedes sama dengan gaya berat W maka resultan gaya =0 dan benda melayang .
· Bila FA>W maka benda akan terdorong keatas akan melayang
· Bila FAmaka benda akan terdorong
kebawah dan tenggelam

Jika massa jenis fluida lebih kecil daripada massa jenis balok maka agar balok berada dalam keadaan seimbang,volume zat cair yang dipindahkan harus lebih kecil dari pada volume balok. Artinya tidak seluruhnya berada terendam dalam cairan dengan perkataan lain benda mengapung.
Agar benda melayang maka volume zat cair yang dipindahkan harus sama dengan volume balok dan rapat massa cairan sama dengan rapat rapat massa benda.
Jika rapat massa benda lebih besar daripada rapat massa fluida, maka benda akan mengalami gaya total ke bawah yang tidak sama dengan nol. Artinya benda akan jatuh tenggelam.
Berdasarkan Hukum Archimedes, sebuah benda yang tercelup ke dalam zat cair akan mengalami dua gaya, yaitu gaya gravitasi atau gaya berat (W) dan gaya ke atas (Fa) dari zat cair itu. Dalam hal ini ada tiga peristiwa yang berkaitan dengan besarnya
kedua gaya tersebut yaitu seperti berikut.
• Tenggelam
Sebuah benda yang dicelupkan ke dalam zat cair akan tenggelam jika berat benda (w) lebih besar dari gaya ke atas (Fa).
w > Fa
ρb X Vb X g > ρa X Va X g
ρb > ρa
Volume bagian benda yang tenggelam bergantung dari rapat massa zat cair (ρ)

Gambar 4. Berat benda > Gaya apung
• Melayang
Sebuah benda yang dicelupkan ke dalam zat cair akan melayang jika berat benda (w)sama dengan gaya ke atas (Fa) atu benda tersebut tersebut dalam keadaan setimbang
w = Fa
ρb X Vb X g = ρa X Va X g
ρb = ρa
Gambar 5. Berat benda = Gaya apung
• Terapung
Sebuah benda yang dicelupkan ke dalam zat cair akan terapung jika berat benda (w) lebih kecil dari gaya ke atas (Fa).
w < Fa
ρb X Vb X g < ρa X Va X g
ρb < ρa

Gambar 6. Berat benda < Gaya apung
Selisih antara W dan FA disebut gaya naik (Fn). Fn = FA – W
Benda terapung tentunya dalam keadaan
setimbang, sehingga berlaku :
FA’ = W
rc . Vb2 . g = rb . Vb1. g
FA’ = Gaya ke atas yang dialami oleh bagian benda yang tercelup di dalam zat cair.
Vb1 = Volume benda yang berada dipermukaan zat cair.
Vb2 = Volume benda yang tercelup di dalam zat cair.
Vb = Vb1 + Vb 2
FA’ = rc . Vb2 . g
Berat (massa) benda terapung = berat (massa) zat cair yang dipindahkan.
Daya apung (bouyancy) ada 3 macam, yaitu :
1. Daya apung positif (positive bouyancy) : bila suatu benda mengapung.
2. Daya apung negatif (negative bouyancy) : bila suatu benda tenggelam.
3. Daya apung netral (neutral bouyancy) : bila benda dapat melayang.
Setiap objek pada kedalaman tertentu akan
memiliki tekanan yang berbeda. Perbedaan tekanan menyebabkan terjadinya daya apung ke atas. Besarnya nilai dari gaya apung keatas dapat deketahui dengan persamaan di bawah ini: B = -ρfVdispg
Dimana ρf adalah densitas dari fluida, Vdisp adalah volume benda yang tercelup air, dan g adalah percepatan gravitasi di lokasi tersebut.
Dengan kata lain "gaya apung" pada benda yang berada didalam air akan memiliki gaya tekan keatas berlawanan dengan arah gravitasi bumi sehingga didapatkan persamaan dibawah ini
B = ρfVg
Gaya total pada benda harus nol seperti prinsip Archimedes berlaku, dan dengan demikian jumlah gaya apung dan berat benda
F = 0 = mg - ρfVg
Jika daya apung dari suatu obyek (tak terkendali dan unpowered) melebihi berat, ia cenderung naik.
Sebuah objek yang beratnya melebihi berat apung ini cenderung tenggelam. Perhitungan gaya ke atas pada objek terendam selama periode percepatan tidak dapat dilakukan oleh prinsip Archimedes sendiri, maka perlu mempertimbangkan dinamika objek yang melibatkan daya apung. Setelah itu  benda sepenuhnya tenggelam ke dalam cairan atau
naik ke permukaan dan mengendap, prinsip
Archimedes dapat diterapkan sendiri. Untuk objek mengambang, dengan hanya menggantikan volume terendam air.
Agar prinsip Archimedes digunakan , objek
tersebut harus berada dalam keseimbangan oleh karena itu;
mg = ρfVg
maka
m = ρfV
Menunjukkan bahwa kedalaman dimana objek mengambang akan tenggelam, dan volume cairan akan menggantikan, dan tidak bergantung pada medan gravitasi terlepas dari lokasi geografis.
Hal ini dapat terjadi bahwa tidak hanya sekedar gaya apung dan gravitasi ikut bermain. Hal ini terjadi jika benda tersebut tertahan atau tenggelam. Sebuah objek yang cenderung untuk mengapung membutuhkan T menahan ketegangan memaksa agar tetap sepenuhnya terendam. Sebuah objek yang cenderung tenggelam pada akhirnya akan memiliki gaya normal dari kendala N diberikan atasnya oleh lantai yang solid. Gaya kendala dapat ketegangan dalam skala musim semi mengukur berat di fluida, dan adalah bagaimana berat semu didefinisikan.
Jika objek dinyatakan akan mengapung, ketegangan untuk mengendalikan sepenuhnya terendam adalah:
T = ρfVg – mg (2.21)
sehingga didapatkan gaya normal :
N = mg- ρfV (2.22)
'Buoyancy gaya = berat benda dalam ruang kosong
- berat benda tenggelam dalam fluida'
Gambar 7. Gaya yang terjadi pada benda di air


III.                          METODOLOGI

3.1  Waktu dan Tempat
Praktikum kali ini dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 6 Oktober 2011 di Laboratorium  Akustik Kelautan, Gedung Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
3.2  Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan ialah:
  • Komputer
  • Software Multimedia
  • Data ROV
  • ROV
  • Alat Ukur atau meteran


 
             Gambar 9. Alur kegiatan praktikum

IV.                         HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Pergerakan motor pada ROV
Tabel 1. Pergerakan motor sesuai dengan kode inisialisasi program
Pergerakan Motor
Kode
Motor
Arah
A
2
Kiri
B
2
Kanan
C
 -
D
3
Kiri
E
3
Kanan
F
 -
G
1
Kanan
I
 -











Berikut merupakan tabel pergerakan motor pada ROV sesuai dengan kode inisialisasi program. Dalam pengoperasian ROV  ini selain diperlukan software yang dapat dimasukan kode inisialisasi dibutuhkan juga seorang yang ditugaskan dalam mengoperasikan kode inisialisasi yang pada software . Dalam hal ini perlu pengetahuan dan penguasaan kode-kode yang dapat mengendalikan pergerakan motor ROV tersebut.
Pada table diatas dapat dilihat bahwa pergerakan motor dikendalikan oleh kode dalam bahasa pemrograman yang dapat diinisialisasi dengan beberapa bahasa/huruf antara lain  A,B,C,D,E,F,G dan I. Bahasa / huruf H tidak digunakan karena dapat menggangu seluruh pergerakan motor pada ROV, hal ini dapat terjadi  karena motor DC yang digunakan tidak cukup kuat untuk menggerakan kode H tersebut. Masing-masing motor  dikendalikan oleh beberapa kode antara lain untuk motor 1 dikendalikan oleh kode G, motor 2 dikendalikan oleh kode A dan B, sedangkan untuk motor 3 dikendalikan oleh kode D dan E. kode yang digunakan untuk menghentikan pergerakan motor. Kode C digunakan untuk membuat gerakan motor terhenti,kode F untuk menghentikan gerakan motor 3, dan terakhir kode I digunakan untuk menghentikan gerakan motor 1. Pergerakan maju pada ROV apabila gerakan baling-baling motor bergerak ke kanan, hal ini karena akan member dorongan pada air sehingga ROV bergerak maju. Sedangkan untuk pergerakan mundur terjadi apabila baling-baling motor bergerak ke kiri karena air tertarik.
4.2. Kombinasi kode Pergerakan ROV
Kombinasi kode pergerakan ROV dikendalikan dengan bahasa pemrograman. Berikut merupakan kombinasi kode pergerakan ROV yang dapat kita lihat pada tabel 2.
Tabel 2. Kombinasi kode pergerakan ROV
Kombinasi
Kode
Pergerakan
W
Maju
S
Mundur
D
Kanan
A
Kiri
T
Atas
G
Bawah
E
Mati
Kombinasi kode bahasa pemrograman yang dapat mengendalikan pergerakan ROV berdasarkan table diatas terdapat 7 kombinasi kode inisial, yang masing-masing adalah kombinasi B-E-G untuk pergerakan maju, A-D-I untuk pergerakan mundur, E-C-I untuk pergerakan membelok ke kanan, B-F-I untuk pergerakan ke kiri,C-F-G untuk pergerakan ke atas, C-F-G untuk pergerakan ke bawah dan kombinasi C-F-I untuk berhenti. Pada saat dioperasikan menggunakan kode bahasa tersebut dilakukan juga pengukuran jarak tempuh ROV dengan membebtangkan roll meter dan dihitung pula waktu tempuh pergerakan ROV tersebut, namun demikian pada saat melakukan uji praktikum ROV ini pergerakan ROV  tidak sesuai orientasi atau selalu kehilangan orientasi, hal ini diduga dikarenakan perputaran motor yang tidak sama yang menyebabkan pergerakan ROV tidak sesuai dengan perintah program.

44.3  Kecepatan Pergerakan ROV
Dalam pengamatan pergerakan ROV ini juga dilakukan penghitungan  kecepatan pergerakan ROV . Dengan mengetahui panjangnya lintasan dan waktu yang diperlukan untuk mencapai jarak tersebut maka kita dapat menentukan kecepatan pergerakan ROV. Kecepatan pergerakan ROV tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Tabulasi Jarak dan Waktu Terhadap Kecepatan ROV
Pergerakan ROV
Jarak (m)
Waktu (s)
Kecepatan (m/s)
2.6
62.81
0.041394682
2.5
31.22
0.080076874
1.9
26.02
0.073020753
Pada tabel di atas dapat disimpulkan bahwa kecepatan pergerakan ROV sangat lambat karena pada masing-masing  jarak tempuh ROV kecepatannya hanya 0.04-0.08 m/s. Hal tersebut kemungkinan karena pergerakan motor yang lemah.
Ukuran Voltase dan Arus yang dipakai:
1.      Mikrokontroler memakai 9 volt dan 5 ampere
2.      Motor atas dan bawah memakai 9 volt dan 5 ampere
3.      Motor kanan dan kiri memakai 12 volt dan 12 ampere


  
                              Gambar 10. ROV yang diamati
Perhitungan:
Rumus
V= s/t
 dimana v= kecepatan, s = jarak, dan t=waktu
Sudut yang dibentuk
Cos a= x/r, x= jarak lurus, r = kemiringan
4.4  Sejarah ROV
Secara pasti siapa yang pertama kali membuat ROV tidak diketahui secara jelas. Namun setidaknya ada dua peristiwa penting, ketika diluncurkannya PUV (Programmed Underwater Vehicle) yang dibuat oleh Luppis-Whitehead Automobile di Austria pada tahun 1864. Sebutan ROV sendiri pertama kali dibuat oleh Dimitri Rebikoff tahun 1953, yang membuat ROV dengan nama POODLE. (Marine Technology Society).
Angkatan Laut Amerika Serikat selajutnya mengembangkan teknologi ini. Dengan dukungan teknologi tinggi dasn pendanaan besar mereka mengembangkan ROV untuk mengangkat ranjau-ranjau di dasar laut dan peristiwa hilangnya bom atom di Spanyol pada kecelakaan pesawat di tahun 1966. Teknologi ROV ini  dikembangkan sejak 1960-an oleh Angkatan Laut Amerika Serikat dengan tujuan awalnya untuk operasi penyelamatan dan pengambilan obyek di dasar laut.
Generasi berikutnya dengan semakin berkembangnya teknologi, ROV banyak digunakan untuk mendukung pekerjaan di pengeboran minyak lepas pantai. ROV pertama kali yang dilibatkan dalam hal tersebut adalah RCV-225 dan RCV-150 yang dibuat oleh HydroProducts, Amerika Serikat. Saa ini, pada saat kecenderungan eksplorasi minyak dan gas semakin dilakukan pada laut dalam, ROV telah menjadi suatu bagian yang penting dari operasional tersebut.

                                                                                       

V.                            KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa mahasiswa telah mampu mengoperasikan dan mengetahui pola pergerakan ROV. Pergerakan ROV terjadi karena adanya pengontrol berupa bahasa pemrograman yang dimasukan pada software. Dalam hasil uji coba yang dilakukan pergerakan ROV tidak semua dapat berjalan sesuai dengan perintah. Selain itu kecepatan pergerakan ROV ini sangat lambat hal ini dimungkinkan karena motor ROV yang sudah lemah.

DAFTAR PUSTAKA
Chandra Y, Purnomo D.S, Suryawati E. 2010. Rancang Bangun Sistem Ballast pada ROV. Jurusan Teknik Mekatronika – Politeknik Elektronika Negeri Surabaya
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. http://www.eepis-its.edu/uploadta/downloadmk.php?id=1315[ diakses 5 Oktober 2011].


Derenzo, S.E. 1990. Interfacing a laboratory approach using the microcomputer for instrumentation data analysis and control. Prentice Hall Inc. California.
Curtis, J.D. 1991. Process control instrumentation technology. 5 th edition. Univ. of Houston. Prentice Hall Inc. USA.
www. ilmukelautan.com [diakses 5 Oktober 2011].
www.expresspcb.com/Feedback/ROV/ROV.htm [diakses 5 Oktober 2011].

www.mbari.org/auv/mappingauv/vehicle_s
pecs.htm [diakses 5 Oktober 2011].


































Friday, October 14, 2011

POTENSI ENERGI LISTRIK DARI LAUT

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Dampak pemanasan global telah terasa di seluruh penjuru dunia sehingga perubahan iklim menjadi perhatian utama bagi setiap orang. Dan banyak penelitian yang ditujukan  tentang krisis lingkungan yang terutama disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil untuk menghasilkan listrik, hasil dari limbah industri, dan hasil pembakaran kedaraan bermotor yang tinggi. Pembangkit listrik batu bara menghasilkan gas karbon dioksida dalam jumlah banyak. Oleh karena itu, sudah selayaknya kita menggunakan  alternatif sumber daya berkelanjutan dan ramah lingkungan  yang tersedia untuk mengurangi dampak dari pemanasan global tersebut. Salah satu sumber daya berkelanjutan itu adalah energi dari laut . Energi yang berasal dari laut (ocean energy) dapat dikategorikan menjadi tiga macam yaitu:  Energi ombak (wave energy), Energi pasang surut (tidal energy), dan Energi hasil konversi energi panas laut (ocean thermal energy conversion).
Prinsip sederhana dari pemanfaatan ketiga bentuk energi itu ialah dengan memanfaatkan energi kinetik dari air laut untuk memutar turbin yang selanjutnya menggerakkan generator untuk menghasilkan energi listrik. Dan dalam penetuan  lokasi mana yang strategis dengan memiliki energi pasut dan gelombang yang tinggi sangatlah dibutuhkan. Sehingga untuk membantu dalam mengaplikasikan energi laut tersebut diperlukan adanya informasi dan analisis atau pengkajian tentang potensi daerah mana yang memiliki energi pasut dan gelombang laut yang layak untuk digunakan sebagai pembangkit energi listrik.
2. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini ialah mahasiswa mampu menganalisis daerah yang berpotensi untuk dikembangkannya energi pembangkit listrik tenaga pasut dan gelombang air laut.          
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Energi Pasang Surut
Pasang surut menggerakkan air dalam jumlah besar setiap harinya dan pemanfaatannya dapat menghasilkan energi dalam jumlah yang cukup besar. Dalam sehari bisa terjadi hingga dua kali siklus pasang surut. Oleh karena waktu siklus bisa diperkirakan (kurang lebih setiap 12,5 jam sekali), suplai listriknya pun relatif lebih dapat diandalkan daripada pembangkit listrik bertenaga ombak.
  Gambar 1. Ombak masuk ke dalam muara sungai ketika terjadi pasang naik air laut.
Gambar 2. Ketika surut, air mengalir keluar dari dam menuju laut sambil memutar turbin.
Pada dasarnya ada dua metodologi untuk memanfaatkan energi pasang surut yaitu:
1. Dam Pasang Surut(Tidal barrages)
Cara ini serupa seperti pembangkitan listrik secara hidro-elektrik yang terdapat di dam/waduk penampungan air sungai. Hanya saja, dam yang dibangun untuk memanfaatkan siklus pasang surut jauh lebih besar daripada dam air sungai pada umumnya. Dam ini biasanya dibangun di muara sungai dimana terjadi pertemuan antara air sungai dengan air laut. Ketika ombak masuk atau keluar (terjadi pasang atau surut), air mengalir melalui terowongan yang terdapat di dam. Aliran masuk atau keluarnya ombak dapat dimanfaatkan untuk memutar turbin (Lihat gambar 1dan 2).
Pembangkit listrik tenaga pasang surut (PLTPs) terbesar di dunia terdapat di muara sungai Rance di sebelah utara Perancis. Pembangkit listrik ini dibangun pada tahun 1966 dan berkapasitas 240 MW. PLTPs La Rance didesain dengan teknologi canggih dan beroperasi secara otomatis, sehingga hanya membutuhkan dua orang saja untuk pengoperasian pada akhir pekan dan malam hari. PLTPs terbesar kedua di dunia terletak di Annapolis, Nova Scotia, Kanada dengan kapasitas “hanya” 16 MW.
Kekurangan terbesar dari pembangkit listrik tenaga pasang surut adalah mereka hanya dapat menghasilkan listrik selama ombak mengalir masuk (pasang) ataupun mengalir keluar (surut), yang terjadi hanya selama kurang lebih 10 jam per harinya. Namun, karena waktu operasinya dapat diperkirakan, maka ketika PLTPs tidak aktif, dapat digunakan pembangkit listrik lainnya untuk sementara waktu hingga terjadi pasang surut lagi.
2. Turbin lepas pantai(Offshore turbines)
Pilihan lainnya ialah menggunakan turbin lepas pantai yang lebih menyerupai pembangkit listrik tenaga angin versi bawah laut. Keunggulannya dibandingkan metode pertama yaitu: lebih murah biaya instalasinya, dampak lingkungan yang relatif lebih kecil daripada pembangunan dam, dan persyaratan lokasinya pun lebih mudah sehingga dapat dipasang di lebih banyak tempat.
Beberapa perusahaan yang mengembangkan teknologi turbin lepas pantai adalah: Blue Energy dari Kanada, Swan Turbines (ST) dari Inggris, dan Marine Current Turbines (MCT) dari Inggris.Teknologi MCT bekerja seperti pembangkit listrik tenaga angin yang dibenamkan di bawah laut. Dua buah baling dengan diameter 15-20 meter memutar rotor yang menggerakkan generator yang terhubung kepada sebuah kotak gir (gearbox). Kedua baling tersebut dipasangkan pada sebuah sayap yang membentang horizontal dari sebuah batang silinder yang diborkan ke dasar laut. Turbin tersebut akan mampu menghasilkan 750-1500 kW per unitnya, dan dapat disusun dalam barisan-barisan sehingga menjadi ladang pembangkit listrik. Demi menjaga agar ikan dan makhluk lainnya tidak terluka oleh alat ini, kecepatan rotor diatur antara 10-20 rpm (sebagai perbandingan saja, kecepatan baling-baling kapal laut bisa berkisar hingga sepuluh kalinya).
Dibandingkan dengan MCT dan jenis turbin lainnya, desain Swan Turbines memiliki beberapa perbedaan, yaitu: baling-balingnya langsung terhubung dengan generator listrik tanpa melalui kotak gir. Ini lebih efisien dan mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan teknis pada alat. Perbedaan kedua yaitu, daripada melakukan pemboran turbin ke dasar laut ST menggunakan pemberat secara gravitasi (berupa balok beton) untuk menahan turbin tetap di dasar laut.
Adapun satu-satunya perbedaan mencolok dari Davis Hydro Turbines milik Blue Energy adalah poros baling-balingnya yang vertikal (vertical-axis turbines). Turbin ini juga dipasangkan di dasar laut menggunakan beton dan dapat disusun dalam satu baris bertumpuk membentuk pagar pasang surut (tidal fence) untuk mencukupi kebutuhan listrik dalam skala besar.
Kelebihan dan kekurangan dari pembangkit listrik tenaga pasang surut:
Kelebihan:
  • Setelah dibangun, energi pasang surut dapat diperoleh secara gratis.
  • Tidak menghasilkan gas rumah kaca ataupun limbah lainnya.
  • Tidak membutuhkan bahan bakar.
  • Biaya operasi rendah.
  • Produksi listrik stabil.
  • Pasang surut air laut dapat diprediksi.
  • Turbin lepas pantai memiliki biaya instalasi rendah dan tidak menimbulkan dampak lingkungan yang besar.
Kekurangan:
  • Sebuah dam yang menutupi muara sungai memiliki biaya pembangunan yang sangat mahal, dan meliputi area yang sangat luas sehingga merubah ekosistem lingkungan baik ke arah hulu maupun hilir hingga berkilo-kilometer.
  • Hanya dapat mensuplai energi kurang lebih 10 jam setiap harinya, ketika ombak bergerak masuk ataupun keluar.
2.2. Gelombang Laut
Gelombang laut merupakan salah satu bentuk energi yang bisa dimanfaatkan dengan mengetahui tinggi gelombang, panjang gelombang, dan periode waktunya.       Ada 3 cara untuk menangkap energi gelombang, yaitu :                          :
1. Pelampung: listrik dibangkitkan dari gerakan vertikal dan rotasional pelambung
2. Kolom air yang berosilasi (Oscillating Water Column): listrik dibangkitkan dari naik   turunnya air akibat gelombang dalam sebuah pipa silindris yang berlubang. Naik turunnya kolom air ini akan mengakibatkan keluar masuknya udara di lubang bagian atas pipa dan menggerakkan turbin.                                                          
 .
3. Wave Surge. Peralatan ini biasa juga disebut sebagai tapered channel atau kanal meruncing atau sistem tapchan, dipasang pada sebuah struktur kanal yang dibangun di pantai untuk mengkonsentrasikan gelombang, membawanya ke dalam kolam penampung yang ditinggikan. Air yang mengalir keluar dari kolam penampung ini yang digunakan untuk membangkitkan listrik dengan menggunakan teknologi standar hydropower.
Energi ini dapat dikonversi ke listrik lewat 2 kategori yaitu off-shore (lepas pantai) and on-shore (pantai).
Kategori lepas pantai (off-shore) dirancang pada kedalaman sekitar 40 meter dengan menggunakan mekanisme kumparan seperti Salter Duck yang diciptakan Stephen Salter (Scotish) yang memanfaatkan pergerakan gelombang untuk memompa energi.  Sistem ini memanfaatkan gerakan relatif antara bagian/pembungkus luar (external hull) dan bandul didalamnya (internal pendulum) untuk diubah menjadi listrik. Peralatan yang digunakan yaitu pipa penyambung ke pengapung di permukaan yang mengikuti gerakan gelombang. Naik turunnya pengapung berpengaruh pada pipa penghubung selanjutnya menggerakan rotasi turbin bawah laut.  Di Amerika Serikat, telah ada perusahan yang mengembangkan untaian buoy pelampung plastik yang mendukung penghasil listrik ini.  Setiap Buoy pelampung bisa menghasilkan 20 kW listrik dan saat ini telah dikembangkan untuk mengisi ulang energi (recharge) bagi robot selam angkatan laut AS dan digunakan bagi komunitas kecil.  Cara lain untuk menangkap energi gelombang lepas pantai adalah dengan membangun tempat khusus seperti sistem tabung Matsuda, metodenya adalah memanfaatkan gerak gelombang yang masuk di dalam ruang bawah dalam pelampung dan sehingga timbul gerakan perpindahan udara ke bagian atas pelampung. Gerakan perpindahan udara ini menggerakkan turbin.  Pusat Teknologi Kelautan Jepang telah mengembangkan prototype jenis ini yang disebut ‘Mighty Whale’ berupa peralatan penangkap gelombang yang di tempatkan di dasar laut (anchored) dan dikontol dari pantai untuk kebutuhan listrik di pulau-pulau kecil.  
Sistem on-shore mengkonversi gelombang pantai untuk menghasilkan energi listrik lewat 3 sistem: channel systems, float systems dan oscillating water column systems.  Prinsipnya energi mekanik yang tercipta dari sistem-sistem ini secara langsung mengaktifkan generator dengan mentransfer gelombang pada fluida, air atau udara penggerak yang kemudian mengaktifkan turbin generator.  Pada channel systems gelombang disalurkan lewat suatu saluran kedalam bangunan penjebak seperti kolam buatan (lagoon).
Ketika gelombang muncul, gravitasi akan memaksa air melalui turbin guna membangkitkan energi listrik.  Pada float systems yang mengatur pompa hydrolic berbentuk untaian rakit-rakit dihubungkan dengan engsel-engsel (Cockerell) bergerak naik turun mengikuti gelombang.  Gerakan relatif menggerakkan pompa hidrolik yang berada di antara dua rakit.  Tabung tegak Kayser juga dapat digunakan dengan pelampung yang bergerak naik turun didalamnya karena adanya tekanan air.  Gerakan antara pelampung dan tabung menimbulkan tekanan hidrolik yang diubah menjadi energi listrik.  Oscillating water column systems menggunakan gelombang untuk menekan udara diantara kontainer. Ketika gelombang masuk ke dalam kolom kontainer berakibat kolom air terangkat dan jatuh lagi sehingga terjadi perubahan tekanan udara.  Sirkulasi yang terjadi mengaktifkan turbin sebagai hasil perbedaan tekanan yang ada.  Beberapa sistem ini berfungsi juga sebagai tempat pemecah gelombang ‘breakwater’ seperti di pantai Limpit, Scotlandia dengan energi listrik  yang dihasilkan sebesar 500 kW.
Ada empat teknologi energi gelombang yaitu sistem rakit Cockerell, tabung tegak Kayser, pelampung Salter, dan tabung Masuda.

Sistem rakit Cockerell berbentuk untaian rakit-rakit yang saling dihubungkan dengan engsel-engsel dan sistem ini bergerak naik turun mengikuti gelombang laut. Gerakan relatif rakit-rakit menggerakkan pompa hidrolik yang berada di antara dua rakit. Sistem tabung tegak Kayser menggunakan pelampung yang bergerak naik turun dalam tabung karena adanya tekanan air. Gerakan relatif antara pelampung dan tabung menimbulkan tekanan hidrolik yang dapat diubah menjadi energi listrik. Sistem Pelampung Salter memanfaatkan gerakan relatif antara bagian /pembungkus luar (external hull) dan bandul didalamnya (internal pendulum) untuk diubah menjadi energi listrik. Pada sistem tabung Masuda metodenya adalah memanfaatkan gerak gelombang laut masuk ke dalam ruang bawah dalam pelampung dan menimbulkan gerakan perpindahan udara di bagian ruangan atas dalam pelampung. Gerakan perpindahan udara ini dapat menggerakkan turbin udara.Lokasi potensial untuk membangun sistem energi gelombang adalah di laut lepas, daerah lintang sedang dan di perairan pantai. Energi gelombang bisa dikembangkan di Indonesia di laut selatan Pulau Jawa dan Pulau Sumatera.
2.3. Kondisi Umum Tinggi Gelombang di Perairan Indonesia
            Secara umum distribusi rata-rata tinggi gelombang tahunan di Perairan Indonesia terlihat seperti pada Gambar 3.a, yang bervariasi antara 0.6 m sampai 2.4 m. Sementara itu, tinggi gelombang maksimum pada saat terjadinya gelombang ekstrim akibat meningkatnya tekanan angin (wind forcing) terlihat seperti pada Gambar 3.b. Sebagai tambahan, distribusi spasial tinggi gelombang rata-rata di Samudera Hindia terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan tinggi gelombang rata-rata di Samudera Pasifik Utara Pulau Papua, meskipun tinggi gelombang ekstrim di Samudera Pasifik 1 m sampai 2 m lebih tinggi dibandingkan dengan tinggi gelombang ekstrim di Samudera Hindia.
a. Tinggi rata-rata                                            b. Tinggi maksimum
 

Gambar 3. Tinggi gelombang a. rata-rata dan b. maksimum yang diolah dari data altimeter significant wave height dari tahun 2006 sampai 2008
(Sumber : www.assets.wwfid.panda.org/)