INFO PRAKIRAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN(PDPI) dari KKP [13-15 September 2013 ] : DPI Jawa Bali dan Nusa Tenggara : DPI (122’34’’21.9’’’BT, 9’12’’3.1’’’LS) Potensi (111’18’’54.2’’’BT, 8’46’’7.7’’’LS) (112’4’’59.4’’’BT, 8’27’’50.7’’’LS) (115’28’’3.7’’’, 9’7’’43.9’’’LS) (115’26’’37.2’’’BT, 9’26’’27.2’’’LS) (107’17’’23.2’’’BT, 8’0’’2.5’’’LS) DPI Kalimantan : -- DPI Maluku Papua : -- DPI Sumatera : Potensi (104’55’’48.3’’’BT, 6’27’’52.0’’’LS) DPI Sulawesi : Potensi (118’43’’55.8’’’BT, 1’45’’35.1’’’LS)

Monday, June 10, 2013

Prinsip Kerja Multibeam Sonar



Simmonds dan MacLennan (2005) menjelaskan ada dua jenis dari sonar yaitu pasif dan aktif. Aktif sonar mentransmisikan sinyal akustik dan mendeteksi pantulan dari objek di dalam air. Pasif sonar tidak mentransmisikan sinyal akustik, tetapi hanya mendeteksi sumber suara yang berasal dari objek yang diamati. Pada penelitian ini hanya dibahas mengenai metode sonar aktif saja.
Multibeam sonar merupakan instrumen hidroakustik yang menggunakan prinsip yang sama dengan single beam namun perbedaannya terletak pada jumlah beam yang dipancarkannya lebih dari satu dalam satu kali pancar. Berbeda dengan Side Scan Sonar pola pancaran yang dimiliki multibeam sonar melebar dan melintang terhadap badan kapal. Setiap beam memancarkan satu pulsa suara dan memiliki penerimanya masing-masing. Saat kapal bergerak hasil sapuan multibeam tersebut menghasilkan suatu luasan area permukaan dasar laut (Moustier, 2005 dalam Gumbira, 2011). Transduser yang terdapat di dalam multibeam sonar terdiri dari serangkaian elemen yang memancarkan pulsa suara dalam sudut yang berbeda. Biasanya hanya satu beam yang ditransmisikan tetapi menghasilkan banyak pantulan energi dari masing-masing pulsa suara yang ditransmisikan. Kemampuan setiap elemen transduser menerima kembali pulsa suara yang dipantulkan tergantung kepada metode kalibrasi terhadap gerak kapal yang diterapkan (Hammerstad, 2000). Gambar 1 merupakan ilustrasi pancaran Multibeam sonar.



Gambar 1. Ilustrasi pancaran Multibeam sonar untuk mengukur
                  kedalaman dari dasar laut (sumber: www.nauticalcharts.noaa.gov).



Multibeam sonar memiliki kemampuan dalam melakukan pemindaian dasar laut dengan akurasi yang sangat tinggi, cakupan yang luas, dan pencitraan tiga dimensi dengan interpolasi minimum (Anderson et al., 2008). Kedalaman diukur melalui cepat rambat gelombang akustik yang dipancarkan sampai diterima kembali (Gambar 2) dibagi dengan dua kali waktu yang dibutuhkan dalam perambatan.
R = (1/2) c. ∆t ……………………………….(1)
di mana R = kedalaman (m), c = cepat rambat gelombang akustik (m/s), dan ∆t = selang waktu gelombang yang ditransmisikan dengan diterima kembali (s).
                            

Gambar 2. Ilustrasi pengukuran kedalaman dengan gelombang akustik
                            (L-3 C SeaBeam Instruments, 2000).
Kedalaman hasil pengukuran yang didapatkan selanjutnya dilakukan koreksi dari berbagai kesalahan yang mungkin terjadi. Kesalahan tersebut dapat berasal dari kecepatan gelombang suara, pasang surut, kecepatan kapal, sistem pengukuran, offset dan posisi kapal, dan sinkronisasi waktu (diperlukan karena jenis peralatan yang banyak dan berbeda dan harus terintegrasi dalam satu satuan waktu), sedangkan sumber kesalahan saat pengolahan data (sesudah survei) adalah kecepatan gelombang suara, pasang surut, dan offset dan posisi kapal (PPDKK Bakosurtanal, 2010).


Saturday, June 8, 2013

Sound Velocity Profiler (SVP)



Gelombang suara merambat baik dalam air. Dalam air laut yang bersifat konduktif dan keruh, kebanyakan gelombang elektro magnetik (gelombang cahaya dan radio) akan berkurang energinya (teratenuasi) dengan cepat dalam jarak beberapa ratus bahkan puluh meter saja. Penetrasi cahaya praktis hanya dapat mencapai beberapa puluh meter di bawah lapisan permukaan, sementara gelombang suara dapat mencapai dasar laut dengan kedalaman ribuan meter dan dapat merambat puluhan ribu meter melintasi samudra luas (Jaya, 2011).
Kecepatan suara merupakan faktor yang sangat penting dalam survei batimetri. Hal ini disebabkan kecepatan suara dalam air memiliki nilai yang tidak selalu sama untuk setiap wilayah, sehingga langkah awal untuk melakukan pemetaan dasar laut (Marine mapping) adalah melakukan perhitungan terhadap kecepatan suara di wilayah tersebut. Pengambilan data kecepatan suara dapat dilakukan menggunakan Conductivity Temperature and Depth (CTD) ataupun Sound Velocity Profiler (SVP).
Mike (2008) menjelaskan laut memiliki tiga zona utama kecepatan suara (Gambar 1) yaitu:
• Permukaan / Musiman:
Merupakan bagian yang sangat bervariasi dengan permukaan berkisar 0 sampai 100 meter dan musiman berkisar 100 sampai 200 m
Termoklin utama (Main thermocline): Pada bagian ini cenderung mengalami penurunan SV sampai 1000 meter karena terutama terjadi penurunan suhu.
Lapisan kedalaman isotermal (Deep isothermal layer): Berada di bawah 1000 meter. Suhu air mendekati 2 0C dan kecepatan suara meningkat hanya karena tekanan.

Gambar 1. Profil kecepatan suara dalam air laut (Mike, 2008)



Kecepatan suara adalah fungsi dari suhu, salinitas dan tekanan (kedalaman).
• Suhu sangat bervariasi dari permukaan sampai akhir termoklin utama
.
• Salinitas diukur dalam Practical Salinity Units (PSU). 1 PSU = sekitar 1 bagian
   per seribu (ppt). Salinitas berubahan dari 34 dekat permukaan sampai 35 dekat
   dasar (Bottom).
• Tekanan
khas diukur dalam decibars, satu decibars tekanan meningkat sesuai
   dengan 1 meter air mendalam.
Tingkat kecepatan suara meningkat seiring dengan peningkatan suhu
, salinitas, dan tekanan: Peningkatan suhu 1 0C akan menaikkan kecepatan suara 4,0 m / detik, peningkatan salinitas 1 PSU akan menaikkan kecepatan suara 1,4 m / detik,  dan peningkatan tekanan atau kedalaman 1 km akan menambah pula kecepatan suara sebesar 17 meter/detik. Secara sederhana dapat ditentukan nilai kecepatan suara ( c ) dengan formula dari Wilson atau Persamaan 9:
c = 1449 + 4.6T – 0.055T2 + 0.0003T3 + (1.39 – 0.012T) (S – 35) + 0.017 Z…..(9)
di mana : c = kecepatan suara (m/s), T= suhu (0C), S= salinitas (PSU), dan Z = kedalaman / tekanan (dbars).