INFO PRAKIRAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN(PDPI) dari KKP [13-15 September 2013 ] : DPI Jawa Bali dan Nusa Tenggara : DPI (122’34’’21.9’’’BT, 9’12’’3.1’’’LS) Potensi (111’18’’54.2’’’BT, 8’46’’7.7’’’LS) (112’4’’59.4’’’BT, 8’27’’50.7’’’LS) (115’28’’3.7’’’, 9’7’’43.9’’’LS) (115’26’’37.2’’’BT, 9’26’’27.2’’’LS) (107’17’’23.2’’’BT, 8’0’’2.5’’’LS) DPI Kalimantan : -- DPI Maluku Papua : -- DPI Sumatera : Potensi (104’55’’48.3’’’BT, 6’27’’52.0’’’LS) DPI Sulawesi : Potensi (118’43’’55.8’’’BT, 1’45’’35.1’’’LS)

Saturday, February 1, 2014

Pelamis Teknologi Konversi Energi Gelombang



  1. TEORI
Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang memiliki wilayah laut terbesar. Sekitar dua per tiga wilayah Indonesia adalah laut. Indonesia memiliki pantai kedua terpanjang di dunia setelah Kanada, dimana panjang pantai Indonesia sekitar 99.093 kilometer (Badan Informasi Geospasial)  dan luas lautnya adalah sekitar 52 juta km2. Dengan garis pantai yang panjang tersebut, potensi energi ombak yang dimiliki Indonesia sangat besar. Asosiasi Energi Laut Indonesia (ASELI) pada tahun 2011 telah mendata potensi energi listrik yang bisa dihasilkan ombak. Arus pasang surut memiliki potensi teoretis sebesar 160 Gigawatt (GW), potensi teknis 22,5 GW, dan potensi praktis 4,8 GW.

 
Gambar 1. Peta daerah yang memiliki potensi pembangkit listrik tenaga ombak (wave) berdasarkan riset BPPT-Pemerintah Norwegia. Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, dan Badan Geologi, Desom.

Karakteristik energi gelombang sangat sesuai untuk memenuhi kebutuhan energi kota-kota pelabuhan dan pulau-pulau terpencil di Indonesia. Akan tetapi, pengembangan teknologi pemanfaatan energi gelombang di Indonesia saat ini masih belum optimal namun cukup menjanjikan.
Sebagai contoh Balai Pengkajian Dinamika Pantai (BPDP) dan BPPT Yogyakarta melalui riset sejak tahun 2003 telah mampu mengembangkan pemanfaatan energi gelombang laut sebagai sumber alternatif energi listrik, dengan menggunakan teknologi Oscillating Water Column / OWS, BPDP-BPPT telah membangun prototipe di pantai Parangracuk, Baron, Gunung Kidul, DIY dan berhasil memperoleh potensi daya sebesar 522 watt.
Oleh karena itu dibutuhkan keseriusan lagi untuk berani menerapkan teknologi yang lebih efisien dalam mengkonversi energi gelombang tersebut. Salah satunya adalah teknologi pengkonversi energi gelombang yang disebut Pelamis Wave Energy Converter mirip seperti yang dicoba di Skotlandia.
Model pembangkit ini cukup unik karena mengadaptasi gerakan ular berenang di permukaan air. Gerakannya meliuk-liuk dari kanan-kiri dan atas-bawah. Kelebihan dari teknologi ini ialah setiap mesin alat ini diperkirakan dapat mengkonversi energi ombak menjadi listrik sebesar 750 kW dengan target efisiensi 25-40% tergantung pada pemilihan lokasi, generasi keduanya (P2) memiliki efisiensi hingga 70%, tanpa membutuhkan bahan bakar dan menghasilkan energi yang bersih dan ramah lingkungan. Selain itu, teknologi ini cukup aman untuk diterapkan di lokasi yang rawan bencana seperti Indonesia yang berada di daerah yang disebut cincin api (ring of fire).
Daya sebesar ini diperkirakan mampu menghidupi sebanyak 500 rumah penduduk Skotlandia, dengan konsumsi listrik domestik rata-rata sebesar 4.148 kWh. Sedangkan, konsumsi energi listrik domestik Indonesia hanya 591 kWh (tahun 2011). Sehingga berdasarkan estimasi awal, penerapan di Indonesia bisa mencapai tujuh kali lipat (3500 rumah) daripada di Skotlandia.

  1. PRINSIP KERJA
Pembangkit ini bekerja pada laut dengan kedalaman lebih dari 50 m dan berjarak 2-10 km dari pantai (tipe pembangkit offshore). Prinsip kerja dari Pelamis Wave Energy Converter adalah pembangkit ini mengapung dengan beberapa bagian tubuhnya tenggelam dalam air laut, dan posisi Pelamis langsung berhadapan dengan arah ombak. Badan pelamis terdiri dari lima tabung (Power module ─ yang seperti badan ular) yang terhubung dengan universal joints (sambungan universal) yang memungkinkan pergerakan dua arah.
   Gambar 2. Properti dari Pelamis Wave Power (sumber : www.pelamiswave.com/image-library/12)
Ketika ombak mengarah ke badan Pelamis, ombak akan menyebabkan terjadinya pembengkokkan pada sendi-sendi Pelamis. Gerakan pembengkokkan tersebut dimanfaatkan dengan mengubahnya menjadi energi listrik dengan bantuan hidrolik sistem take-off yang memanjang dan memendek seiring dengan tarikan dan tekanan yang berasal dari gerakan naik-turun ombak. Listrik kemudian didistribusikan melalui kabel bawah tanah.

Gambar 3. Skema pergerakan Pelamis. Sumber gambar: http://www.pelamiswave.com/pelamis-technology
Pelamis yang sedang dikembangkan  saat ini adalah generasi kedua (P2), dengan adanya pengembangan desain yang cukup signifikan. Pada Pelamis terdapat 3 bagian utama, yaitu Power Module, Universal Joints, serta Machine connection & anchoring system. Berikut ini penjelasan setiap bagiannya:
  1. Power Module
Ada empat power module, satu untuk tiap sendi. Power module ini bagian yang seperti tubuh ularnya dan berupa tabung-tabung warna oranye. Di tabung-tabung tersebut terdapat pembangkit listrik dan komponen pengkonversi energi.
                                                                             
       Gambar 4. Pelamis Power Module. (Sumber gambar: http://www.pelamiswave.com/media-centre)
  1. Universal Joints
Universal Joint adalah bagian yang memungkinkan Pelamis melenggok-lenggok, seperti sendi dalam tubuh manusia. Setiap sendi memiliki dua derajat kebebasan dengan 4 silinder hidrolis.

Gambar 5. Universal Joints (Sumber gambar: http://www.pelamiswave.com/media-centre)
  1. Machine connection & anchoring system
Pembangkit ini memiliki jangkar untuk menahan diri agar tidak terbawa arus laut. Pada bagian ini juga terdapat sistem elektrik yang bertujuan untuk mendistribusikan listrik hasil konversi. Seperti dalam gambar di bawah, bagian ini juga berguna untuk mendistribusi listrik menggunakan kabel bawah laut untuk selanjutnya didistribusikan ke rumah penduduk.

Gambar 6. Machine connection & anchoring system (Sumber gambar: http://www.pelamiswave.com/operations-maintenance)

  1. APLIKASI
Peluang aplikasi Pelamis di Indonesia berdasarkan Pelamis Wave Power Ltd. selaku penemu dan pengembang Pelamis telah memprediksi beberapa tempat di dunia yang dinilai cukup efektif untuk mengaplikasikan Pelamis Wave Converter. Salah satu tempat tersebut berada di lautan Indonesia yaitu laut selatan pulau Jawa. Sementara pantai barat pulau Sumatera bagian selatan juga cukup berpotensi karena hampir memiliki kesamaan dengan laut selatan pulau Jawa.


 Gambar 7. Global Resource of Pelamis Wave Energy Converter. Sumber gambar: http://www.pelamiswave.com/the-market
 
Dengan batasan penyerapan energi secara teoretikal sebagai berikut:


ROBOFISH


Robot ikan yang secara otomatis diprogram untuk mendeteksi polutan di laut

Robofish ini dikembangkan oleh ilmuwan bernama Dr. Lukas Speller yang berasal dari Konsorsium Shoal. Konsorsium Shoal adalah sebuah kelompok yang didanai oleh Komisi Uni Eropa.



Specifications
 
Sumber energi  : rechargeable batteries hingga 8 jam

Panjang   : 150 cm

Tinggi  : 60 cm

Lebar   : 35 cm

Berat   : lebih dari 35 kg

Beroperasi   : hingga 30 m

Jarak tempuh   : 15 km

range   : dibatasi oleh 1 km acoustic range dari 'pingers'

Robotic Design  

oSwimming mechanism and mathematical models

    Teori yang dipakai adalah teori pergerakan undulasi (the undulation movement ) yang menjelaskan masalah bagaimana ikan memperoleh energi untuk bergerak maju dalam batas tertentu 


oMotion control methods

1.Cruising : berenang di kecepatan konstan

2.Manoeuvring : untuk mempercepat, memperlambat, mengubah arah, berbalik dan berenang up-down, dll

3.Hovering : untuk berhenti atau stabil pada beberapa posisi di dalam air

oMechanical structure and sensors

     Robot ini terbuat dari serat karbon dan logam serta otot buatan dari bahan karet.
     Sensor yang digunakan adalah video cameras (image sensors), hydrophones, infrared sensors, ultrasonic sensors, dan sensor kimia



Chemical Analysis
     Robot ikan ini menggunakan sensor kimia berupa mikro-elektroda array / Clark electrode adalah sel elektrokimia lengkap yang terdiri dari katoda, anoda (biasanya elektroda perak), larutan elektrolit, dan membran gas-permeable.

   Digunakan untuk merasakan polusi, sehingga Robofish mampu mendeteksi fenol dan logam seperti tembaga dan timah serta kadar oksigen.

Underwater Communications
    Sistem komunikasi dan penetuan posisi bawah air yang digunakan adalah komunikasi akustik “pingers” yang mirip satelit dalam sistem GPS. Kemudian akan mengirimkan informasi kembali ke pantai dengan menggunakan teknologi wi-fi.

     Selanjutnya akan dikembangkan sebuah jaringan Underwater Mobile Ad-hoc Network (UMANet)

Artificial and swarm intelligence

     Masing-masing ikan telah diberikan kecerdasan buatan untuk mengoperasikan secara independen dan team. Setiap  robot ikan akan mampu mengelola beberapa masalah, mulai dari menghindari rintangan, mengetahui di mana untuk memantau polusi dan menemukan sumber pencemar, untuk menjaga jarak komunikasi dari robot ikan lain dan kembali lagi untuk pengisian energi.
   Dapat mencari, menemukan, mengidentifikasi, dan melaporkan lokasi yang tepat dari polutan
Referensi :

Churchman L, Emmett L and Hooley S. 2012.  Intelligent Robotic Fish Detect Pollution . SHOAL Press Office.

Emmett L and Hooley S. 2012. Robofish: Robotic design. SHOAL Press Office.

http://www.roboshoal.com

[SHOAL]. 2012. Robofish. http://www.bmt.org.

http://www.ship-technology.com .

http://sidomi.com .

http://www.sdi.kkp.go.id .
 
 






Pengukuran altimetrik di atas laut



Di atas permukaan laut, gelombang echo mempunyai sebuah bentuk karakteristik yang dapat diilustrasikan secara analitik dengan the Brown model. Permukaan yang tidak homogen (yang berisi discontinuities atau kemiringan (slope) yang signifikan seperti beberapa permukaan tanah) membuat interpretasi yang akurat lebih sulit.
Outline skematik dasar dari sebuah echo yang kembali di atas laut adalah sebagai berikut:



Dari bentuk ini, 6 parameter dapat disimpulkan dengan membandingkan waveforms rata-rata yang real dengan kurva secara teoritikal:
·      epoch at mid-height : ini memberikan time delay pengembalian yang diharapkan dari pulsa radar (diestimasi dengan algoritma tracker) dan maka waktu pulsa radar mengambil untuk perjalanan jarak satelit ke permukaan (Range) dan kembali lagi.
·      P : amplitudo dari sinyal yang diberguna. Amplitudo ini memberikan koefisien backscatter, sigma0.
·      Po : Noise panas (thermal).
·      leading edge slope : ini dapat dihubungkan dengan the significant wave height (SWH).
·      Skewness : lekukkan the leading edge.
·      trailing edge slope : ini berhubungan dengan kesalahan pengarahan dari antena radar (contoh penyimpangan/deviasi dari nadir pada pengarahan radar ).



Radar altimeter menerima gelombang pantulan atau echo yang berubah-ubah dalam intensitas waktu. Di mana permukaan laut adalah rata/flat (kiri), amplitudo dari echo meningkat secara tajam dari momen leading edge pada sinyal radar yang mengenai permukaan laut. Walaupun demikian, pada permukaan laut yang kasar (kanan), gelombang radar mengenai puncak dari gelombang laut dan kemudian berturut-turut pada puncak yang lain menyebabkan amplitudo dari echo meningkat secara berangsur-angsur. Kita dapat memperoleh tinggi gelombang laut dari informasi yang terdapat pada echo ini, karena kemiringan (slope) dari kurva mewakili amplitudonya dari waktu ke waktu adalah proporsional dengan tinggi gelombang.


Karakteristik oval footprint untuk sea water hight (SWH) dari 1, 5, dan 10 m untuk rata-rata 1 detik dari pengukuran nadir altimeter, mean sea level dari tinggi orbit 1336 km (solid lines) dan 785 km (dashed line).