UU RI No. 7 Thn 2004 Sumber Daya Air , Pasal 38, ayat 1 : “Pengembangan fungsi dan manfaat air hujan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf c dilaksanakan dengan mengembangkan Teknologi Modifikasi Cuaca. (3 ayat di Pasal 38 tentang TMC).
Sejarah modifikasi cuaca di dunia diawali pada tahun 1946 ketika
Vincent Schaefer dan Irving Langmuir mendapatkan fenomena terbentuknya
kristal es dalam lemari pendingin, saat schaever secara tidak sengaja
melihat hujan yang berasal dari nafasnya waktu membuka lemari es.
Kemudian pada tahun 1947, Bernard Vonnegut mendapatkan terjadinya
deposit es pada kristal perak iodida (Agl) yang bertindak sebagai inti
es. Vonnegut tanpa disengaja suatu hari melihat titik air di udara
ketika sebuah pesawat tebang dalam rangka reklame Pepsi Cola, membuat
tulisan asap nama minuman itu. Kedua penemuan penting ini adalah
merupakan tonggak dimulainya perkembangan modifikasi cuaca di dunia
untuk selanjutnya.
Kegiatan modifikasi cuaca di Indonesia atau yang lebih dikenal dengan
istilah hujan buatan dikaji dan diuji pertama kali pada tahun 1977 atas
gagasan Presiden Soeharto (Presiden RI saat itu) yang difasilitasi oleh
Prof.Dr.Ing. BJ Habibie melalui Advance Teknologi sebagai embrio Badan
pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dibawah asistensi Prof.
Devakul dari Royal Rainmaking Thailand.
Pada Tahun 1985 dibentuk satu unit di BPPT yang bernama Unit
Pelayanan Teknis Hujan Buatan (UPT-HB) berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Negara Riset dan Teknologi / Kepala Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi No: SK/342/KA/BPPT/XII/1985 fungsinya adalah
memberikan pelayanan dalam hal meningkatkan intensitas (menambah) curah
hujan sebagai upaya Pemerintah dalam menjaga ketersediaan air pada waduk
yang berfungsi sebagai sumber air untuk irigasi dan PLTA.
Prinsip dasar penerapan TMC untuk menambah curah hujan adalah
mengupayakan agar proses terjadinya hujan menjadi lebih efektif. Upaya
dilakukan dengan cara mempengaruhi proses fisika yang terjadi di dalam
awan, yang dapat dilakukan dengan dua cara, tergantung dimana lingkungan
awan tersebut berada. Untuk bagian awan dingin, curah hujan akan
bertambah jika proses pembentukan es di dalam awan juga semakin efektif.
Proses pembentukan es dalam awan akan semakin efektif jika awan disemai
dengan menggunakan bahan semai berupa perak iodida (Agl).
Untuk bagian awan hangat, upaya dilakukan dengan menambahkan partikel
higroskopik dalam spektrum Ultra Giant Nuclei (UGN : berukuran lebih
dari 5 mikron ) ke dalam awan yang sedang dalam masa berkembang atau
matang sehingga proses hujan dapat segera dimulai serta berkembang ke
seluruh awan. Penambahan partikel dengan spektrum CCN (Cloud
Condencation Nucleus: Inti Kondensasi Awan) tidak perlu dilakukan,
karena partikel dengan spektrum ini sudah disediakan sendiri oleh alam.
Dengan demikian awan tidak perlu dibuat, karena dengan tersedianya CCN
awan dapat terbentuk dengan sendirinya bila kelembaban udara cukup. Pada
kondisi tertentu, dengan masuknya partikel higroskopik berukuran UGN
kedalam awan, maka proses hujan (tumbukan dan penggabungan) dapat
dimulai lebih awal, durasi hujan lebih lama, dan daerah hujan pada awan
semakin luas, serta frekuensi hujan di tanah semakin tinggi. Dari
sinilah didapatkan tambahan curah hujan. Injeksi partikel berukuran UGN
ke dalam awan memberikan dua manfaat sekaligus, yang pertama adalah
mengefektifkan proses tumbukan dan penggabungan sehingga menginisiasi
(mempercepat) terjadinya proses hujan, dan yang kedua adalah
mengembangkan proses hujan ke seluruh daerah di dalam awan. Bahan semai
yang digunakan adalah bahan yang memiliki sifat higroskopik dalam bentuk
super fine powder (berbentuk serbuk yang berukuran sangat halus),
paling sering digunakan adalah NaCl, atau bisa juga berupa CaCl2 atau
Urea.
Berikut adalah animasi yang menggambarkan perbedaan antara sekuens
pertumbuhan awan yang tidak disemai dengan awan yang disemai :
Sekuens awan tidak disemai
5 menit : Kumulus mulai tumbuh.
10 menit : Mulai terjadi tetes-tetes besar. Awan makin besar
15 Menit : Tetes besar semakin banyak dan mulai terjadi kristal es. Awan mencapai tinggi maksimum
20 menit : Kristal-kristal semakin besar, tetes air di dalam awan
berkurang. Kristal es jatuh dan mencair menjadi tetes air hujan.
30 menit : Hujan ringan berlangsung dan awan membuyar.
Sekuens awan yang disemai
5 menit : Kumulus mulai tumbuh.
10 menit : Mulai terjadi tetes-tetes besar. Awan makin besar
15 menit : Sejumlah bahan semai yang terkonsentrasi dimasukan ke dalam awan dari dasar awan maupun dari puncak awan.
20 menit : Terjadi pelepasan panas laten ketika air supercooled membeku menjadi es dan awan tumbuh menjadi sangat besar.
30 menit : Jumlah air yang terlibat di dalam awan semakin besar sehingga curah hujan meningkat.
Sumber: BPPT
bumn.go.id