INFO PRAKIRAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN(PDPI) dari KKP [13-15 September 2013 ] : DPI Jawa Bali dan Nusa Tenggara : DPI (122’34’’21.9’’’BT, 9’12’’3.1’’’LS) Potensi (111’18’’54.2’’’BT, 8’46’’7.7’’’LS) (112’4’’59.4’’’BT, 8’27’’50.7’’’LS) (115’28’’3.7’’’, 9’7’’43.9’’’LS) (115’26’’37.2’’’BT, 9’26’’27.2’’’LS) (107’17’’23.2’’’BT, 8’0’’2.5’’’LS) DPI Kalimantan : -- DPI Maluku Papua : -- DPI Sumatera : Potensi (104’55’’48.3’’’BT, 6’27’’52.0’’’LS) DPI Sulawesi : Potensi (118’43’’55.8’’’BT, 1’45’’35.1’’’LS)

Saturday, May 21, 2011

KELIMPAHAN FORAMINIFERA RESEN PADA SEDIMEN PERMUKAAN DI TELUK AMBON THE ABUNDANCE OF RECENT FORAMINIFERA IN SURFACE SEDIMENT OF AMBON BAY



E-Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 2, No. 1, Hal. 9-18, Juni 2010
©Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB 9
KELIMPAHAN FORAMINIFERA RESEN PADA SEDIMEN PERMUKAAN DI TELUK AMBON THE ABUNDANCE OF RECENT FORAMINIFERA IN SURFACE SEDIMENT OF AMBON BAY Suhartati M. Natsir Pusat Penelitian Oseanografi – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jl. Pasir Putih 1, Ancol Timur, Jakarta, Indonesia (14430) 1TUsuhartatinatsir@yahoo.comU1T 

ABSTRACT 
Foraminifera are generally live in sea water with various sizes. These organisms consist of planktonic and benthic foraminifera. Geological activity on plutonic and volcanic with vomiting magma is transpiring on, and then affects sedimentation and foraminiferal abundance of Ambon Bay. The study was determined to study the abundance and distribution of foraminifera based on the sediment characteristic of Ambon Bay. Sample collected in 2007 of Ambon Bay showed that only 29 samples of 50 samples containing foraminifera. The collected sediments have 86 species of foraminifera, consisting 61 species of benthic foraminifera and 25 species of planktonic foraminifera. The dominant benthic foraminifera in the surface sediment of Ambon bay were Amphistegina lessonii, Ammonia beccarii, Elphidium craticulatum, Operculina ammonoides and Quinqueloculina parkery. The planktonic foraminifera that were frequently collected from the bay were Globorotalia tumida, Globoquadrina pseudofoliata, Globigerinoides pseudofoliata, Globigerinoides cyclostomus dan Pulleniatina finalis. Generally, the species dwelled as abundant on substrate sand, whereas the areas within substrate mud have no foraminifera lie on them. Keywords: Foraminifera, Abundance, Sediment, Ambon Bay 

ABSTRAK 
Mayoritas anggota foraminifera hidup pada lingkungan laut dan mempunyai ukuran yang beragam. Menurut habitatnya, foraminifera dibagi menjadi foraminifera planktonik dan foraminifera bentik. Sedimen permukaan Teluk Ambon merupakan salah satu lokasi ditemukannya foramifera bentik maupun planktonik. Teluk Ambon bagian dalam memiliki bentuk membulat. Kegiatan geologi berupa plutonik dan vulkanik yang diikuti oleh naiknya magma granetik pada fase pengangkatan geoantiklin di teluk tersebut masih aktif sehingga dapat mempengaruhi pembentukan sedimen serta kondisi foraminifera di Teluk Ambon. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji kelimpahan dan penyebaran foraminifera berdasarkan karakteristik sedimen permukaan di perairan Teluk. Hasil identifikasi dari 50 sampel sedimen yang diambil dari Teluk ambon pada tahun 2007 menunjukkan bahwa hanya terdapat 29 sampel yang mengandung foraminifera. Foraminifera yang ditemukan pada sedimen permukaan di Teluk Ambon mencapai 86 spesies yang terdiri dari 61 spesies foraminifera bentik dan 25 spesies foraminifera planktonik. Spesies foraminifera bentik yang mendominasi sedimen permukaan perairan Teluk Ambon adalah Amphistegina lessonii, Ammonia beccarii, Elphidium craticulatum, Operculina ammonoides dan Quinqueloculina parkery. Foraminifera planktonik yang sering dijumpai adalah Globorotalia tumida, Globoquadrina pseudofoliata, Globigerinoides pseudofoliata, Globigerinoides cyclostomus dan Pulleniatina finalis. Pada umumnya spesies tersebut ditemukan melimpah pada sedimen pasir, sedangkan pada sedimen lumpur tidak ditemukan baik foraminifera bentik maupun planktonik. Kata kunci: Foraminifera, kelimpahan, Sedimen, Teluk Ambon
Kelimpahan Foraminifera Resen pada Sedimen Permukaan ...
http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt21 10

I. PENDAHULUAN

Foraminifera termasuk dalam Filum Protozoa yang mulai berkembang pada jaman Kambrium sampai Resen. Mayoritas anggotanya hidup pada lingkungan laut dan mempunyai ukuran yang beragam mulai dari 3 μm sampai 3 mm (Haq and Boersma, 1983). Menurut habitatnya, foraminifera dibagi menjadi foraminifera planktonik dan foraminifera bentik. Foraminifera merupakan organisme bersel tunggal yang mempunyai kemampuan membentuk cangkang dari zat-zat yang berasal dari dirinya sendiri atau dari benda asing di sekelilingnya. Dinding cangkang tersebut mempunyai komponen dan struktur yang bervariasi. Sedimen permukaan Teluk Ambon merupakan lokasi ditemukannya foramifera bentik maupun planktonik. Kondisi sedimen ini sangat dipengaruhi oleh mineral penyusun dan sifat fisiknya. Menurut Ongkosongo et al. (1978), mineral kuarsa dan fragmen batuan beku mendominasi Teluk Ambon merupakan pembatas populasi foraminifera, yang ditunjukkan dari seringnya sampel sedimen tidak mengandung foraminifera. Teluk Ambon terletak pada busur Banda dalam sistem Banda dan terletak pada koordinat geografi 128°4’15” – 128°14’25” BT dan 3°37’55” LS – 3°47’35” LS. Menurut Van Bemelen (1949 ) dan Dwiyanto et al. (1988), stratigrafi yang melatarbelakangi Teluk Ambon adalah batuan sedimen berumur Trias Atas sampai Ultra Basa. Kegiatan geologi selanjutnya adalah plutonik dan vulkanik yang diikuti oleh naiknya magma granetik pada fase pengangkatan geoantiklin (Lubis et al., 1988). Kegiatan-kegiatan geologi ini masih aktif sehingga dapat berpengaruh terhadap pembentukan sedimen serta kondisi foraminifera di Teluk Ambon. Pada umumnya foraminifera hidup pada dasar perairan dengan substrat pasir. Boltovskoy and Wright (1976), Dewi (1984) dan Dewi (2010) menyatakan bahwa beberapa spesies foraminifera bentik banyak dijumpai pada sedimen pasir dan lumpur pasiran. Begitu pula hasil studi yang dilakukan oleh Renema (2008) yang menemukan beberapa spesies yang melimpah pada substrat karang bercampur pasir di Kepulauan Seribu. Menurut King (1974), pembentukan sedimen pada perairan tertutup sangat dipengaruhi oleh daratan yang berdekatan, seperti halnya Teluk Ambon yang di apit oleh daratan Laihitu dan Laitimur. Proses pencucian yang ditimbulkan oleh energi gelombang dan arus serta tekanan aliran muara sungai menyebabkan agregat sedimen dari darat dapat diuraikan menjadi partikel sedimen berbagai ukuran. Dinyatakan oleh Davies (1980), bahwa energi kinetik di setiap tempat berbeda-beda sehingga ukuran partikel sedimen bervariasi sesuai dengan besar energi kinetik yang terjadi. Berdasarkan variasi sedimen tersebut, diduga mengakibatkan adanya perbedaan jenis foraminifera yang terdapat di daerah tersebut. Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk mengetahui jenis foraminifera berdasarkan perbedaan jenis sedimen permukaan yang terdapat di suatau perairan. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji kelimpahan dan penyebaran foraminifera berdasarkan karakteristik sedimen permukaan di perairan Teluk .

II. BAHAN DAN METODE 

Penelitian ini dilakukan di perairan Teluk Ambon pada tahun 2007 dengan lokasi pengambilan sampel sebanyak 50 stasiun (Gambar 1). Sampel sedimen diambil dengan menggunakan Van Veen Grab dan dimasukkan ke dalam kantong plastik. Penentuan jenis sedimen dari
Natsir
http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt21 11

sampel yang diambil dilakukan dengan analisis granulometri menggunakan ayakan berukuran 0,063 – 4 mm. Pengelompokan butir sedimen dilakukan berdasarkan skala Wenworth (1922) dan penamaannya berdasarkan klasifikasi Shepard (1960) Preparasi sampel untuk identifikasi foraminifera dilakukan dengan beberapa tahap, antara lain pencucian, picking, deskripsi dan identifikasi serta sticking dan dokumentasi. Sebelumnya, masing-masing sampel ditimbang sebanyak 50 gram, ditambahkan 10% formaldehide, dibiarkan selama 24 jam dan disaring. Hasil saringan tersebut direndam dengan rose bengal 50% selama 24 jam, dan dicuci lagi dengan air bersih. Pencucian sampel dilakukan dengan air mengalir diatas saringan dan dikeringkan menggunakan oven pada suhu 30°C selama 2 jam. Setelah pencucian dan pengeringan, saringan harus direndam dalam larutan methylene blue untuk mencegah kontaminasi oleh sampel berikutnya dan dicuci. Tahap selanjutnya adalah picking yang dilakukan dengan menyebarkan 25 gram sampel yang telah kering pada extraction tray dibawah mikroskop secara merata. Foraminifera yang terdapat dalam sampel tersebut diambil dan disimpan pada foraminiferal slide. Kemudian dilakukan proses deskripsi dan identifikasi terhadap spesimen yang didapatkan. Spesimen yang telah dipisahkan diklasifikasikan berdasarkan morfologinya seperti bentuk cangkang, bentuk kamar, formasi kamar, jumlah kamar, ornamentasi cangkang, kemiringan apertura, posisi apertura dan kamar tambahan. Sedangkan proses identifikasi dilakukan berdasarkan berbagai referensi tentang foraminifera. Tahap selanjutnya merupakan kajian sistemik dan analisis kuantitatif untuk mendapatkan data kelimpahan. Foraminifera bentik yang ditemukan diklasifikasikan dalam foraminifera bentik dan foraminifera planktonik. Proses sticking dan dokumentasi dilakukan dengan meletakkan spesimen yang terpilih pada foraminiferal slide dengan posisi tampak apertura, tampak dorsal, tampak ventral dan tampak samping yang kemudian didokumentasikan dibawah mikroskop. Gambar 1. Lokasi pengambilan sampel di Teluk Ambon
Kelimpahan Foraminifera Resen pada Sedimen Permukaan ...
http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt21 12

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 
 
Hasil identifikasi dari 50 sampel sedimen yang diambil menunjukkan bahwa hanya terdapat 29 sampel yang mengandung foraminifera. Hal ini menunjukkan kemungkinan faktor ekologis yang menyebabkan 21 lokasi lainnya tidak menunjang kehidupan foraminifera terutama jenis substrat yang lebih didominasi oleh lumpur. Boltovskoy and Wright (1976) dan Dewi (1984) menyatakan bahwa Asterorotalia trispinosa dan Ammonia beccarii banyak dijumpai pada sedimen pasir dan lumpur pasiran dengan turbiditas yang rendah. Turbiditas dapat mempengaruhi penetrasi cahaya matahari di perairan, sehingga akan mempengaruhi fotosintesis. Akibatnya jumlah oksigen akan berkurang pada turbiditas tinggi. Secara umum di perairan dengan turbitas tinggi, popolasi foraminifera bentik akan berkurang. Berdasarkan jenisnya, foraminifera yang terdapat di Teluk Ambon cukup heterogen, yaitu terdapat 86 spesies. Secara keseluruhan, foraminifera bentik yang ditemukan pada stasiun pengamatan mencapai 61 spesies. Jumlah tersebut relatif lebih banyak dibandingkan dengan foraminifera planktonik yang hanya mencapai 25 spesies (Tabel 1). Hal ini berkaitan dengan sampel yang diambil, yaitu sedimen permukaan sebagai habitat yang sesuai untuk kehidupan foraminifera bentik. Secara tekstural, sedimen permukaan yang terdapat di perairan Teluk Ambon terdiri dari 7 jenis, yaitu lumpur, lumpur pasiran, pasir, pasir lumpuran, pasir krakalan, krakal pasiran dan krakal (Tabel 2). Keberadaan foraminifera bentik mendominasi setiap stasiun yang mengandung foraminifera. Bahkan pada beberapa stasiun sama sekali tidak ditemukan foraminifera planktonik, yaitu stasiun 8, 22, 25, 35, 36, 39, 45 serta 46. Secara umum, foraminifera bentik lebih banyak dijumpai pada sedimen yang didominasi oleh pasir. Foraminifera bentik ditemukan melimpah pada stasiun 4, yaitu sebanyak 129 individu. Begitu pula dengan kelimpahannya di stasiun 2, 18, 38 dan 43 yang masing-masing mencapai 113, 9l, 88 dan 83 individu (Gambar 2). Hasil analisis yang didapatkan di Teluk Ambon menunjukkan bahwa foraminifera pada umumnya ditemukan pada sedimen pasir dengan ukuran partikel 60,063 – 0,500 mm. Jumlah spesies semakin banyak pada daerah-daerah yang semakin dalam dan pada sedimen yang memiliki kadar pasir yang cukup tinggi. Hal ini sama dengan yang ditemukan oleh Mintoba (1970) di Teluk Miyogi, Jepang dan Susmiati (1981) di Teluk Jakarta. Suhartati (1994) menyatakan bahwa Ammonia beccarii ditemukan dalam jumlah yang melimpah di Delta Mahakam dan Citarum pada kedalaman antara 1,5 – 10 m yang didominasi oleh sedimen pasir dan lumpur. Banyak faktor yang mempengaruhi kehidupan foraminifera, terutama foraminifera bentik yang hidup di dasar laut. Uchio (1966) dalam penelitiannya di San Diego, California, menyatakan bahwa tipe sedimen menentukan populasi foraminifera. Boltovskoy and Wright (1976), Dewi (1984) menyatakan bahwa foraminifera bentik banyak dijumpai pada sedimen pasir dan lumpur pasiran terutama dari spesies Asterorotalia trispinosa dan Ammonia beccarii. Beberapa spesies foraminifera bentik yang ditemukan hampir di semua lokasi adalah Amphistegina lessonii, Ammonia beccarii, Elphidium craticulatum, Operculina ammonoides dan Quinqueloculina parkery. Kelima spesies tersebut ditemukan mendo-minasi hampir di semua lokasi yang ditemukan foraminifera.
Natsir
http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt21 13

Tabel 1. Spesies foraminifera yang ditemukan di Teluk Ambon No Spesies No Spesies a. Foraminifera Bentik 1. Ammonia beccarii 32. Nodosari sp. 2. Ammonia umbonata 33. Nonion depressulum 3. Amphistegina lessonii 34. Operculina ammonoides 4. Amphistegina quoyii 35. Peneroplis pertusus 5. Anomalinella rostata 36. Peneroplis planatus 6. Baculogypsina sphaerulata 37. Piliolina papelliformis 7. Bolivina earlandi 38. Planorbulina larvata 8. Bolivina schwagerina 39. Pleurostomella sp. 9. Calcarina calcar 40. Pseudomassilina macilenta 10. Cancris oblongus 41. Pseudorotalia schroeteriana 11. Cibicides praecinctus 42. Pyrgo depressa 12. Discorbina mira 43. Pyrulina angusta 13. Discorbina sp. 44. Quinqueloculina auberiana 14. Elphidium advenum 45. Quinqueloculina granulocostata 15. Elphidium craticulatum 46. Quinqueloculina lamarckiana 16. Elphidium crispum 47. Quinqueloculina parkery 17. Elphidium macellum 48. Quinqueloculina pulchella 18. Eponide umbonatus 49. Quinqueloculina seminula 19. Eponides repandus 50. Quinqueloculina seminulum 20. Heterostegina depressa 51. Quinqueloculina sp. 21. Hoglundina elegans 52. Quinqueloculina tropicalis 22. Lecticulina cultrate 53. Reusella simlex 23. Lecticulina elegans 54. Reusella sp. 24. Lecticulina sp. 55. Siphogenerina alveolifrmis 25. Loxostomum amygdalaeformis 56. Siphogenerina raphanus 26. Marginophora vertebralis 57. Spiroloculina angulata 27. Massilina crenata 58. Spiroloculina communis 28. Massilina milleti 59. Spiroloculina sp. 29. Miliolinella oblonga 60. Textularia agglutinans 30. Miliolinella sublineata 61. Triloculina tricarinata 31. Neocorbina terquemi b. Foraminifera Planktonik 1. Globigerina bulloides 14. Globorotalia seiglei 2. Globigerina falconensis 15. Globorotalia trucatulinoides 3. Globigerinella callida 16. Globorotalia tumida 4. Globigerinoides conglobatus 17. Globorotalia ungulata 5. Globigerinoides cyclostomus 18. Neogloboquadrina blowi 6. Globigerinoides fistulosus 19. Neogloboquadrina humerosa 7. Globigerinoides ruber 20. Orbulina universa 8. Globigerinoides sacculifer 21. Pulleniatina finalis 9. Globoquadrina pseudofoliata 22. Pulleniatina obliqueloculata 10. Globorotalia bermudezi 23. Pulleniatina praecursor 11. Globorotalia menardii 24. Pulleniatina primalis 12. Globorotalia pseudopumilio 25. Spheroidinella dehiscens 13. Globorotalia puncticulata
Kelimpahan Foraminifera Resen pada Sedimen Permukaan ...
E-Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol.2, No.1, Juni 2010 14
Gambar 2. Kelimpahan foraminifera pada sedimen permukaan di Teluk Ambon Hasil analisis yang didapatkan di Teluk Ambon menunjukkan bahwa foraminifera pada umumnya ditemukan pada sedimen pasir dengan ukuran partikel 60,063 – 0,500 mm. Jumlah spesies semakin banyak pada daerah-daerah yang semakin dalam dan pada sedimen yang memiliki kadar pasir yang cukup tinggi. Hal ini sama dengan yang ditemukan oleh Mintoba (1970) di Teluk Miyogi, Jepang dan Susmiati (1981) di Teluk Jakarta. Suhartati (1994) menyatakan bahwa Ammonia beccarii ditemukan dalam jumlah yang melimpah di Delta Mahakam dan Citarum pada kedalaman antara 1,5 – 10 m yang didominasi oleh sedimen pasir dan lumpur. Banyak faktor yang mempengaruhi kehidupan foraminifera, terutama foraminifera bentik yang hidup di dasar laut. Uchio (1966) dalam penelitiannya di San Diego, California, menyatakan bahwa tipe sedimen menentukan populasi foraminifera. Boltovskoy and Wright (1976), Dewi (1984) menyatakan bahwa foraminifera bentik banyak dijumpai pada sedimen pasir dan lumpur pasiran terutama dari spesies Asterorotalia trispinosa dan Ammonia beccarii. Beberapa spesies foraminifera bentik yang ditemukan hampir di semua lokasi adalah Amphistegina lessonii, Ammonia beccarii, Elphidium craticulatum, Operculina ammonoides dan Quinqueloculina parkery. Kelima spesies tersebut ditemukan mendominasi hampir di semua lokasi yang ditemukan foraminifera. Kelimpahan foraminifera bentik yang ditemukan di Teluk ambon tidak selalu diikuti oleh kelimpahan spesies. Jumlah spesies foraminifera bentik pada stasiun yang mempunyai kelimpahan tertinggi (stasiun 4) mencapai 20 spesies, sedangkan pada stasiun 21 memiliki jumlah spesies yang lebih banyak, yaitu 23 spesies (Gambar 3). Foraminifera planktonik yang sering dijumpai adalah Globorotalia tumida, Globoquadrina pseudofoliata, Globigerinoides pseudo-foliata, Globigerinoides cyclostomus dan Pulleniatina finalis.
Natsir

http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt21 15

Gambar 3. Kelimpahan spesies pada sedimen permukaan di Teluk Ambon Pada perairan dangkal, seperti pada Stasiun 22, dijumpai spesies penciri laut dangkal seperti Ammonia beccarii, Quinqueloculina, Elphidium dan Amphistegina. Hallock dalam Buzas and Gupta (1982) menyatakan bahwa beberapa spesies dari genus Amphistegina hidup, tumbuh dan bereproduksi dengan baik pada perairan dangkal (kurang dari 3 meter) dengan intensitas cahaya yang tinggi. Albani (1979) menyatakan bahwa spesies dari Subordo Milioliina (Spiroloculina communis, Quinqueloculina granulocostata, Q. parkery) merupakan spesies perairan dangkal. Pada lokasi-lokasi yang lebih dalam, yaitu Stasiun l8 (15 m), ditemukan 5 spesies foraminifera planktonik dan 9 spesies foraminifera bentik yang semuanya berasal dari laut dangkal. Pada kedalaman lebih dari 35 m banyak dijumpai foraminifera planktonik, bahkan terkadang baik jumlah spesies maupun individu lebih banyak ditemukan daripada jenis foraminifera bentik. Hal ini membuktikan bahwa pengaruh arus dari Laut Banda cukup besar terhadap Teluk Ambon sehingga dapat membawa foraminifera bentik menyebar ke daerah lain. Lapisan lumpur hanya didapatkan pada bagian dalam teluk yaitu pada stasiun 44 dan 47 (kedalaman 20 – 30 m) dengan kadar lumpur 75% sampai 90%. Menurut Suwartana (1986), Teluk Ambon bagian dalam memiliki bentuk membulat. Morfologi seperti ini dapat berpengaruh terhadap kondisi daerah tersebut. Massa air yang berasal dari Teluk Ambon bagian luar akan menyebar ke segala penjuru teluk dalam dan semakin jauh ke tengah energi yang ditimbulkan semakin melemah. Gelombang yang ditimbulkan oleh angin jarang terjadi di tempat ini, kecuali di musim timur dengan frekuensi rendah. Kondisi oseanografi semacam ini mengakibatkan daerah Teluk Ambon bagian dalam relatif tenang sehingga mudah terjadi proses sedimentasi (Stoddart and Steers, 1977; Kennet, l982). Hal ini berkaitan dengan kelimpahan foraminifera yang terdapat pada perairan bagian dalam teluk. Rata-rata kelimpahan foraminifera maupun jumlah spesies yang ditemukan pada bagian dalam teluk relatif lebih rendah dibandingkan pada bagian luar teluk. Kondisi substrat dasar yang didominasi oleh lumpur tersebut kurang sesuai untuk kehidupan foraminifera.
Kelimpahan Foraminifera Resen pada Sedimen Permukaan ...
E-Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol.2, No.1, Juni 2010 16
Kebanyakan foraminifera hidup dan tumbuh secara optimal pada daerah yang memiliki sedimen dasar pasir maupun lumpur pasiran Boltovskoy and Wright (1976). Renema (2008) menemukan dua spesies dari marga Amphistegina di lereng terumbu (reef slope) pada pecahan karang (rubble) atau pecahan karang bercampur pasir bersama-sama dengan beberapa spesies dari marga Calcarina di Kepulauan Seribu. Beberapa spesies Calcarina yang ditemukan melimpah di paparan terumbu (reef flat) dan puncak terumbu (reef crest), atau yang berasosiasi dengan alga dan makroalga seperti Sargassum, Galaxaura dan Chelidiopsis. Sifat fisik sedimen di Teluk Ambon berkaitan dengan keberadaan foraminifera yang umunnya menempati sedimen yang memiliki kandungan pasir, sedangkan pada sedimen lumpur dan lanau tidak ditemukan foraminifera. Pada tempat-tempat tertentu, seperti stasiun 4 dan 2 terjadi akumulasi sedimen pasir dan di sini paling banyak ditemukan foraminifera. Namun, pada stasiun 6, 10, dan 11 sama sekali tidak dijumpai foraminifera, Pada lokasi ini mungkin foraminifera mengalami pencucian dan bergerak ke lokasi lain. Tabel 2. Jenis sedimen permukaan di Teluk Ambon Stasiun Sedimen Stasiun Sedimen 1 Pasir 26 Krakal pasiran 2 Pasir 27 Krakal 3 Pasir 28 Pasir 4 Pasir 29 Pasir lumpuran 5 Pasir lumpuran 30 Pasir lumpuran 6 Pasir krakalan 31 Pasir lumpuran 7 Pasir krakalan 32 Pasir lumpuran 8 Pasir lumpuran 33 Pasir 9 Krakal 34 Pasir 10 Krakal pasiran 35 Pasir 11 Krakal pasiran 36 Pasir 12 Pasir krakalan 37 Pasir 13 Pasir lumpuran 38 Pasir 14 Pasir lumpuran 39 Lumpur pasiran 15 Krakal pasiran 40 Lumpur 16 Pasir 41 Pasir 17 Pasir krakalan 42 Pasir 18 Pasir krakalan 43 Pasir 19 Pasir krakalan 44 Lumpur 20 Pasir krakalan 45 Pasir 21 Pasir krakalan 46 Pasir 22 Pasir krakalan 47 Lumpur 23 Lumpur pasiran 48 Lumpur pasiran 24 Pasir krakalan 49 Pasir 25 Krakal 50 Pasir
Natsir
http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt21 17

IV. KESIMPULAN 

Foraminifera yang ditemukan pada sedimen permukaan di Teluk Ambon mencapai 86 spesies yang terdiri dari 61 spesies foraminifera bentik dan 25 spesies foraminifera planktonik. Spesies foraminifera bentik yang ditemukan hampir di semua lokasi adalah Amphistegina lessonii, Ammonia beccarii, Elphidium craticulatum, Operculina ammonoides dan Quinqueloculina parkery. Kelima spesies tersebut ditemukan mendominasi hampir di semua sedimen permukaan perairan Teluk Ambon. Foraminifera planktonik yang sering dijumpai adalah Globorotalia tumida, Globoquadrina pseudofoliata, Globigerinoides pseudofoliata, Globigerinoides cyclostomus dan Pulleniatina finalis. Foraminifera pada umumnya ditemukan melimpah pada daerah yang memiliki sedimen pasir, sedangkan pada sedimen lumpur sama sekali tidak ditemukan baik foraminifera bentik maupun planktonik . 
 
DAFTAR PUSTAKA 
Albani, R. D. 1979. Recent Shallow Water Foraminifera From New South Wales. AMS Handbook No. 3. The Australian Marine Assosiation, Australia. Van Bemelen, R.W. 1949. The gology of Indonesia, V.IA, Government Printing Office, The Hague: 640 p. Boltovskoy, E. and R. Wright. 1976. Recent Foraminifera. Dr. W. June, B. V. Publisher, The Haque, Netherland. Buzas, M. A. and B. K. Gupta. 1982. Foraminifera. Notes for a Short Course. University of Tennessee. Department of Geological Science, Louisiana. Davies, J.L. 1980. Geographical variation in coastal development. Lowe & Brydone Printers limited. Thetford, Nortfolk. 212p. Dewis, K.T., Suhartati, M.N. dan Y. Siswantoro. 2010. Mikrofauna (Foraminifera) Terumbu Karang Sebagai Indikator Perairan Sekitar Pulau-Pulau Kecil. Ilmu Kelautan, Edisi khusus, 1:162–170. Dewi, T. 1984. Ecology of Recent Benthic Foraminifera from the North Java Central Zones. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Dwiyanto, B., T.A. Soeprapto, dan M. Hanafi. 1988. Laporan geology dan fisika kelautan di perairan Teluk Ambon, Maluku. Dep. Pertambangan dan Energi, PPGL, Bandung. 155hal. Haq, B.U. and Boersma. 1983. Introduction to Marine Micropaleontology. Elsevier Biomedical. New York, Amsterdam, Oxford. Hedley, R.H and C.G. Adams. Kennet, J.P. 1982. Marine geology. Prentice Hal, Inc. Englewood Cliffs, 822p. King, C.A.M. 1974. Techniques to marine geology. Edward Arnold (Publishers) Ltd. 41 London, 309p. Lubis, S., M. Widjajanegara, Wahyudi, I Wayan Lugra, dan A. Wahib 1988. Laporan penyelidikan geofisika marine di Teluk Ambon Maluku. Dep. Pertambangan dan Energi, PPGL, Bandung: 62hal. Mintoba, Y. 1970. Distribution of recent shallow water Foraminifera in Matshima Bay, Miyogi Prefecture, Northeast Japan: Tohuku Univ, Sci. Rep., 2nd Ser. (Geol), 42(1):1–87.
Kelimpahan Foraminifera Resen pada Sedimen Permukaan ...
E-Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol.2, No.1, Juni 2010 18
Ongkosongo, O.S.R., Soemoenar, dan Susmiati. 1978. Foraminifera resen dari daerah kehidupan hutan bakau di Teluk Ambon. Prosiding Seminar Ekosistem Hutan Mangrove. Jakarta, 129-138. Renema, W., 2008. Habitat Selective Factors Influencing the Distribution of Larger Benthic Foraminiferal Assemblages Over the Kepulauan Seribu. Marine Micropaleontology, 68:286–298. Shepard, F.E. 1960. Nomenclature Based on Sand-Silt-Clay Ratios. Journ. Sed. Petrology, 24:151–158. Stoddart, D.R. dan J.A. Streers. 1977. The natural and origin of coral reef islands. Dalam “Biology and Geology of Coral Reef'” (O. Ajones dan R. Endean, eds). Academic Press, New York, San Francisco, London: 60–102. Susmiati. 1981. Ekologi foraminifera bentonik resen di Teluk Jakarta. Skripsi Sarjana. Fak. Teknik, Jur. Geologi UGM, Yogyakarta. Suhartati. 1994. The Distribution of Benthic Foraminifera in Citarum and Mahakam Delta, Indonesia. Symposium on Living Coastal Resources, Chulalongkorn University Bangkok, Thailand. Suwartana, A. 1986. Analisa parameter morfometri perairan Teluk Ambon bagian dalam. Oseanologi di Indonesia, 2l:37–52. Uchio, T. 1966. Ecology of living benthonic fomraminifera from the San Diego, California area. Cushman foundation for Foraminifera Research, Special Publication No.5. Wenworth, C.K. 1922. A Scale of grade class term for clastic sediments. Journ. Geology, 30:337–392.

No comments:

Post a Comment